09

212 39 1
                                    

"Apa ini? Jadi orang yang duluan confess ke mama itu bukan papa?"

Sarada tertanya sendiri, kebiasaannya. Ia kini tengah duduk di meja belajar, sangat serius membaca sampai tak ingin di ganggu. Para pelayan yang datang membersihkan kamar mandinya mengira nona muda mereka sedang belajar.

Tok! Tok!

Pintu kamarnya di ketuk dua kali. Sarada menduga itu ibunya, sebab tadi Sarada memerintah untuk jangan menganggu pada para pelayan.

"Papamu sudah pulang. Turunlah."

Suara sang ibu terdengar dari balik pintu. Sarada buru-buru menutup diary itu dan menyimpannya dalam laci meja. Tak lupa ia kunci dahulu sebelum beranjak.

Sarada membuka pintu, kedua netra mereka saling temu kemudian melempar senyum hangat satu sama lain.

"Papa sepertinya merasa bersalah karena memotong uang sakumu," jelas Sakura.

"Benarkah?"

Tanpa berlama-lama lagi Sarada segera turun ke lantai dasar. Lalu berlari kecil ke arah ruang kerja papanya. Tangannya tanpa mau repot-repot mengetuk langsung membuka lebar pintu itu.

Sarada berjalan masuk perlahan sembari senyum-senyum geli efek habis membaca buku harian sang ayah.

"Papa barusan pulang?" tanya Sarada.

"Hn."

"Aku tidak marah pada ayah karena memotong uang saku kok." Sarada menjelaskan. Padahal baru pulang tapi Sasuke meminta Sarada untuk langsung bertemu. Pasti seperti kata ibunya yang bilang ayah merasa bersalah. Lucunya.

"Papa akan makan malam di rumah 'kan?"

"Iya."

Sarada bersorak senang, langsung juga saat itu ia melangkah menuju Sasuke yang sedang duduk di kursi kerjanya. Dengan gerakan cepat Sarada mencium pipi sang ayah. Tentu saja ayahnya kaget.

Dalam hati Sarada tertawa puas.

"Aku akan mandi dulu. Sampai jumpa makan malam nanti!"

Sarada kabur dengan cepat meninggalkan Sasuke yang bereaksi kebingungan. Sambil cekikikan Sarada kembali ke dalam kamar.

Bohong waktu bilang mau mandi. Sarada masih ingin sempatkan membaca diary sebentar lagi. Seru sekali membacanya, lebih seru dari membaca novel-novel yang dijual di Gramedia, karena diary ini ditulis langsung oleh ayah berdasarkan pengalaman sendiri.

Saat ingin membuka halaman yang ditandai tadi, jemari Sarada bergerak untuk buka halaman selanjutnya.




Namun kosong.














Halaman selanjutnya tidak ada.

***

she looks just like a dream | sasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang