Tujuh Belas

284 17 4
                                    

Aku sering kali keliru mencari kesana-kemari obat dari setiap duka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sering kali keliru mencari kesana-kemari obat dari setiap duka. Padahal, Allah seromantis itu memberikan waktu di sepertiga malam dan di setiap waktu solat untuk kita mencurahkan segala sesuatu kepada-Nya.

Keningku kembali menyentuh sajadah. Menumpahkan tangis yang lebih deras. Jalan cerita ini tak pernah sekalipun terlintas dalam benak. Suamiku akan menikah lagi.

"Ya Allah, apa pun yang terjadi jangan pernah Engkau tinggalkan aku walau hanya sekejap mata. Ya Allah, lapangkan segala kesulitan yang aku hadapi. Bantulah aku. Sungguh, aku lemah. Tak berdaya tanpa-Mu."

Aku merasakan kedatangan Mas Fatih yang langsung bersimpuh di samping. Sejak kemarin sore, aku memang mengindari Mas Fatih. Saat tidur pun, aku membelakanginya. Tidak ada percakapan apa-apa di antara kami. Mas Fatih seolah tahu aku belum ingin diajak bicara. Aku perlu waktu, bukan berarti lari dari masalah. Aku tidak mau menyesal karena mengambil keputusan di saat sedang marah.

"Dik, mas mohon jangan pergi. Tetaplah berada di samping mas. Sekarang, nanti, dan selamanya." Mas Fatih terisak. "Mas tidak bisa hidup tanpa adik."

Tubuhku bergetar menahan gemuruh tangis. Sebenarnya, kami berdua sama-sama terluka. Pasti tidak mudah bagi Mas Fatih mengambil keputusan ini. Apalagi, banyak pihak yang tidak setuju.

"Adik takut." Kepalaku menengadah. Tatapan kami bertemu. "Takut jika nanti dibutakan rasa cemburu. Adik, enggak sekuat itu."

Aku sangat-sangat takut jika nanti Mas Fatih lebih memedulikan Syifa dan anaknya. Takut jika Mas Fatih tak lagi menjadikanku tempatnya pulang.

Mas Fatih meraih tanganku. Menggenggamnya. Mengalirkan kehangatan. "Mas paham. Adik tidak sendiri, ada mas. Kita jalani dan hadapi bersama. Mas tahu ini berat. Tapi mas janji akan berusaha adil."

Mulutku terkunci, tak bisa berkata-kata.

"Ada adik yang selalu di samping mas, itu sudah lebih dari cukup. Mas tidak bisa membayangkan jika adik pergi dari hidup mas." Satu tetes air mata berhasil lolos dari netranya.

Aku juga tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya tanpa Mas Fatih. Dia lah satu-satunya lelaki yang membuatku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta setelah menikah.

"Jika menikahi Syifa membuat mas bahagia. Adik izinkan mas menikah lagi." Aku langsung menundukkan pandangan.

Tidak ada perempuan yang benar-benar baik-baik saja saat memberikan izin suaminya menikah lagi. Termasuk aku.

"Ya Allah, jika memang ini yang terbaik. Aku ikhlas asalkan Engkau ridha."

💉💉💉

"Dik, gimana perutnya sudah enakan?"

Aku mengangguk. Tersadar dari lamunan. Rasa tak nyaman di perutku memang sudah tidak sesakit tadi. Mama bilang, aku tidak boleh banyak pikiran dan harus banyak minum air putih untuk menghindari kejang otot pada perut atau dengan kata lain kram pada perut ibu hamil. Aku baru tahu jika rasanya sesakit itu. Hampir mirip dengan sakit saat akan datang bulan. Seperti ada yang menarik-narik dalam perut.

Cinta ShanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang