Bab 9

52 7 8
                                    

TW // 🔞


Marc berjalan dengan lesu, memikirkan perkataan sang kapten sore tadi. Tak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut sang kapten. Marc bukan seorang homophobic, tidak ia tak seperti itu. Banyak dari temannya yang seorang homoseks, dan Marc tak pernah menghakimi. Tapi untuk kali ini, justru hal ini terjadi langsung padanya, seseorang menyatakan perasaan padanya, bagaimana Marc tak terkejut.

Marc yang melihat toko roti, sejenak berhenti dan mampir untuk membeli, dirinya melihat jam dan masih ada satu jam waktu yang ditentukan orangtuanya untuk Marc agar segera sampai di rumah.

Pemuda itu duduk di kursi depan toko, memakan satu croissant yang tadi dirinya pesan, makan dengan tenang melihat banyaknya manusia berlalu-lalang. Dunia yang sibuk, pikirnya. Marc sibuk dengan pikirannya sendiri, masih terkejut dengan satu kenyataan bahwa sang kapten menyukainya.

Marc melihat jam dan sudah saatnya bagi dirinya untuk pulang. Tersenyum kecil melihat banyaknya manusia yang sibuk, sebelum pada akhirnya ia benar-benar beranjak dari toko roti tadi.

.
.
.

Usai membersihkan diri, Marc membaringkan diri di ranjang besar miliknya. Untung saja dirinya datang tepat waktu, jika tidak sang ayah akan marah besar dan mengungkit masalah kiprahnya di tim sepakbola, memuakkan. Membaca pesan-pesan diponsel, terkadang Marc tertawa kecil membaca pesan-pesan lucu temannya.

Terlalu fokus pada ponselnya, seketika ia terkejut melihat notifikasi dari Manu yang mengatakan jangan lupa datang pada pesta tim sepakbola sekolah. Ah ya, Marc memberikan nomornya pada Manu sebelum pamit undur diri untuk bergegas pulang.

Dan tentang pesta, Marc sebenarnya tak begitu dekat anggota tim, tapi jika Marc selalu menjaga jarak maka tak ada chemistry yang terjalin antaranya dan yang lain. Lagipula tidak buruk juga untuk datang berpesta, ini bukan kali pertama bagi Marc, dan Marc juga toleran akan alkohol.

Tentang Iñaki, Marc sudah memberitahu sahabatnya itu dan mengajak Iñaki untuk datang bersama, tapi sang sahabat menolak pemuda itu berkata ada acara keluarga yang harus dihadiri.  Dan Marc berharap pestanya akan menyenangkan seperti pesta-pesta yang ia kunjungi sebelumnya.

Setelah membaca dan membalas pesan dari Manu, Marc menutup benda persegi panjang pipih itu, dan membaringkan tubuhnya di ranjang dengan nyaman.

.
.
.

Sementara di sisi lain, Manu dengan kesendiriannya, kamar yang gelap dan rumah yang sepi. Hidup yang memuakkan bagi Manu, tapi mungkin tidak lagi untuk saat ini, sekarang dirinya memiliki mainan yang menyenangkan, dan Manu tak akan melepaskannya bagaimanapun.

Manu merasa hidup setiap kali dirinya melihat Marc, hati Manu terasa sesak setiap kali melihat Marc tersenyum. Manu sudah menyadarinya sedari awal, ia menyukai Marc dan tak akan pernah mau melepaskan pemuda itu.

Tak akan ada yang tahu rasa yang membuncah ini akan mengubah banyak hal, bukan hanya hidup Marc, tapi hidup Manu. Rasa obsesi Manu akan menghancurkan hidupnya dan hidup orang yang dirinya suka.

.
.
.

Hari itu tiba, hari dimana sebuah cerita akan dimulai. Sebuah obsesi, sebuah rasa sakit, semua akan dimulai.

Marc datang ke sekolah seperti biasa, belajar seperti apa yang dirinya lakukan sehari-hari, dan dengan Iñaki yang senantiasa menemaninya. Untuk Joshua, Marc lihat pemuda itu tengah sibuk dengan ujian, jadi Marc merasa sedikit lega tak ada junior berisik yang menempeli dirinya.

Ada yang berbeda kali ini, Manu yang sepertinya bersungguh-sungguh dengan apa yang pemuda itu katakan. Setiap kali Manu melihat Marc seperti tak ingin membuang kesempatan, kapten tim itu selalu mendekati Marc dan terkadang tersenyum manis pada Marc. Satu hal yang belum pernah Marc lihat.

I'm Sorry, Marc. [Manuel Neuer x Ter Stegen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang