PROLOG

659 63 3
                                    

Kepala berambut landak itu fokus menatap ke depan, dimana monitor menunjukkan langit gelap tidak berujung dengan beberapa titik cahaya. Tangannya memegang kemudi. Kepalanya didongakkan hingga terdengar suara tulang bergerak. Menghela napas, remaja laki-laki itu mengaktifkan auto pilot dan berjalan ke belakang, menyeduh secangkir kopi dan duduk di kursi dekat jendela.

Sudah dua jam dia mengendarai kapal angkasanya seorang diri. Dia dalam perjalanan pulang ke markas setelah menyelesaikan misi solonya. Pencarian informasi di salah satu planet. Tiga hari dia di sana dan rasanya dia sudah mendapat semua informasi yang dibutuhkan sehingga ia memutuskan kembali.

Mata merah yang di bingkai kaca biru dan frame ungu itu memandang ke luar jendela. Meski pemandangan selalu sama dan hanya letak bintang atau planetnya yang berbeda, ia tidak pernah bosan memandang. Karena pemandangan itulah yang hampir sepanjang hidupnya dia dedikasikan untuk dilindungi. Tidak peduli seremuk apa tubuhnya, sesakit apa hatinya, sehancur apa mentalnya dipaksa dewasa sejak kecil, dia tetap bertahan di tempat itu.

Karena hanya di tempat itulah dia tahu dia masih punya keluarga, dia masih punya rumah meski dirinya terus mengunjungi berbagai planet yang berbeda. Tempat dia bisa tetap melihat satu-satunya keluarganya.

Menyeruput kopinya, netra merah itu tidak sengaja menatap sebuah laci kecil di bawah kemudi. Tiba-tiba dia ingat. Kini keluarganya, orang yang penting baginya, tidak hanya satu orang.

Menarik sudut bibir tipis, remaja itu pindah duduk di kursi kemudi. Meletakkan gelas kopi ke samping, dia menonaktifkan auto pilot, mengambil kendali manual.

Sua Parte [Fang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang