It is done. Na sudah menikah dan menjadi milik Rico. Ini jalan terbaik untuk semuanya, batin Ted sambil memandangi hamparan laut. Sejak pertama kali Na memperkenalkan Rico kepadanya, ia sadar kalau ia tidak akan pernah memiliki Na. Wanita itu jatuh cinta dan tergila-gila pada Rico, bahkan terlihat sangat bersemangat setiap kali bercerita tentang pria itu.
Terluka? Tentu saja. Ia dan Na tumbuh besar bersama, bahkan orangtua mereka berniat menjodohkan, tetapi Ted menolak. Meskipun ia memiliki perasaan pada Na, ia tidak ingin Na menikah karena terpaksa. Ted percaya bahwa kedekatan yang mereka miliki sejak kecil bisa menumbuhkan rasa cinta itu sendiri. Namun, saat Na memberi tahu tentang perasaannya pada Rico, saat itu pula harapan Ted hancur berkeping-keping.
Dan semalam, saat Na menyatakan cinta kepadanya, ia tersadar. Na memang sangat membutuhkannya dan tidak dapat jauh darinya, tetapi bukan sebagai pasangan, melainkan sebagai saudara. Hari ini, ketika ia melihat Na berdampingan dengan Rico di pelaminan, ia merasa bahagia meskipun tak mampu menepis rasa sakit karena harus melepaskan wanita yang ia cintai. Na sudah bahagia dan itulah yang terpenting.
"Kukira kamu sudah pergi."
Suara Sasha yang ringan membuatnya menoleh cepat. Sejujurnya, ia tertarik pada Sasha. Selama menginap di sini, pandangannya tak pernah lepas dari wanita itu dan entah mengapa ia senang berada di dekat Sasha. Kehadiran Sasha seakan-akan membangkitkan semangatnya yang sudah lama hilang.
"Aku menunggumu. Kamu tahu itu, kan?" sahut Ted tenang.
"Nope," jawab Sasha cepat, duduk di kursi pantai yang kosong.
"Lalu, kenapa kamu ke sini?" tanya Ted penasaran.
"Just curious," jawab Sasha santai. Rambut hitam pekat itu terlihat bersinar di bawah sinar matahari yang mulai meredup.
"Padaku?" tanya Ted iseng.
"Bukan, tapi sama pertanyaanmu tadi," jawab Sasha tenang sebelum merebahkan tubuh dan menatap hamparan laut. Sasha benar-benar menarik, membuatnya gemas ingin merasakan bibir indah itu lagi. Jantungnya berdebar cepat ketika mengingat ciuman mereka di lift. Ia tahu kalau mereka baru mengenal selama beberapa hari, namun Sasha terasa begitu tepat dalam pelukannya.
Ted memerhatikan wajah Sasha yang cantik dengan mata hitam pekat, bibir indah merekah, serta hidung mancung yang menggemaskan. Ia yakin Sasha mampu menaklukkan pria dalam sekejap. Tetapi saat mengetahui kalau Sasha tidak ingin menjalin hubungan romantis dengan pria, ia pun jadi penasaran.
Ia merasa ada rahasia besar yang berusaha Sasha tutupi, terutama saat wanita itu berdiri di balkon dengan raut wajah aneh. Tampak seperti bukan Sasha yang ia kenal.
"Sudahlah, tidak perlu bahas lagi," kata Ted datar, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Great! Kalau begitu, aku punya waktu lebih untuk istirahat dan menikmati sunset. Hari ini cukup melelahkan. Kakiku rasanya mau copot," keluh Sasha sambil mengembuskan napas panjang tanpa menoleh sedikit pun padanya.
Matanya mulai memerhatikan setiap jengkal tubuh Sasha. Ingin sekali ia berpaling, tapi tidak bisa. Tubuh itu begitu sempurna, tidak kurus bagaikan tengkorak hidup dan juga tidak terlalu gemuk dengan payudara yang tidak terlalu besar. Kulit putih mulus yang sedikit menggelap karena sinar matahari pun tak menghilangkan aura cantik yang terpancar jelas.
"Stop looking at me like that!" tegur Sasha tiba-tiba dengan pandangan lurus ke depan, membuat Ted tersentak kaget.
"Like what?" jawab Ted salah tingkah. Sasha menyunggingkan senyum tipis, lalu menoleh menatap Ted.
"Sudahlah. Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Ted. Aku terbiasa dengan tatapan itu," jelas Sasha santai.
"Tapi kamu benar-benar cantik," puji Ted membela diri sebelum mengalihkan pandangan ke lautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Stolen Heart (21+) - The 'A' Series No. 3
RomanceWARNING 21++ !! (Cerita ini mengandung unsur adegan dewasa, kekerasan, dan kata-kata yang tidak diperuntukkan untuk anak di bawah umur. Harap kebijakannya dalam membaca.) ***** Sasha tak pernah ingin menjalin hubungan dengan pria. Ia tegar dan mandi...