🍼Bab 14 [Revisi done✓]🍼

2.5K 108 0
                                    

Glenca hanya bisa terdiam, memandangi interaksi antara Lasmita dan mbah putri dengan raut yang sulit dibaca. Ia masih belum terbiasa dengan budaya dan kebiasaan di desa ini, namun berusaha untuk menyesuaikan diri.

Dalam hati, ia berharap dapat menikmati pemijatan yang dijanjikan, sekaligus menghilangkan rasa lelah setelah melewati perjalanan yang melelahkan.

Glenca hanya bisa mengikuti langkah Lasmita, penasaran akan kehadiran tukang pijat yang disediakan untuknya. Ia berharap dapat beristirahat dengan tenang setelah perjalanan melelahkan ini, serta menikmati pemijatan yang akan menyegarkan tubuhnya

Lasmita, sedang duduk di kursi goyang di teras, menimang Jevariel yang sudah mandi dan harum. Bayi kecil itu terlihat nyaman di pangkuan neneknya, dengan wajah yang penuh kepolosan dan matanya yang cerah.

"Ya sudahlah, Pak. Biarin we atuh sakali kali bawa gadis kota kana motor sakalian liat pemandangan desa!" kata Lasmita dengan lembut,
Glenca bergabung dengan mereka, tampak lelah namun bahagia setelah perjalanan yang cukup melelahkan. Ia memeluk Jevariel dengan penuh kelembutan,

"Ehm harumnya..Jagoan Mhiu udah mandi! " ucap Glenca sambil mencium lembut pipi bayinya.

"Yaudah masuk gih ibu udah manggil tukang pijit!"sambung lasmita
Mendengar penuturan Lasmita tentang kehadiran tukang pijat, Glenca tak bisa menyembunyikan raut kebingungan di wajahnya.

"Tukang pijat?" tanyanya dengan nada penuh tanda tanya.

Lasmita mengangguk mantap. "Iya, kan kamu baru saja melahirkan harus di pijat terlebih dahulu sekalian biar bisa ngelancarin ASI mu!" jelasnya dengan bijak.

Tanpa sengaja, percakapan itu tertangkap oleh telinga Elkairo. Ia berdeham sejenak, lalu berusaha menenangkan diri. "Aku masuk nyimpan ini dulu!" ujarnya sembari melangkah cepat memasuki rumah, membawa beberapa paperbag hasil belanja mereka.

Tak lama kemudian, muncul sosok wanita tua yang Glenca yakini sebagai mbah putri, sang tukang pijat yang diundang Lasmita. Dengan senyum lebar, ia menyapa mereka.

"Mbah masih henteu nyangka kamu udah punya anak dari hasil nikah sama gadis kota! Naha meuni teu ngundang atuh ka mbah teh! Can aya aya acan kabar Aranjeun nikah!" tuturnya sembari menyiapkan matras untuk memijat.

Saat Elkairo tengah berada di dekat lemari, ia terkejut mendengar pertanyaan yang terlontar dari mbah putri, si tukang pijat. Dengan cepat, pemuda itu berusaha mencari alasan yang masuk akal.

"Nggak sempet mbah soalnya nikahnya dijakarta!" jawabnya, mencoba membenarkan keadaan.

Sementara itu, Glenca perlahan membuka pintu dan memasuki kamar. Raut wajahnya tampak campur aduk, menampilkan perasaan yang sulit dijabarkan. Namun, begitu mbah putri melihat kehadirannya, pandangan wanita tua itu langsung tertuju pada Glenca yang begitu memesona.

"Masya Allah, cantiknya!" gumam mbah putri dengan suara pelan, tetapi cukup terdengar oleh Glenca.
Tanpa banyak bicara, mbah putri mempersilakan Glenca untuk duduk di atas matras yang telah disiapkan di lantai.

Glenca pun menurut, meskipun dalam hati ia merasa malu dan tidak nyaman dengan perhatian yang begitu terfokus padanya.

Jemari keriput mbah putri mulai bergerak lembut, menelusuri punggung Glenca. Sesekali, wanita tua itu terlihat kagum dengan kulit mulus dan lembut sang menantu. Sementara itu, Elkairo memilih untuk menjaga jarak, hanya memperhatikan dari kejauhan dengan wajah yang sedikit memerah.

Suasana di dalam kamar terasa senyap, hanya terdengar desas-desus pelan dari mbah putri yang terus menggumamkan pujian. Glenca mencoba untuk menikmati pijatan itu, berharap dapat meredakan rasa lelah yang masih terasa di seluruh tubuhnya.

Rumah untuk Jevariel [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang