🍼Bab 19 [Revisi done✓]🍼

2.5K 85 1
                                    

Dengan tubuh atletisnya, Elkairo perlahan membaringkan Glenca di sisinya. Satu tangan kokohnya dengan lembut menahan kepala sang istri agar terletak nyaman di atas bantal, sementara tangan lainnya dengan penuh kasih menutupi tubuh Glenca dengan selimut tebal.

Kemudian, Elkairo meletakkan kepalanya di tepi bantal, wajahnya kini menghadap langsung ke arah dada Glenca yang terbalut pakaian setengah terbuka. Ia merendahkan kepalanya, membenamkan wajahnya di ceruk yang dihiasi lekukan indah milik sang istri.

"Tolong, Kerja samanya istriku!" ucapnya dengan suara lembut, membuat Glenca terbelalak dengan rona merah di pipinya.

Meskipun hanya mengenakan setengah pakaian, Glenca merasakan hawa panas yang menjalari tubuhnya. Pelukan erat Elkairo dan selimut tebal yang melingkupinya membuatnya merasakan kegerahan yang tak tertahankan.

"El...aku kepanasan," desisnya pelan, mencoba menyampaikan ketidaknyamanan yang dirasakannya.
Elkairo hanya tersenyum lembut, menyadari bahwa istrinya merasa tak nyaman.

"Yang penting nggak masuk angin!" ujarnya, mencoba menenangkan Glenca dengan cara yang menurutnya benar.

Keheningan kembali merayap di antara mereka, hanya terdengar deru napas yang saling bersahutan.Elkairo bangkit dari posisi berbaring, duduk tegap di tepi ranjang.

Dengan gerakan lembut, ia membuka kancing kemeja bagian atasnya, memperlihatkan tubuh atletisnya yang sedikit basah oleh keringat. Setelah itu, ia bergerak perlahan mendekati Glenca yang masih terbaring, kemudian berbaring di atas tubuh istrinya.

Saat mata mereka saling bertemu, wajah Glenca terpancar jelas dengan raut kegugupan. Elkairo merasakan gejolak emosi yang tak terelakkan saat napas mereka saling berbaur, membuat suasana semakin mistis.

"Gue sebenernya udah suka sama Lo dari lama.. istriku!" ucap Elkairo dengan suara yang lembut. Perlahan, ia menyentuhkan bibirnya di kening Glenca, memberikan kecupan penuh kasih.

Namun, spontan Glenca menahan dada Elkairo dengan tangan lembut, memberinya isyarat untuk diam dan tidak melakukan gerakan apa pun.

"El, jangan sekarang!" bisiknya dengan suara penuh kehati-hatian.
Elkairo terdiam sejenak, lalu kembali berucap,

"Kewajiban seorang istri... Gue juga tahu masa mentruasi lo udah bersih dari dua hari yang lalu!" Ungkapan itu membuat Glenca terkesiap, entah bagaimana caranya ia bisa menolak keinginan suaminya untuk malam ini.

Dengan suara sedikit terbata, Glenca berusaha memberikan Elkairo sedikit ruang untuknya. "Jangan sekarang please... Bayi Jevar nanti kebangun!!" ujarnya pelan, menolehkan kepalanya ke arah sosok sang bayi yang masih tertidur di sisi mereka.

Perkataan Glenca membuat Elkairo menyadari keberadaan bayi itu. Ia pun terdiam, menyadari bahwa bila bukan karena adanya Jevar, tak mungkin ia bisa memiliki wanita yang begitu ia kagumi sejak pembagian kelompok KKN beberapa bulan lalu.

Dengan perlahan, Elkairo beranjak turun dari ranjang. Ia mengangkat bayi laki-laki itu dengan lembut, bersiap untuk memindahkannya.
"Eh mau di Kemanain??" tanya Glenca berbisik, sedikit khawatir.

Elkairo hanya tersenyum kecil, lalu menidurkan bayi beserta kasur tempatnya tidur di atas sofa panjang berwarna coklat yang berada di sisi kamar, dekat jendela yang tertutup tirai menuju balkon.

"Hanya sebentar saja.. Nanti Phiu Janji tidur bertiga lagi!" ujarnya pelan, mengecup pipi sang bayi yang tampak nyaman tertidur di alas manapun.

Glenca benar-benar tidak habis pikir, dirinya tak ada celah untuk kabur. Ia ingin menjadi ibu laktasi bagi sang bayi, namun nasibnya justru berujung seperti ini.

Suasana di dalam kamar menjadi semakin tegang. Glenca tampak gelisah, sementara Elkairo berusaha menenangkan situasi dengan memindahkan bayi Jevar.

Elkairo kembali mendekati Glenca, sorot matanya penuh dengan keinginan yang tak bisa tertahan. Namun, ia berusaha mengontrol dirinya, menghargai keinginan sang istri untuk tidak terburu-buru.

Elkairo kembali mendekati Glenca yang setengah duduk di atas ranjang, punggungnya bersandar pada kepala tempat tidur. Ia kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang istri, menghirup aroma tubuhnya yang begitu memabukkan.

Dengan bibir lembabnya, Elkairo bergumam, "Tenang saja.. tadi aku sudah minum pil kontrasepsi jadi dipastikan kita tak mungkin memiliki adik bayi untuk Jevariel untuk beberapa waktu ini! Sebelum dirinya lepas dari ASI." Pernyataan itu membuat detak jantung Glenca kembali berpacu.

Tangan kekar Elkairo memegang belakang leher Glenca, menariknya dalam sebuah ciuman penuh gairah. Bibir manisnya membuat Elkairo seakan ketagihan, hampir membuat Glenca kehabisan napas.

Kini, lelaki itu menjamahi setiap lekuk tubuh istrinya, mencumbunya dengan sentuhan menggoda. Glenca hanya bisa menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan gejolak perasaan saat menghadapi ganas Elkairo.

Perlahan, Elkairo menyusupkan tangannya di antara lutut Glenca, teringat akan luka sang istri yang belum sepenuhnya pulih. "Lutut mu baik-baik saja kan?" tanyanya dengan sorot mata yang penuh perhatian.

Glenca hanya mengangguk pelan, membuat Elkairo bernafas lega. Kemudian, tangannya mulai berusaha melepaskan celana tidur milik sang istri, sesekali memainkan paha mulusnya. Desahan tertahan Glenca lolos dari bibir, membuat telinga Elkairo semakin panas.

Elkairo tersenyum simpul, melihat reaksi Glenca yang berusaha menutupi mulutnya agar suara-suara tak senonoh tak terdengar hingga ke lantai bawah. Ia semakin tak tertahan, ingin segera memiliki Glenca seutuhnya.

Elkairo tidak bisa menahan gairahnya lagi. Beludrunya yang menegang dengan sempurna telah siap untuk menerobos pertahanan sang istri. "Aku akan pelan-pelan!" ujarnya sebelum akhirnya menyatukan diri dengan Glenca.

Saat Elkairo menyusup dan mendominasi pertahanan milik Glenca, perempuan itu tak kuasa menahan air mata yang mengalir dari sudut matanya. Glenca meremas erat selimut yang menutupi tubuh mereka, merasakan sakit luar biasa saat Elkairo menyatu dengannya untuk pertama kali.

Wajah Glenca merah padam, menahan sensasi yang memenuhi seluruh tubuhnya. Jari-jari lentiknya tanpa sadar mencakar punggung suaminya, sementara Elkairo larut dalam kenikmatan yang memabukkan.

Meskipun tahu Glenca kesakitan, Elkairo tak mampu mengendalikan diri, terus tenggelam dalam ritme permainan mereka yang semakin menjadi.

Di lantai bawah, Lasmita dan suaminya, Daniswara, tengah sibuk menyusun barang-barang. Tak sengaja, mereka mendengar suara gaduh dari lantai atas, membuat Lasmita merasa kesal.

Ia berpaling sinis ke arah Daniswara.
"Astaghfirullah! Anakmu danis! Istrina karek gen sabaraha hari lahiran geus dikumaha deui itu!!" ucapnya dengan suara yang penuh kekesalan.

Daniswara hanya bisa tertawa kecil, sambil memberikan jawaban."Ya sudah bu, wios atulah namanya juga anak muda, nu penting mereka geus Sah!" ujarnya sambil tersenyum lebar.

Keduanya melanjutkan kegiatan mereka, merapikan barang-barang dengan sibuknya. Suara-suara dari lantai atas masih terdengar samar, membuat Lasmita semakin jengkel.

Namun, Daniswara tampak memaklumi situasi tersebut, menganggapnya sebagai hal yang wajar bagi pasangan muda yang baru menikah.

Permainan indah Glenca di bawah kepemimpinan Elkairo membuat lelaki itu tak sabar menumpahkan seluruh kepuasannya. Ia mengerang tertahan dan terus memainkan tubuh istrinya, hingga akhirnya lahar panas miliknya menyembur ke dalam Glenca, membuat keduanya terengah-engah dengan deru napas yang saling bersahutan.

Keringat membasahi wajah lembab Glenca, membuat Elkairo semakin tergoda untuk mencicipi setiap incinya. Ia mencium wajah sang istri dengan penuh gairah, menikmati setiap sensasi yang melingkupi mereka.

"Belum sayang!" ujar Elkairo di sela-sela napasnya yang memburu. Tubuhnya masih penuh tenaga, kembali menjamahi Glenca tanpa ampun.

Bersambung

Rumah untuk Jevariel [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang