🍼Bab 17 [Revisi done✓]🍼

2.4K 105 1
                                    

Saat Glenca mencoba memasukkan kartu pernikahannya ke dalam dompet yang terletak di dalam tas diatas nakas,tangannya gemetar tak percaya bahwa benar-benar sudah menjadi seorang istri.

Perasaan campur aduk memenuhi hatinya, dan ia merasa seakan-akan lehernya tercekik, sesak oleh rasa menahan tangis yang ingin pecah.

"Pah! Mamih! Maafkan aku! Aku tidak memberitahukan kalian, aku telah menjadi milik keluarga orang lain!" gumamnya sambil berjongkok di lantai, air mata meluncur deras dari matanya.

Ia merasakan sedih yang mendalam, mencoba keras menahan air mata yang ingin mengalir deras. Tangannya yang dihiasi oleh henna pernikahan berwarna putih bergetar dengan ketidakstabilan yang ia rasakan.

Tanpa sengaja, Elkairo mendengar suara isakan dan tangisan itu, membuat hatinya berdesir. Ia mendekatkan daun telinganya ke pintu, mencoba mendengarkan dengan seksama.

Tok... tok... tok... Elkairo mengetuk perlahan pintu tersebut, mencoba memberi tahukan kehadirannya bagi Glenca.

"Glen, sudah ganti bajunya?  Ibu menyuruh kita berkumpul," ujar Elkairo dengan suara lembut di balik pintu yang masih tertutup.

Glenca segera menyeka air matanya dengan cepat dan berusaha untuk menampilkan wajah yang terlihat baik-baik saja. Ia ingin menyembunyikan perasaannya yang sedang hancur dan takut bahwa Elkairo akan melihat kelemahannya.

"I-iya, sebentar lagi!" ucap Glenca dengan suara terbata, berusaha untuk mengontrol suaranya yang gemetar.

Mereka duduk bersama di sofa di ruang tengah, suasana menjadi tegang saat Lasmita menghela nafas dengan kasar, menandakan bahwa ia akan memulai pembicaraan yang penting.

"Sekarang kalian sudah sah jadi suami istri jadi tidak akan khawatir jika kalian bertidak sesuatu..." ucapnya sambil tetap memperhatikan dengan penuh kasih sayang bayi yang tertidur di dekapannya.

"Dan besok lusa kita melangsungkan resepsi pernikahan dengan acara akikahan Jevariel!" sambung Lasmita, wanita yang berusia kepala empat itu.

Glenca mendengar kata-kata tersebut dan akhirnya mendongak, ingin memberikan pendapatnya.

"Bu, kalau kita tidak perlu membuat acara resepsi pernikahan gimana?aku takut warga desa mengira yang tidak-tidak tentang pernikahan ini" ujar Glenca dengan suara yang terdengar lemah, dan matanya terlihat sayu.

"Iya bu, El juga merasa kita ga usah buat acara resepsi, kita ganti saja acaranya dengan acara yang lain" sambung Elkairo yang duduk di samping istrinya, memberikan dukungan pada pendapat Glenca.

Lasmita menatap pasangan muda itu dengan tatapan tajam, mencoba membaca ekspresi mereka. Namun, tatapannya terganggu oleh suaminya, Daniswara, yang memberikan saran.

"Bagaimana jika kita mengganti resepsi pernikahan dengan pengajian syukuran khitanan bayi Jevariel?" ucap Daniswara, ikut berbicara dalam pembicaraan tersebut.

Lasmita memalingkan kepalanya, menatap suaminya dengan pandangan tajam. "Jevariel masih terlalu kecil, belum genap satu minggu, bagaimana mungkin kita akan mengkhitan bayinya?" tanyanya dengan nada sinis.

"Ya, emangna kunaon mun di sunat ayeuna? Waktu Elkairo baru lahir dulu langsung dikhitan," sahut Daniswara sambil tersenyum, lalu memandang ke arah Elkairo.

Ketika mendengar hal itu, Glenca tiba-tiba terkejut, berusaha menahan tawa. Namun, ia langsung tersentak dan tersedak, kejutan dan tawa campur aduk dalam dirinya.

Dengan cepat, Glenca berdeham untuk mengakhiri batuk tersendatnya.

"Ehm, iya Bu, aku setuju dengan pendapat Bapak! Kita bisa mengkhitan Jevariel selagi masih kecil dan belum rewel," jawab Glenca, mencoba menahan senyumnya.

Rumah untuk Jevariel [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang