Chap 20: Problem

650 84 12
                                    

Nggak jadi up special chapter
Aku buatkan di akhir saja saat book ini udah ending

Happy reading

*

*

*

*

Pemakaman berlangsung dengan khidmat. Mada dan keenam adiknya kompak memakai setelan putih. Mereka berdiri mengelilingi makam sang nenek yang tepat berada di samping makam ayah mereka. Para pengiring jenazah mulai meninggalkan area, kini hanya menyisakan kakek Hardi beserta anak dan cucunya.

"Ayo pulang," ajak Kakek Hardi. Beliau nampak begitu lelah dengan kedua mata renta yang terlihat sayu. Kematian istrinya kemarin membuat beliau sangat terpukul.

"Kakek sama Om Arga duluan saja. Kami ingin disini sebentar," ucap Mada.

Kakek Hardi mengangguk mengerti. Beliau pun pulang bersama Arga dan keluarganya. Kini hanya tersisa Mada beserta keenam adiknya yang menyempatkan diri untuk mengunjungi kedua orang tua mereka.

Mada memimpin do'a yang diaminkan oleh para adiknya. Sebelum beranjak, mereka sama-sama termenung, larut dalam gelombang kerinduan yang amat besar pada mendiang orang tuanya.

"Udah lima tahun aja, tapi rasanya tetep nggak nyangka bunda sama ayah pergi secepat itu," gumam Huda yang bisa didengar oleh Jadid. Remaja itu mengangguk, menyetujui ucapan sang kakak. Tatapannya beralih pada si kembar yang sedang menaburkan bunga di atas pusara sang bunda.

"Adek Je-Ju kayaknya emang hadir buat kita, ya, Bang. Mereka datang waktu kita lagi down banget," celetuk Jadid dengan senyum haru di wajahnya.

"Yah, andaikan waktu itu Abang nggak ngikutin Jena, entah kita bisa ketemu mereka atau nggak," sahut Huda. Ia tersenyum melihat kedua adik bungsunya yang kini mencium nisan milik sang bunda. Ia dan saudaranya tak masalah berbagi orang tua dengan si kembar. Andaikan kedua orang tua mereka masih ada, pasti juga akan sangat bahagia mendapat Je-Ju sebagai keluarga.

"Takdir Allah indah 'kan? Di saat kita kehilangan, Allah datangkan adek Je-Ju sebagai pelengkap, pengganti ayah bunda," celetuk Rezfan yang mendengar diskusi kedua adiknya.

Je-Ju menghampiri kelima kakaknya yang sudah menunggu. Wajah keduanya pun tak jauh berbeda dengan para kakaknya. Mata sembab dan wajah merah dengan bekas lelehan air mata. Je-Ju ikut merasa kehilangan sang nenek, bahkan keduanya ikut tidur di samping jenazah Nek Asih untuk terakhir kalinya.

"Sudah? Ngobrol apa sama ayah bunda?" tanya Mada sambil mengambil alih keranjang di tangan si kembar.

"Jena berdoa abang, semoga bunda bisa maafin nenek. Tapi Jena yakin bunda udah maafin nenek, kok. Kan bunda itu orang yang baiiiikkk .... banget," jawab Jena yang membuat hati kakaknya menghangat.

"Kalau Juna?" tanya Jazil.

Juna tersenyum manis lalu merangkul kembarannya. "Juna bilang akan jadi kaya ayah. Jadi hebat biar bisa lindungi abang sama Jena."

"Kok bisa tau ayah sama bunda hebat dan baik? Kan belum pernah ketemu," tanya Huda tanpa mampu menyembunyikan senyum hangatnya.

Brother and TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang