Chap 15: Tragedi 'pembunuhan'

827 77 10
                                    

Happy reading
Jangan lupa baca note dibawah

Let's Start

*

*

*

*

*

Pagi hari di rumah para bujang kini sedikit berbeda. Bukan Rezfan yang berada di dapur menyiapkan makanan, melainkan Jadid dan Huda. Tentu saja atas paksaan Jadid yang membuat ketua OSIS itu bisa berakhir di dapur. Menurut Jadid, cuma Huda yang bisa ia andalkan untuk membantu urusan dapur.

"Did, pemilihan ketos besok, nggak ada niatan buat nyalon gitu?" tanya Huda di sela kegiatannya menggoreng sosis untuk si kembar Je-Ju.

Jadid yang sedang memotong bawang terlihat berpikir, menimang pertanyaan kakaknya. Setelah mendapat jawaban, ia menatap Huda sambil tersenyum. "Nggak. Mager, plus ngerepotin."

Huda hanya mengangguk saja. Jadid itu tipe yang tidak mau repot. Bahkan menjadi ketua basket pun bukan keinginannya. Jadid hanya suka basket di saat senggang ataupun mood saja. Karena usulan dari Satria lah yang membuat pelatih akhirnya memilih Jadid sebagai ketua. Pertama kali sang pelatih mengatakan bahwa pemilihan Jadid sebagai ketua atas usulan Satria, mantan bungsu itu langsung mengamuk Sahabatnya-- yang bahkan tak ikut ekskul basket, tapi dengan watadosnya malah ikut campur.

"Dek, belum mateng, ya?" Huda dan Jadid kompak menoleh ke belakang. Di sana Rezfan berdiri, masih dengan memakai piyamanya.

"Eh, Abang mau ngapain?" tanya Jadid heboh saat melihat Rezfan mengambil beberapa piring dari rak.

"Abang bantuin ambil piringnya. Nggak papa," jawab Rezfan sambil tersenyum. Namun baru selangkah ia bergerak, Mada sudah menghadang jalannya. Bukan hanya Mada, si kembar Je-Ju pun juga berada di kanan kirinya. Kedua bocah itu berkacak pinggang sambil melotot gemas ke arah Rezfan.

"Abang/Rezfan!" seru si sulung dan kedua bungsu bersamaan.

"Apa?" tanya Rezfan berusaha menahan tawanya.

Mada dengan lembut merebut piring dari tangan Rezfan. Ia melangkah menuju meja makan tanpa kata. Rezfan terkekeh pelan. Kini ia beralih pada si kembar yang masih melotot gemas ke arahnya.

"Ish, Abang bandel. Di suruh istirahat malah nyasar ke dapur," omel Juna sambil meraih tangan kanan Rezfan.

Jena ikut meraih tangan kiri Rezfan. "Betul. Abang itu harus banyak istirahat dulu. Nanti sakit lagi lho."

"Astaghfirullah, Abang udah sehat, Dek. Di suruh gendong kamu pun Abang udah kuat." Rezfan pasrah ketika si kembar menuntunnya ke arah meja makan. Di sana sudah ada Mada dan Jazil yang menyiapkan kursi untuknya.

Semenjak ia pulang dari rumah sakit, para saudaranya jadi sangat posesif padanya. Ia dilarang memasuki dapur, dilarang bekerja. Bahkan Mada sudah mengambilkan cuti untuknya hingga beberapa hari ke depan. Berlebihan memang.

"Berasa kaya bangsawan pake di layani segala," kekeh Rezfan sembari mendudukkan dirinya.

"Nggak papa Abang. Andaikan Juna udah gede, pasti Juna juga bakal gendong Abang," celetuk Juna.

Brother and TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang