Sinar matahari hari menyilaukan mata seseorang yang tengah terlelap, membuatnya menggeliat tak nyaman. Seseorang di sebelahnya menepuk-nepuk punggungnya, menenangkan. Tapi sepertinya tidak berhasil, ia terbangun.
"Selamat pagi, Marcie," sapa seseorang. Marc yang disapa mengerutkan kening, kepalanya pusing, pikirannya mengingat apa yang terjadi semalam. Tubuh Marc bergetar, nafasnya tersengal-sengal. Memundurkan badannya dari orang di depannya.
Matanya menyiratkan kesedihan mendalam, rasa kecewa, rasa dikhianati. "Kau," gumam Marc.
Manu mendekat, menarik Marc ke dalam pelukannya. "Sst tenanglah. Mulai sekarang kau adalah milikku, Marc." Marc memberontak dalam pelukan Manu, berteriak sekuat tenaga.
"Tidak! Kau bajingan sialan, lepaskan aku!"
"Tidak. Aku tidak pernah kehilangan apa yang aku mau, Marc. Termasuk dirimu." Manu mengecup pucuk kepala Marc.
Menggendong Marc seperti bayi koala, dan mengajak Marc untuk membersihkan diri.
.
.
.Kehidupan normal yang selama ini Marc jalani, berubah hanya karena satu hal. Marc tak pernah menyangka kehidupan remajanya akan berjalan serumit ini. Bertemu dengan Manuel Neuer adalah kesalahan terbesar Marc.
Bagi Manu, hidupnya itu monochrome. Tapi Marc datang sebagai warna. Manu yang tak pernah diajari kedekatan secara emosional dengan orangtua, dan bagaimana cara melampiaskan sebuah rasa. Sehingga Manu selalu melakukan tindakan impulsif.
Menyukai Marc adalah perasaan yang valid, hanya saja Manu tak tau bagaimana harus mengeskpresikan rasa sukanya. Dan mungkin juga, rasa suka Manu sudah menjadi obsesi besar.
Keduanya hidup di dunia yang berbeda. Marc dengan kehidupan normalnya, dan Manu yang hidup penuh dengan rasa hampa dan sepi. Kini keduanya dipertemukan tanpa sengaja, dan dipersatukan karena rasa suka, rasa obsesi seseorang.
"Aku ingin pulang," ucap Marc singkat. Manu mengangguk, mengantar Marc ke rumahnya dengan mobil miliknya. Hanya hening, Marc yang masih mencerna apa yang terjadi, dan Manu yang bertindak seperti biasanya, datar.
Tak membutuhkan waktu lama, Manu telah sampai. Tentu saja dirinya tahu, Manu beberapa hari terakhir telah mengikuti Marc, untuk mencari tau rumah pemuda di sampingnya.
Sebelum Marc turun, Manu menarik tangan Marc dan mencium bibir Marc, melumatnya pelan dan meninggalkan jejak gigitan di bibir pink Marc.
"Jangan pernah menghindari ku, atau kamu tau konsekuensinya, amor," ucap Manu dengan sedikit menggunakan bahasa Spanyol.
Marc menatap nyalang pada Manu. "Manusia sialan," ucapnya dan segera keluar dari mobil Manu, membanting pintu dengan keras.
Saat membuka pintu, rumah Marc sepi, kedua orangtuanya sedang menjalani tugas di luar kota. Dan Marc bersyukur mengetahui itu, dirinya tak harus beralasan banyak hal kenapa pulang di pagi hari.
Marc menidurkan dirinya di ranjang besar miliknya, tubuhnya terasa nyeri. Marc merasa kotor, Marc merasa dunia sudah tak lagi berpihak padanya.
Frustasi, Marc merasa sangat frustasi. Mengacak-acak rambut coklat almond miliknya, menangis saja rasanya tidak cukup. Kapten yang sudah Marc jadikan panutan, dan Marc segani. Juga Joshua, junior kesayangan juga mengkhianati dirinya.
"Aku kotor," gumam Marc, meringkuk menutupi dirinya dengan selimut. Menangis tanpa suara, tak tau bagaimana cara menghadapi dunia esok hari.
Tanpa disadari Marc tertidur karena kelelahan setelah banyak menangis.
.
.
.Jalanan kota tak begitu ramai, dan seperti biasa Manu datang pada teman dekatnya, Lewy. Disana sudah ada Thomas dengan secangkir kopi miliknya.
"Malam yang fantastik kawan," celetuk Thomas saat Manu mendudukkan dirinya di kursi depan Thomas.
"Tentu," jawab Manu singkat. Lewy datang diantara keduanya membawa cangkir kopi untuk Manu, dan ikut bergabung dengan keduanya.
"Aku sudah mendengarnya dari Thomas. Bagaimana tadi pagi?" tanya Lewy tanpa basa-basi.
"Dia memberontak dan menangis. Tapi aku berhasil menenangkan nya." Manu meneguk kopinya dengan santai.
"Jangan berlebihan padanya, Manu. Kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi kedepannya. Mungkin saja Marc bisa bebas dari perangkapmu." Lewy menjelaskan dan mendapat anggukan persetujuan dari Thomas.
"Tenang saja. Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja," jawab Manu penuh penekanan.
Kehidupan yang serba ada, dan selalu mendapatkan apa yang dimau membuat Manu menjadi pribadi yang arogan. Ketika menemukan kebahagiaan Manu dengan cara apapun akan mendapatkannya.
Tanpa disadari oleh Manu, sikapnya ini akan mengubah seluruh cerita hidupnya, mengubah pandangan Manu akan dunia.
Cinta, obsesi, dan rasa sakit. Malam itu adalah malam yang mengubah skenario kehidupan dua insan yang bertolak belakang.
tbc~~
hehehehehee
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, Marc. [Manuel Neuer x Ter Stegen]
FanficMarc André Ter Stegen, pemuda yang menyukai sepakbola, pemuda yang sangat suka menjadi penjaga gawang. Bagi Marc sepakbola adalah segalanya, sepakbola adalah hidupnya. Tapi apakah sepakbola akan tetap menjadi hidup Marc, apakah sepakbola masih segal...