Ditulis, 14 April 2024
-----
1 bulan kemudian
Fradilla duduk dengan tenang di halte bis dekat sekolahnya. Dia sedang menunggu Pak Ojip, supir yang di rekrut Shaka belakangan ini untuk menamni Dilla kemanapun.
Sebenarnya Dilla bisa menyetir sendiri, tetapi Shaka melarangnya dengan alasan biar Dilla gak capek. Lebay, basi banget lagi kan
Dila menggoyangkan kakinya yang bergelantungan dengan pelan. Suasana sore memang sangat indah, apalagi melihat kendaraan lalu lalang di depan mata dengan semilir angin yang menerpa.
Tint
Sebuah motor sport hitam metalic berhenti di depan halte bis itu. Sang pengendara yang memakai helm fullface membuat Dilla tidak mengenalinya.
"Hoi, lama ya nunggu nya?" Wajah tengil Shaka ternyata yang berada di balik helm itu.
Dilla memutar bola matanya malas. Astaga, bersama dengan laki-laki itu beberapa minggu belakangan ini membuat Dilla sadar. Dia cowok paling menyebalkan yang pernah ia kenal! Alay lu Dil.
"Lah, kenapa elo di sini? Gue nunggu pak Ojip." Dilla mengangkat sebelah alisnya tanpa beranjak dari duduknya.
Embel-embel "Kakak" sudah tidak disematkannya lagi. Kejadian belakangan ini menyadarkanmya, selain sifat, umur mereka juga tidak berbeda terlalu jauh. Toh Shaka juga tidak mempermasalahkan hal itu.
"Sengaja. Hari ini sabtu, mending gue ajak lo ziarah ke makam Kakek." Memang setiap hari sabtu Shaka akan menemani Dilla untuk sekedar berziarah dan mendoakan Prasetyo.
Dilla mangut-mangut. Ia kemudian beranjak menghampiri Shaka. Shaka menyerahkan helm lebih yang ia bawa.
Setelah Dilla naik, Shaka kemudian menjalankan motornya menjauh dari area halte. Letak makam dan sekolah tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu sebentar bagi mereka.
Shaka dan Dilla yang tidak membawa persiapan apapun untuk berziarah membuat mereka harus mampir untuk membeli kembang.
Untungnya Dilla mengingatkan Shaka kalau di depan TPU terdapat penjual kembang yang memang diperuntukkan untuk berziarah.
Dilla membeli sekeranjang bunga pacar berwarna merah dan putih. Sementara Shaka membeli sebuah bouquet bunga matahari.
Mereka berjalan bersama menuju makam Prasetyo.
Selesai dengan doa dan tabur bunga. Shaka dan Dilla keluar dari area pemakaman.
"Masih jam 5, mampir pasar malam yok?" Shaka memperhatikan arlojinya.
"Dimana? Emang ada pasar malam di daerah sini?" Pasalnya Dilla tidak tau kalau ada pasar malam di sekitar sini.
Shaka tersenyum lebar kemudian mengangkat kedua alisnya beberapa kali. "Tau lah, gue kan orangnya up to date." Ujarnya.
Dilla mencebikkan bibirnya. "Iya in aja deh, biar seneng." Perlakuan Dilla dan Shaka tak urung layaknya kawan yang sudah lama saling mengenal dan dekat.
Mereka tidak terlalu canggung dan kaku seperti pertama bertemu. Memang seharusnya tidak begitu, jika bukan karena kabar kematian sang Kakek.
Karena Dilla salah satu gadis yang cukup friendly yang mudah beradaptasi dan bergaul di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness or Pain
Teen FictionKisah cinta yang gak tau sejak kapan di mulainya. Banyak hal yang tidak bisa diprediksi terjadi dalam waktu singkat. Cerita dengan bumbu kasmaran pasaran, dengan tema yang masih ngambang. Acak. Hubungan Fradilla Sigit Sandjaya dan Ershaka Panji De...