Tidak butuh waktu lama melepaskan si Phoenix karena Montgomery bekerja dengan cepat. Setelah bebas, Orchenbjerg membentangkan sayapnya lebar-lebar di lapangan yang luas itu, seolah memberi isyarat alam bahwa sang raja pegunungan telah kembali.
"Aaah, sungguh senang rasanya bebas! Tapi ayo, kita harus bergegas! Tidak bisa tinggal diam! Cepat, bawa perlengkapan kalian! Kita akan pergi ke Selatan! Ke atas gunung!" si Phoenix mengumumkan.
"Eh, sepertinya dia memaksudkan terbang," kata Gideon, menatap kedua teman seperjalanannya sambil tertawa getir. Dia tidak setuju dengan ide terbang, tetapi mengingat kuntum dandelion Aumora, dia tidak berani menolak.
"Meskipun sombong, Orchenbjerg adalah salah satu makhluk paling bijaksana di bumi," kata Alabaster sambil tersenyum. "Dia tahu apa yang dia katakan dan seperti katanya tadi—dia tidak akan mengingkari janjinya. Bagi Phoenix, janji ibarat pedang pembunuh. Mengingkarinya sama saja dengan bunuh diri. Kau takkan menemukan makhluk lain yang lebih berpegang teguh pada janjinya daripada seekor Phoenix. Apalagi sebagai penyihir, kau harus mengetahuinya, Putra Gresham."
Montgomery yang baru kembali dari mengemasi ransel bertanya, "Apa itu artinya kita harus mencari perbekalan dahulu?"
Si Phoenix malah tertawa keras-keras. "Hoi, siapa bilang suruh mencari perbekalan, Bodoh?" teriaknya. "Aku tidak menyuruhmu mencari perbekalan! Kita pergi saat ini juga! Ayo, mumpung hari masih pagi dan udara masih segar!"
"Eh, Yang Mulia," kata Gideon, mendekati si Phoenix dengan hati-hati. "Aku—maksudku kami—belum terbiasa naik kendaraan yang bisa terbang. Yah, kalaupun pernah, mungkin kami tidak mengingatnya sejauh ini."
Orchenbjerg tertawa. "Oooh, jadi itu sebabnya kau tampak ragu-ragu. Bukan masalah, Nak! Bukan masalah! Naik Phoenix sama saja dengan naik kuda. Hm, kecuali kudanya memiliki sayap sebesar milikku! Nah, ada baiknya aku membungkuk sedikit supaya kau bisa naik." Si Phoenix membungkuk dalam-dalam. Tapi serendah-rendah jarak kepalanya dengan tanah, bagi Gideon masih terlalu tinggi. Dia tidak berani memanjat pohon, dan dia membayangkan bagaimana ekspresi Montgomery nanti kalau tahu dia tidak berani memanjat kepala Phoenix yang berjarak hanya satu jengkal di atas kepalanya sendiri dan tangannya saja bisa menjangkaunya. Maka sembari menarik napas dalam-dalam, Gideon mengulurkan kedua tangannya dan mencengkeram bulu kepala si Phoenix. Orchenbjerg memekik keras dan Gideon tersentak.
"Jangan sentuh buluku yang berharga, Bodoh!" bentak si Phoenix galak.
"Aku tidak bisa menjangkau kepalamu! Terlalu tinggi!" protes Gideon.
"Hm, aku tidak tahu manusia ada yang begitu kecil sampai tidak bisa menjangkau kepalaku. Ksatria terakhir yang kutemui bahkan bisa melangkahinya selagi kepalaku masih tegak!" kata si Phoenix heran.
Montgomery melangkah maju. "Biar aku dahulu yang naik, bagaimana? Anda tidak keberatan, Tuan?"
"Baiklah, silakan," geram si Phoenix, lalu membungkuk kembali. Dengan sekali lompatan, Montgomery sudah bertengger di atas leher Orchenbjerg. Dia tampak puas sekali.
"Seperti naik kuda! Ayo, Gideon, aku akan membantumu!" Montgomery mengulurkan tangan kirinya kepada Gideon.
"Oh, kenapa hal ini mesti terjadi dua kali dalam hidupku?" keluh Gideon, tapi tidak keras-keras. Dia meraih tangan Montgomery, lalu mendorong dirinya sendiri ke atas. Awalnya cukup sulit, tapi akhirnya, dia berhasil duduk tegak di belakang Montgomery.
"OH, YA, AKU BERHASIL!" dia berteriak keras. "Alabaster, sekarang giliranmu!"
Alabaster tertawa. "Bukan hal yang sulit buatku, tapi kurasa aku sudah sedikit lupa caranya naik binatang bersayap," katanya santai. Dia menggunakan tongkatnya sebagai penyangga selagi dia melompat dan duduk di belakang Gideon dengan sempurna. Bahkan dia tidak meminta bantuan dari Gideon maupun Montgomery sama sekali.
YOU ARE READING
MAHKOTA BERDURI
FantasyRahasia apakah yang akan disingkap seorang ksatria dan seorang pemuda desa tentang dunia sihir yang penuh marabahaya? Dan benarkah bahaya itu juga mengancam hingga ke kaki singgasana Sang Raja? Dan mampukah seorang gadis remaja menghadapi bahaya it...