Bab 2

102 10 12
                                    

Kelas pertama dimulai dengan tenang. Marc yang merupakan murid pindahan juga sudah mulai beradaptasi dengan metode pembelajaran di sekolah barunya ini.

Berbeda dengan Marc yang sibuk mencatat. Manu dan Thomas justru berdebat di meja paling belakang. "Ayolah Manu. Lihatlah yang tadi pagi. Semua orang juga tahu si Joshua itu mengincar Marc. Iya Marc, Marc yang kau beri lebel sebagai hak milikmu." Thomas mengoceh begitu panjang yang membuat Manu sedikit frustasi. Namun yang dikatakan Thomas ada benarnya, jika ia tak bergerak cepat mungkin Joshua, ataupun orang lain akan lebih dulu mengambil Marc darinya.

Sudah bisakah Manu menyebut Marc sebagai miliknya?

"Tidak. Semua orang juga tahu aku menginginkan Marc. Dan tak boleh ada yang menyentuhnya selain diriku," sungut Manu. Sebenarnya dirinya sangat marah saat melihat interaksi Marc dan Joshua di loker tadi pagi, tapi Manu masih bisa menahan diri. Menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu Marc, siapa pemuda itu sebenarnya. Akan Manu beritahu kedudukan Marc. Dan akan Manu beri hukuman pada Marc untuk semua perbuatannya.

"Cepatlah bergerak, Tuan Manuel Neuer." Kesal Thomas saat mendengar jawaban temannya itu. Jika ditanya, Manu selalu menjawab nanti dan nanti. Hah, Thomas jengah sendiri melihatnya. Hei jangan kira dia tak tertarik pada Marc, tentu saja dirinya tertarik. Ayolah, siapa yang tak jatuh cinta pada pemuda tampan seperti Marc. Dua bongkahannya itu, dan mata birunya, sialan. Jika bukan karena Manu, mungkin Thomas sudah mendekati Marc sedari pemuda memasuki tim sepakbola sekolah.

"Aku tahu, Thomas, aku tahu. Tunggu waktu yang tepat untuk mendekatinya terlebih dahulu," pungkas Manu saat suara sang guru menghentikan obrolan kedua manusia itu.

.
.
.

Pemuda dengan mata biru yang indah itu kini berjalan santai menuju kantin sekolah, berjalan membawa nampan makanan dan melihat sekitar untuk mencari tempat yang kosong.

Di meja lain, Joshua Kimmich tengah duduk bersama dengan Manu dan Thomas. Mereka membicarakan banyak hal, dan tentu salah satu topiknya adalah Marc, si murid pindahan.

Joshua tahu kaptennya itu tengah mengincar Marc. Sudah dikatakan sebelumnya, hal ini adalah rahasia umum di sekolah mereka. Dan tentu saja sang objek tak mengetahui akan hal itu. Entah Marc yang terlalu cuek, atau memang Marc yang kolot, dan tak mudah bergaul.

Dan Joshua juga tertarik pada pria yang lebih tua darinya itu. Tubuh atletisnya, dan jangan lupakan bongkahan pantat besar itu. Astaga, siapa yang tak akan berfantasi liar tentang bentuk tubuh Marc yang menggoda itu.

Hei, mungkin hampir seluruh tim sepakbola sekolah membicarakan Marc. Dan sang kapten tahu akan hal itu, terkadang Manu akan marah jika itu berlebihan, dan akan membiarkannya saja jika hak itu biasa saja menurut Manu.

Seperti saat ini, mereka bertiga, Manu, Thomas, Dan Joshua. Mereka membicarakan betapa indahnya tubuh Marc. Dan betapa enaknya bisa meniduri tubuh atletis itu.

"Ah ayolah Manu. Aku juga ingin merasakannya, bukan dirimu saja," ucap juniornya itu pada Manu.

Manu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak. Tidak ada yang bisa mencicipinya sebelum diriku," tegasnya.

"Itu dia," celetuk Joshua tiba-tiba. Dan kedua seniornya itu menoleh kearah mata Joshua.

Joshua melambaikan tangan pada Marc yang terlihat kebingungan mencari meja makan. "Hei Marc! Kemarilah dan bergabung dengan kami," teriak Joshua pada yang lebih tua.

Sementara itu, diseberang sana Marc merasa bingung dan canggung. Bukan karena Joshua yang memanggil dirinya. Itu karena, dua orang yang berada di meja makan tersebut. Benar, Manu. Marc bahkan tak berani menatap mata Manu setiap kali mereka bertemu, tapi kali ini, bisa-bisanya juniornya itu mengajak Marc untuk bergabung.

Tapi ketika Marc melihat sekeliling, bibirnya mengerucut kebawah, merasa kecewa karena memang tak ada meja kosong lagi selain ditempat dimana Manu berada. Dengan langkah pelan dan terpaksa Marc pun berjalan menuju meja Manu dan kawan-kawan.

Sesampainya Marc dirinya hanya menunduk dan sesekali memainkan ujung baju miliknya dan membentuk pola abstrak.

"Ayolah Marc, ini hanya makan siang biasa." Batin Marc menggerutu.

"Hi Marc!" sapa Manu tiba-tiba yang membuat Marc hampir terlonjak dari tempat duduknya.

Manu sedikit terkekeh geli. "Jangan takut padaku. Aku hanya ingin berbicara dan berteman denganmu," ucap Manu dengan lembut pada Marc

Sementara Thomas yang berada di sampingnya justru memutar bola matanya dengan malas. Berteman katanya, omong kosong Tuan Neuer. Thomas tahu ini adalah langkah awal untuk mendekati Marc tentu saja.

"Benar Marc. Tak usah takut padanya, dia bukan serigala atau semacamnya," goda Joshua pada Marc.

Marc pada akhirnya bisa sedikit rileks dan tertawa kecil karena lelucon aneh dari Joshua.

"Baiklah, Manu. Senang berteman denganmu." Marc mendongakkan kepalanya dan tersenyum semanis mungkin pada Manu. Apakah Marc tak tahu senyuman itu membuat hasrat Manu untuk memiliki dirinya semakin membuncah.

"Tahan dirimu sialan," bisik Thomas pada Manu saat sahabatnya itu terlihat seperti ingin memakan Marc. Dan Manu hanya menyeringai kecil yang tentu saja Marc tak akan menyadarinya.

.
.
.

Obrolan demi obrolan dan kini mereka menjadi lebih dekat, lebih tepatnya Marc yang sudah terbiasa akan adanya Manu. Seperti yang Marc duga sebelumnya, Manu tak semenyeramkan  itu. Hanya saja aura intimidasi Manu terlalu kuat.

"Tidak aku tak berbuat kenakalan pada sekolah lamaku. Hanya saja, ayahku meminta untuk kembali kesini." Marc menjelaskan pada teman-teman barunya kenapa ia bisa datang ke sekolah ini.

"Dan ayah juga yang menyuruhku untuk mengikuti tim sepakbola sekolah ini. Ayah bilang ini yang terbaik," jelas Marc dengan penuh senyuman. Ya sebenarnya Marc tak sebahagia itu dalam tim sekolah. Dirinya masih belum menemukan performa terbaiknya, ditambah saingannya adalah Manuel Neuer, orang yang berada dihadapannya saat ini.

Marc hanya tak mau memberi kesan buruk pada teman barunya, itulah sebabnya Marc menjelaskan dengan penuh senyuman.

"Suatu hari kau akan menjadi kiper utama tim ini," celetuk Manu tiba-tiba. Thomas Dan Joshua tentu terkejut mendengarnya. Mereka tahu betapa ambisiusnya kapten tim mereka ini. Dan sekarang apa? Memberikan sebuah harapan pada anak baru.

Marc sedikit canggung untuk menjawabnya. "Huh?Ya, aku harap begitu. Tapi kamu masih yang terbaik,  Manu. Aku mana bisa." Marc sedikit cemberut diakhir kalimatnya.

Manu tersenyum kecil dan mengangguk. "Terima kasih atas pujiannya. Jangan cemberut seperti itu, kau pasti bisa menjadi yang pertama," jawabnya. Tangan Manu terulur untuk mengusak rambut Marc.

Yang diperlakukan seperti itu sedikit terkejut dan tersenyum canggung pada kapten timnya itu.

"Baiklah aku pergi dulu. Kelasku yang lain akan dimulai sebentar lagi. Terima kasih teman-teman," Marc berucap dan meninggalkan meja makan seraya melambaikan tangannya pada mereka.

"Wah aku tak percaya kau bergerak secepat ini setelah apa yang aku katakan," goda Thomas.

Joshua yang berada di depan mereka sedikit bingung dengan percakapan keduanya. Dan memutuskan untuk mengajak kedua seniornya pergi dari kantin dan bermain bola di lapangan sekolah.

"Baiklah kakak kakakku sekalian. Ayo kita pergi sekarang juga." Joshua bangkit dari duduknya. Dan pergi terlebih dahulu.

tbc~~~
jadi ijo neon dulu ya Manu, biar Marc luluh xixixixi ༼⁠ ⁠つ⁠ ⁠◕⁠‿⁠◕⁠ ⁠༽⁠つ

I'm Sorry, Marc. [Manuel Neuer x Ter Stegen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang