Ketika Rosie dan William keluar dari hutan, mereka langsung dihampiri Alfred Welborough, sepupu Jinks, yang datang tergopoh-gopoh.
"Ah, ternyata Anda di sini, Pangeran," ujar laki-laki itu. "Kami pikir Anda dan nona muda ini sudah memberitahu Erek mengenai pembetulan pipa dekat rumahnya, seperti yang Anda katakan beberapa menit yang lalu. Untungnya Manny Gardner datang tepat waktu. Kalau tidak, Erek bisa mengamuk."
Baik Rosie maupun William saling berpandangan. Keduanya terlihat bingung. Beberapa menit? Bukankah mereka pergi berjam-jam?
"Tunggu dulu, jadi orang-orang itu belum kembali dari perburuan?" William menyela.
"Tentu saja belum, bukankah Anda baru saja menyuruh Jinks dan Manny menyusul mereka tak sampai lima belas menit yang lalu?" sahut Alfred, mukanya menyiratkan kebingungan yang sama.
"Itu—itu sama sekali tidak benar—maksudku tidak sepenuhnya," kata Rosie cepat-cepat. "Jika baru beberapa menit, aku dan William baru berdiskusi di dekat sini. Kami masuk ke hutan, lalu menemukan sebuah gubuk misterius. Kami menghabiskan berjam-jam di sana."
"Well, tampaknya semua jadi begitu sulit sekarang," kata Alfred sembari menggaruk-garuk kepala. "Itu hanya perasaanku saja, mungkin, tapi pekerjaan di tempat ini begitu dinamis sehingga aku pun bisa menghitung seberapa waktu yang diperlukan. Aku sedang mengecek pekerjaan ketika Erek datang dan mengomel-ngomel. Hal itu terjadi tepat setelah Jinks dan Manny pamit pergi. Akulah yang meladeni Erek dan menenangkannya, berkata bahwa aku akan mencari Anda dan menanyakan soal pipa air itu."
"Sebentar... kalau begitu, kalian tidak terkena badai salju?" William bertanya lagi.
"Badai salju apanya, Tuan?" kali ini Alfred benar-benar kelewat bingung. Rosie dan William kembali berpandangan dengan terkejut. Mustahil badai salju itu hanya terjadi di satu tempat saja, apalagi hanya di dalam hutan!
"Oh, sudahlah," kata Alfred kemudian. "Kita tak usah memperpanjang urusan ini. Tidak penting. Ah, itu dia si Manny. Hei, Manny, cepat sekali kau kembali! Mana Jinks?"
"Hufff... hufff... hilang! Hilang! Kelinci itu hilang!" Manny menyeruak dengan terburu-buru. Dia jauh lebih terengah-engah daripada Alfred, sampai-sampai lidahnya terjulur dan napasnya tampak seperti uap yang mengepul.
"Kelinci apa? Siapa?" seru Alfred, ikut-ikutan panik. Tetapi Rosie sudah menebaknya, malah firasatnya mengatakan hal yang sama.
"Puddlepot!" seru Rosie. "Bukankah dia bersama anak-anak?"
"Ka... mi ...pa... san ...tan, ta... reka ...lang ...lum me...rinya," kata Manny, maksudnya adalah, 'Kami berpapasan di hutan, tapi mereka menghilang sebelum kami menyadarinya.' Napasnya yang putus-putus membuat perkataannya kurang bisa dipahami.
"Mereka pasti akan kembali, aku yakin," kata William. "Kelinci itu adalah hewan yang baik dan bertanggung jawab. Benar, kan, Rosie?"
Gadis itu menatap kakinya dengan bimbang. Tentu saja Puddlepot akan menjaga keselamatan anak-anak, tapi perasaannya masih diliputi rasa khawatir yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Dengan ragu, dia berjalan di belakang Alfred, William, dan Manny kembali ke desa. Almanak di tangannya bergetar aneh. Kunci yang dia kalungkan di lehernya ikut-ikutan bergetar. Mungkin, Rosie berpikir. Setelah ini aku akan mencari tempat yang sepi untuk membaca. Gagasan menyuruh Puddlepot mencari biji acorn bagiku bukan ide yang baik.
Maka, setelah melahap makan siangnya, Rosie menyelinap keluar tenda wanita dengan seizin Ethel, kemudian menyusuri jalan menuju kandang Bilbo. Dia melihat kuda itu sedang beristirahat di dekat tumpukan jerami yang mebuatnya tetap hangat. Dia melingkarkan tubuhnya seperti sedang tertidur. Rosie mendorong pintu kandang perlahan-lahan, lalu berjalan ke arah Bilbo dengan hati-hati supaya kuda itu tidak terusik. Dia tahu—meskipun tidak merasa yakin—bahwa tempat ini adalah lokasi yang tepat untuk membuka almanak itu tanpa terganggu oleh siapapun. Bunyi dentang palu, mungkin dari Malcolm Gardner, terdengar keras di luar. Juga ada teriakan dan umpatan kasar para pekerja laki-laki. Tetapi orang yang lalu lalang sama sekali tidak menoleh ke kandang, sehingga gadis itu sepenuhnya aman. Rosie memutar kunci dan membuka gembok almanaknya. Tulisan di halaman pertama berpendar, bacaannya sama.
YOU ARE READING
MAHKOTA BERDURI
FantasyRahasia apakah yang akan disingkap seorang ksatria dan seorang pemuda desa tentang dunia sihir yang penuh marabahaya? Dan benarkah bahaya itu juga mengancam hingga ke kaki singgasana Sang Raja? Dan mampukah seorang gadis remaja menghadapi bahaya it...