Bab 1

129 10 6
                                    

Pagi ini Marc tengah menyantap sarapan dengan tenang. Tapi ketenangan itu buyar ketika suara berat sang ayah membuat Marc mengehentikan aktivitasnya. "Aku harap kau bisa menjadi kiper utama di tim, Marc," tekan ayah Marc dan duduk di depan Marc dengan tatapan mata mengintimidasi.

Yang ditatap hanya bisa menghela nafas lelah. Ini sudah hal biasa bagi Marc. Tidak, Marc tak membenci ayahnya, ayah Marc orang yang baik namun berambisi. Seperti saat ini, ayahnya selalu menekan Marc untuk selalu menjadi yang nomor satu.

Dulu di sekolah lamanya, Marc menjadi kiper utama . Namun kali ini berbeda, Munich International School memiliki kiper yang kompeten dan sekaligus kapten tim. Lalu Marc bisa apa? Kemampuannya masih terbilang jauh di bawahnya.

Tak apa, Marc akan terus berusaha. Lagipula, teman-temannya di sekolah yang baru ini sangat ramah dan bisa menerima Marc, termasuk kapten tim. Memang pemuda itu terlihat sangat mengintimidasi. Marc hanya sekali berbicara dengannya, dan hal itu berakhir dengan Marc yang menjawab dengan gagap. Ah, Marc sungguh malu jika mengingatnya.

"Baik ayah, aku akan berusaha," jawab Marc seadanya dan bergegas pergi ke sekolah.

Tak butuh waktu lama bagi Marc untuk sampai di sekolah. Kini Marc tengah berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah, dan disanalah ia bertemu dengan Manu, si kapten tim sepakbola. Sebisa mungkin Marc mencoba untuk tak menghiraukan kehadiran Manu.

Tatapan Manu, mata Manu. Hal itu selalu membuat Marc merasa terintimidasi. Manu orang yang baik menurut Marc, hanya saja sifatnya akan berubah jika itu bersangkutan dengan dirinya, Marc pun tak tahu apa alasan Manu seperti itu padanya.

Marc pada akhirnya mempercepat jalannya, sebentar lagi kelas biologi akan dimulai dan sialnya si kapten tim berada di kelas yang sama dengan Marc. Oh astaga, sungguh Marc ingin berbicara dengan normal pada Manu. Tapi sepertinya Manu memberikan tembok besar pada Marc.

Dirinya harus bertahan dengan Manu selama satu tahun, ya satu tahun sebelum hari kelulusan tentunya.

.
.
.

Kini Marc tengah berjalan menuju lokernya, saat ia hampir sama sebuah lengan melingkar pada lehernya.

"Hei, Marc!" sapa pemuda itu.

Marc menoleh ke samping untuk melihat orang yang telah menyapanya. "Oh hai, Joshua," sapa Marc dengan ramah, dan jangan lupakan senyuman lebar yang terpatri di wajah tampannya itu.

Joshua Kimmich, junior Marc di sekolah barunya, dan sekaligus teman pertama Marc saat pertama kali datang. Joshua orang yang sedikit berisik menurut Marc, tapi juga menyenangkan dilain waktu. Dan ya, Joshua juga termasuk dalam tim sepakbola sekolah, pemain inti tentu saja, tidak seperti dirinya.

"Sendiri saja, hm?" tanya Joshua pada Marc.

"Menurutmu bagaimana?" bukannya menjawab Marc malah mengajukan pertanyaan pada Joshua. "Sudah tau aku berjalan sendirian, masih saja bertanya," lanjutnya dengan membuka pintu loker untuk mengambil beberapa buku yang mungkin akan dibutuhkan nanti.

Joshua terkikik geli melihat Marc yang sepertinya sedikit kesal dengan pertanyaan yang ia ajukan. "Hei santai saja bung. Aku hanya ingin berbasa-basi, mengerti?" Joshua menepuk-nepuk pundak Marc.

"Ayo, aku akan menemanimu sampai ke kelas." Joshua menarik tangan Marc, yang hampir membuat Marc jatuh jika ia tak menahan keseimbangannya.

Tak banyak pembicaraan yang mereka lakukan. Mungkin hanya Marc yang sedikit malas menanggapi Joshua. Hei, Marc bukan tak menyukai pemuda itu, tidak. Dirinya hanya merasa sedang dalam mood yang buruk, itu saja.

.
.
.

Bagi Manu, hidupnya hanya untuk sepakbola, tak lebih dari itu. Hidup dalam lingkungan yang selalu membuat Manu merasa sendiri, mempunyai orang tua yang lengkap tapi hampa, itu lah yang Manu rasakan selama ini.

Manu penuh ambisi, Manu selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, Manu kiper terbaik tim. Semua itu faktanya. Tak ada yang bisa menolak permintaan darinya, tak ada seorangpun, hingga muncul satu nama, Marc André Ter Stegen.

Sedari awal kedatangannya, pemuda itu sudah menarik atensi Manu. Suaranya, senyumnya, dan mata indah itu. Oh jangan lupakan pantatnya yang bulat membuat Manu semakin berpikiran liar tentang Marc.

"Berhentilah menatapnya seperti itu. Lakukan pergerakan, bung," celetuk seseorang tiba-tiba.

Manu yang sedari tadi memperhatikan interaksi antara Joshua dan Marc hanya bisa memutar matanya malas saat mendengar ucapan sahabatnya, Thomas Müller. "Ayolah, Manu. Kau tahu sendiri, semua orang di tim selalu membicarakannya, berbicara hal kotor tentang Marc. Dan jika dirimu tak cepat bertindak, mungkin Marc akan menjadi mangsa orang lain," ujar Thomas panjang lebar.

"Sialan. Berhenti berbicara omong kosong, Tuan Müller," sentak Manu.

"Baiklah-baiklah maafkan aku. Ayo kita ke kelas dan lihat pujaan hatimu itu," godanya yang mendapat pukulan keras dari Manu.

Ya Thomas benar, jika dirinya tak segera mengambil tindakan mungkin Marc dengan cepat akan menjadi milik orang lain. Hampir semua orang dalam tim tahu Manu menyukai Marc, tapi entah bagaimana si objek seperti tak tahu menahu.

Manu akan mendapatkan Marc. Selama ini semua keinginannya selalu terpenuhi, dan kali ini pun akan seperti itu. Marc miliknya, dan selamanya akan seperti itu.




tbc~~~
hope you like it. anw kira-kira enaknya siapa ya yang bakal jadi saingan neuer 🗿 Iñaki peña? Bernd Leno? atau yg lainnn??

I'm Sorry, Marc. [Manuel Neuer x Ter Stegen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang