Bab 7

105 2 0
                                    

Pagi hari di kediaman tuan Mac. Terlihat Natalie tengah sarapan bersama sang ayah.

"Natalie, daripada tidak melakukan apa apa di kota ini, bagaimana kalau kau buka butik saja? Yaaahhh sekedar mencari kesibukan, kau tau kan sayang? Uang ayah tidak akan pernah habis walau sudah ku buang kesana kemari ha ha ha," ucap tuan Mac yang kala itu mengkhawatirkan putrinya yang terlihat tak memiliki kesibukan,

"Ayah ada ada saja," jawab Natalie dengan senyuman manisnya, "tapi ide ayah juga tidak buruk, emmm bagaimana jika bekerja sama dengan perusahaan tekstil yang ayah bantu tahun lalu?" lanjut Natalie sambil tetap menikmati sarapannya,

"Emmm, akan ayah pikirkan lagi, oh ya malam nanti akan di adakan pesta di kediaman keluarga Jandee, jangan lupa kau harus menemani ayah ya," ajak tuan Mac pada Putri semata wayangnya,

"Tenang saja ayah, kemana pun ayah pergi aku akan menemani ayah," jawab Natalie,

"Ha ha ha, nikmatilah sarapan mu nak," suruh tuan Mac dengan raut wajah bahagianya.

Natalie pun hanya mengangguk tanda mengiyakan perkataan sang ayah.
....
Hari itu, Natalie ingin berkeliling untuk melihat gedung yang kosong, ia ingin memilih gedung yang berada di pinggir jalan karena menurut dia tempat tersebut sangat strategis.

Natalie pun berpamitan pada sang ayah, dan tuan Mac mengizinkannya. Natalie menyalakan mobil yang selalu ia pakai kemana mana dan melaju kencang keluar dari halaman rumah mewahnya.

Di perjalanan mencari lokasi tersebut, Natalie pun merasa kesepian. Ia langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Hans,

Sedangkan di tempat lain, Hans tengah rapat bersama dengan para karyawannya. Ponsel Hans bergetar karena ia mengaktifkan mode silent pada ponselnya. Ia pun mengecek siapakah gerangan yang menghubunginya di tengah tengah rapat.

Seketika ia melihat nama yang tercantum di ponselnya, senyum Hans pun merekah. Hans segera menghentikan rapat dengan alasan yang bahkan sebenarnya tidak masuk akal. Namun siapa yang bisa menghentikannya?

Rapat pun akhirnya terhenti, Hans segera berdiri dari tempat duduknya dan mengangkat telpon tersebut.

"Halo?" terdengar suara lembut yang membuat Hans makin tersipu,

"Halo Natalie, ada apa?" tanya Hans,

"Emm, aku sedang bingung saat ini, apa tuan bisa membantu ku?" tanya Natalie sambil terus memacu mobilnya,

"Oh tentu saja, apa yang bisa ku bantu Natalie?" tanya Hans melalui ponselnya,

"Aku sedang kebingungan mencari gedung yang cocok untuk butik ku, apa tuan bisa mencarikannya untuk ku?" tanya Natalie dengan penuh harap,

"Ha ha, tentu saja, itu hal yang sangatlah mudah Natalie, kau ada di mana saat ini? Biar aku datang ke tempat mu," Hans menawarkan dirinya untuk mendatangi Natalie agar Maria tak dapat mengetahui hal ini,

"Emmm aku di jalan sigura no8, aku berada di parkiran saat ini, aku tunggu tuan di cafetaria," jawab Natalie sambil memarkirkan mobilnya,

"Baiklah, tunggu aku di sana, ku tutup telponnya," ucap Hans sambil menutup telpon dari Natalie.

Di tempat lain, Natalie pun berjalan menuju cafetaria ia memesan dua minuman. Cappucino icr dan vanilla frappe extra ice cream. Tak lama setelahnya, pesanan Natalie pun sampai, ia meminum vanilla frappe favoritnya.

Setelah menunggu beberapa saat, Hans pun datang dan melambaikan tangannya. Natalie membalas lambaian tangan Hans di barengi dengan senyum manisnya.

"Sudah lama menunggu?" tanya Hans sambil melirik ke meja yang sudah tersedia minuman pesanan Natalie.

"Tidak begitu, duduklah dulu tuan pasti lelah, minumlah dulu, aku sudah memesankan minuman untuk tuan," ucap Natalie sambil menyodorkan cappucino ice yang ia pesan tadi.

Hans terlihat terheran heran melihat cappucino ice tersebut, ia mengerutkan kening seolah merasa aneh dengan minuman tersebut. Natalie yang melihatnya pun ikut terheran heran.

"Tuan? Apa tuan tidak menyukai nya? Apa aku harus menukarkannya?" tanya Natalie kebingungan,

"Ohh! Ti-tidak hanya saja, ini minuman favorit ku, ha ha kebetulan sekali," jawab Hans sambil melihat minuman yang Natalie pesan,

"A-apa itu vanilla frappe? Dengan ekstra ice cream di atasnya?" tanya Hans yang lagi lagi terlihat kebingungan,

"Emm? Ini? Iya aku suka sekali rasa vanilla, dan juga ice cream, he he jadi aku menambahkannya. Oh ya coba tuan Hans cium pergelangan tangan ku, aku juga mengenakan parfum vanilla, karena wanginya begitu lembut," celoteh Natalie sambil menyodorkan tangannya,

Hans pun mencium pergelangan tangan Natalie yang memang memakai parfum vanilla. Kini wajah Hans terlihat pucat pasi, seolah ia merasakan de ja vu dalam dirinya.

"I-ini, hanya Jessie yang tahu cappucino ice adalah minuman favorit ku, dan vanilla frappe dengan double ice cream adalah favorit nya, bahkan parfum dengan wangi vanilla itu pun, Jessie selalu mengenakannya, ada apa ini? Apa ini hanya kebetulan? Atau? Dia adalah Jessie?" ucap Hans dalam hatinya sambil terus terlihat sedang melamun,

"Tuan? Tuan Hans?" panggil Natalie yang khawatir dengan wajah Hans yang tiba tiba pucat pasi,

"Oh iya? Kenapa tadi?" tanya Hans kebingungan,

"Pergelangan tangan ku tuan aku memakai parfum vanilla, hemm sudahlah apa hari ini tuan sedang tidak baik baik saja? Aku lihat wajah tuan terlihat pucat sekali," tanya Natalie,

Belum sempat Hans menjawabnya, seorang pelayan pria menjatuhkan minuman tepat di samping Natalie dan membuat roknya menjadi basah.

Natalie yang selama ini terlihat lembut pun di buat marah olehnya.

"Aaaawwww!" teriak Natalie terkejut,

"Oh, maafkan saya nyonya saya tidak sengaja," ucap pelayan tersebut dengan suara bergetar.

Natalie pun berdiri dari tempat duduknya dan langsung memarahi pelayan tersebut.

"Kau ini! Bagaimana bisa kau menumpahkannya tepat di sebelah ku? Kurang ajar sekali! Bahkan gaji mu saja tidak cukup untuk membayar biaya binatu baju mahal ku ini!" maki Natalie pada pelayan tersebut,

Hans yang melihat Natalie marah pun mencoba menenangkannya,

"Tenang lah Natalie, mungkin dia tidak sengaja," ucap Hans sambil memegangi wanita tersebut,

"Tidak tuan, baju ini adalah hadiah dari ayah ku, aku tidak mungkin memakinya lagi setelah terkena minuman ini, semua ini gara gara kau pelayan bodoh!" umpat Natalie lagi pada pelayan tersebut,

"Sudah Natalie, ayo kita cari pakaian baru untuk mu," ajak Hans. Dan mereka pun pergi meninggalkan cafetaria.

Sepanjang perjalanan, Hans berfikir dengan keras. Awalnya ia mengira bahwa wanita yang ada di hadapannya adalah Jessie sang mantan istri yang telah di nyatakan meninggal. Namun, setelah kejadian tersebut ia yakin jika wanita itu bukan Jessie melainkan Natalie.

Hans ingat betul saat Jessie tersiram kuah panas saat di restoran. Bukannya memarahi pegawai tersebut, Jessie malah menyalahkan dirinya sendiri yang tidak becus memposisikan dirinya sebagai pelanggan.

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan perilaku Natalie yang bahkan membahas gaji sang pegawai. Karena itu di anggap sangat kasar.

Hans pun mulai lega karena ia berfikir mungkin minuman itu hanya kebetulan saja.

Dendam Istri Yang TersakitiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang