Keputusan Sang Raja

5 0 0
                                    

Rosie tidur nyenyak sekali di atas kasurnya yang nyaman sampai-sampai tidak sadar waktu dia bangun hari sudah siang. Jendela kamarnya seperti ada yang mengetuk. Rosie turun dari tempat tidurnya sambil terhuyung-huyung. Seekor burung merpati berbulu abu-abu bertengger di daun jendela yang licin. Di paruhnya ada selembar perkamen yang sudah lusuh.

"Ahoi!" kata Puddlepot, suaranya tidak jelas karena teredam perkamen. "Pagi—eh—Tuan Putri yang bukan Tuan Putri! Aku membawa balasan!"

"Bagus," kata Rosie, menguap selebar mungkin. "Aku sudah menantikannya. Apa kata Camelia?"

Puddlepot melompat dari daun jendela dan mendarat di kasur. Dia menggetarkan bulu-bulunya yang penuh kristal salju dan menggaruk-garuk kepala dengan sebelah kakinya yang sekurus lidi, sementara Rosie membaca isi perkamen.

HALO DIRIKU YANG LAIN, INI CAMELIA. MEMBALAS KODE MERAH.

ROSIE, AKU HANYA BISA KATAKAN BAHWA AKU KECEWA SEKALI PADA AYAHKU. TAPI SUDAHLAH, KITA TUNGGU SAJA.

AKU SUDAH MENDAPAT PESAN DARI LITTLE KIRKE DAN MARZAVI. MEREKA BILANG BAHWA PENGHUNI KASTIL HAMPIR PINGSAN KARENA MELIHAT KEMUNCULAN MEREKA DI GERBANG.

HANYA ADA SATU HAL YANG MASIH MENGGANGGU PIKIRANKU. BUAT DIA MENJAWAB. TANYAKAN INI PADA MAYBELLINE: 'DI MANA KUNCI MERAH BERADA DAN APA FUNGSINYA?'

SEMOGA BERHASIL. KABARI AKU LAGI NANTI.

"Kunci merah?" celetuk Puddlepot.

"Aku tidak mengerti," kata Rosie, matanya menyortir setiap huruf dalam surat camelia untuk memastikan dia tidak salah membaca. "Camelia menyuruh kita menunggu saja? Ini masalah serius!"

"Menurutku ada baiknya juga," kata Puddlepot. "Anjing kesayanganmu itu tahu siapa kita sebenarnya. Itulah sebabnya dia tidak ramah pada kita. Kalau saja Raja Herbert tidak terlalu bodoh, dia pasti tahu apa yang dipikirkan si anjing. Aku heran—kok bisa-bisanya rakyat Abbery percaya pada raja semacam itu."

"Oh, Puddlepot," kata Rosie, terduduk lemas. "Apa kita mesti membiarkan hal ini begitu saja?"

"Whoa! Kau mengatakan hal yang sama tadi malam," kata Puddlepot sambil terus menyisiri bulunya. "Hm, hm. Jadi merpati pos bukanlah hal yang buruk. Tapi aku lebih suka jadi kelinci."

Rosie mengertakkan gigi. "Aku jadi bertanya-tanya, apa yang sebenarnya diinginkan Wye Morton dari Wye Dungeon?" dia meremas surat balasan Camelia lalu melemparkannya ke dalam abu perapian. "Ugh, persoalan ini membuatku pusing!"

"Hm, hm," kata Puddlepot, menatap Rosie dengan kedua mata merpatinya. "Kau belum sarapan, ya? Aku bisa melihat ekspresimu kurang bergairah."

"Ya, aku baru saja bangun," jawab Rosie cuek, menyisir rambutnya dengan tangan kiri. Sehelai rambut pirang tersangkut diantara telunjuk dan jari tengahnya. Di cermin, Rosie melihat sesosok gadis bermata hijau yang jelas merupakan dirinya sendiri. Dia mendengus. Ketukan keras terdengar dari pintu. Rosie tahu betul siapa yang akan datang.

"Pelayan, hm?" Puddlepot membaca pikirannya.

"Ya, namanya Maybelline," kata Rosie. "Sebaiknya kau segera pergi. Terbang—maksudku terbang keluar—cepat!"

"Tidak usah repot-repot menyuruhku dua kali," kata Puddlepot. "Aku akan berubah menjadi wujud asliku tak lama lagi. Artinya aku bisa pergi ke gudang makanan dan makan kol dan wortel kesayanganku lagi. Sampai jumpa!" dan dia pun mengepak pergi. Rosie menutup jendela dan menguncinya.

"Nah, bagus, sekarang mantranya!" gumam Rosie. "Changia temporarium, changia joureus! Changia luneum, changia reclutus!" Mantra itu selesai dan dalam sekejap Rosie kembali menjadi Camelia dalam gaun tidurnya.

MAHKOTA BERDURIWhere stories live. Discover now