"Jadi, apa fungsi Kunci Merah itu?" tanya Rowlish.
"Inilah yang dikatakan Camelia dalam surat balasannya," jawab Rosie. "'Kunci Merah adalah kunci rahasia menuju kamar Ayah. Kalau kalian berhasil menemukannya, cari kamar Ayah. Tidak susah, kok. Kamar Ayah terletak di menara paling ujung. Tanyakan pada Maybelline jalan pintasnya. Cari tahu rencana Ayah dengan bertanya pada Mangkuk Batu.'"
"Sekarang semakin aneh. Beruntung kita sudah punya merpati pos sendiri," ujar Puddlepot, melompat ke atas ember terbalik. Mereka bertiga sedang berada di halaman belakang kastil, dekat istal. Thornfoot dan Flittle baru saja makan. Mereka kini tertidur pulas dalam kandang masing-masing. Malam itu suasana kastil lumayan sepi. Raja Herbert sedang menemui seorang Duke dari Harvington di ruang singgasana. Rosie alias Camelia palsu berhasil mengelabuhi Profesor Knightley supaya mengizinkannya 'libur sekolah' sore itu, jadi Rosie bisa mengunjungi Rowlish dan Puddlepot untuk membahas masalah ini.
"Apakah Camelia serius?" kata Rosie, mondar-mandir dengan gelisah. "Menyusup ke kamar Raja adalah perilaku paling ceroboh dan tidak sopan di dunia, dan semua orang tahu itu! Yah, meskipun aku seorang 'Putri Camelia,' tetap saja menyusup ke kamar ayahku sendiri adalah perbuatan kurang terpuji."
"Tapi kau bisa minta bantuan Maybelline, bukan?" kata Puddlepot. "Bukankah Maybelline orang kepercayaan Tuan Putri?"
"Aku tidak yakin soal itu, Puddlepot," kata Rosie. "Bukannya aku berprasangka buruk terhadap Maybelline, tapi perilakunya yang terlalu berhati-hati itu selalu menimbulkan tanda tanya. Dia terlihat—entahlah—takut atau khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk."
"Itu sangat masuk akal," kata Rowlish. "Dia dipercaya Raja untuk menjaga Camelia, bukan? Aku berani taruhan dia takut pada—apa namanya itu—sihir. Dia tidak tahu bahwa Camelia yang kembali ke kastil adalah kau. Selain karena kalian berdua sama-sama bisa melakukan sihir, kalian berdua sama-sama memiliki keingintahuan yang besar terhadap kastil. Dia sangat menyayangi Tuan Putri-nya. Dia tidak ingin Raja menyakiti Tuan Putri-nya itu, tapi dia juga takut pada konsekuensi kalau peristiwa yang lalu terulang lagi. Raja akan sangat marah padanya."
"Juga marah pada dirinya sendiri," kata Puddlepot. "Waktu aku dan Nona Penyihir mengunjungi galeri tadi pagi, kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Dia berteriak-teriak dan meratap-ratap seperti orang gila. Jelas sekali kelakuannya itu berbeda dengan sikapnya sehari-hari yang lembut dan kebapakan. Kalian berdua pasti sepakat bahwa masalah ini akan mengacu pada hal yang jauh lebih serius—Sihir Hitam."
"Dugaanku lebih buruk," kata Rowlish yakin. "Aku bisa menciumnya."
"Ha, tidak perlu repot-repot mengandalkan indera penciuman!" kata Puddlepot sambil memutar bola matanya. "Omong-omong, aku sudah muak menjadi pemegang kunci. Aku tidak bisa menikmati tidur siangku! Lihat, tuh!"
Kunci Merah itu tergeletak di atas tumpukan jerami, terselubung kain bekas lap yang kotor. Benda malang itu berdencing keras selagi terus menerus menggigil. Agak aneh memang, karena kebetulan di luar hujan salju turun dengan derasnya.
"Jadi," kata Rosie, meneguk coklat panasnya yang sudah dingin sampai tandas, "apakah sebaiknya kita melakukannya sekarang?"
"Tidak, jangan sekarang," kata Rowlish. "Harus saat tidak ada orang yang melihat. Kalian bisa melakukannya sehabis makan malam."
"Master Rowlish, ini kesempatan kita," kata Puddlepot. "Raja sedang meladeni banyak urusan di luar sana. Aku dan Nona Penyihir akan baik-baik saja."
Rosie beringsut bangkit. "Kalau begitu antar aku ke dapur, Puddlepot. Aku ingin bertemu dengan Maybelline. Akan kujamin pembicaraan ini hanya terjadi antara aku dan dia."
YOU ARE READING
MAHKOTA BERDURI
FantasyRahasia apakah yang akan disingkap seorang ksatria dan seorang pemuda desa tentang dunia sihir yang penuh marabahaya? Dan benarkah bahaya itu juga mengancam hingga ke kaki singgasana Sang Raja? Dan mampukah seorang gadis remaja menghadapi bahaya it...