Chap 18: Has it started?

585 63 6
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote dan komennya
Buna suka baca komen kalian
*

*

*

*

*

*

Jazil hendak menuju kamar si kembar untuk mengajak mereka jalan-jalan sore. Melewati kamar kakak keduanya, Jazil bisa mendengar adanya perdebatan antara Rezfan dan juga Mada. Karena pintu kamar yang sedikit terbuka, Jazil memilih berhenti sejenak untuk ikut mendengarkan.

"Bang, Abang sendiri yang bilang akan cari cara buat hadepin masalah ini. Tapi kenapa? Kenapa sekarang malah bilang bakal turutin omongan dia?!" Suara Rezfan terdengar marah.

"Abang tau, Rez. Tapi lihat ... Om Okta udah ngirim ancaman kaya gini. Ini membuktikan kalau Om Okta mulai mengawasi adek-adek, Rez!"

Tanpa bisa menahan diri, Jazil menerobos masuk. Kedua orang yang berada di dalam tersentak kaget melihat sang adik tiba-tiba masuk.

"Zil--"

Suara Rezfan terpotong kala melihat Jazil dengan cepat merampas ponsel Mada. Mada berdiri hendak mengambil ponsel yang kini telah beralih. Jazil tak membiarkan hal itu. Ia melengos cepat menghindari sang kakak. Tatapan dingin ia layangkan pada kedua kakaknya sebelum beralih menatap objek di tangannya.

Pupil mata Jazil bergetar ketika melihat potret empat adiknya yang memenuhi sebuah room chat. Ada foto Huda saat di kelas, foto Jadid yang sedang bercanda bersama teman-temannya. Bahkan ada foto dimana si kembar Je-Ju tengah pergi bersamanya kemarin.

Memang tidak ada yang salah dari foto itu. Hanya saja, mengingat masalah yang tengah terjadi, bisa dipastikan hal ini merupakan pertanda buruk. Foto itu cukup membuktikan, bahwa keempat adiknya telah diikuti oleh seseorang yang tentu memiliki niat tak baik. Terlebih ketika beberapa deret kata ikut menyertai foto-foto itu.

"Wah lihat. Foto yang bagus bukan? Jika aku ingin, kalian bisa langsung kehilangan salah satu atau semuanya. Bagaimana? Menarik bukan?"

"Jazil, balikin HP Abang!" tegur Mada dengan perasaan gusar saat melihat sang adik terdiam lama. Jazil mengangkat wajahnya. Bisa Rezfan dan Mada lihat ada banyak emosi tergambar di wajah itu. Kilat matanya menunjukkan rasa kesal, kecewa, marah, dan khawatir yang bercampur menjadi satu.

"Kenapa?" Suara bergetar itu terdengar penuh rasa putus asa. Mada dan Rezfan diam, membiarkan sang adik melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa gue nggak dikasih tau?! Apa gue kurang mampu, Bang?! Apa lo berdua anggap gue nggak sanggup buat bantu?!" bentak Jazil dengan segala macam emosi yang tersirat dari nada bicaranya.

"Jazil, dengerin Abang dulu. Kita cuma nggak mau hal ini malah ganggu kuliah lo--"

"Tapi ini udah ganggu kuliah gue, Bang!" potong Jazil dengan keras. Rezfan mengatupkan mulutnya rapat. Ia menatap sendu sang adik yang kini terlihat bernafas dengan terburu.

"Kalian nggak tau gimana frustasinya gue saat tau ada masalah kaya gini, dan lo berdua nggak ngasih tau gue apa-apa?! Lo anggap gue apa, Bang?!" sentak Jazil sambil memukul dadanya keras.

"Jazil, dengerin Abang, oke? Kita bukannya nggak mau ngasih tau kamu. Kita cuma butuh waktu buat ngejelasin semua ini ... ini terlalu mendadak, Zil." Mada mencoba memberi pengertian pada Jazil.

"Libatin gue, Bang," ucap Jazil mantap.

"Apa?"

"Libatin Jazil dalam masalah ini. Jangan egois, Bang. Jazil juga bisa bantu kalian berdua. Udah cukup kalian berdua ambil peran ayah sama bunda ... Jazil nggak mau Abang makin susah ..." Jazil menunduk menyembunyikan air matanya yang hampir menetes.

Brother and TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang