🍼Bab 12 [Revisi done ✓]🍼

2.7K 85 3
                                    

 
Glenca hanya bisa terdiam, pandangannya tertunduk. Hatinya dipenuhi rasa gelisah yang tak terucapkan, menyadari kesalahannya.
"Sebenarnya, apa yang terjadi? Ibu tidak pernah menyangka Elkairo akan bertindak sembrono seperti ini," lanjut Lasmita dengan nada kecewa yang mendalam.

Tiba-tiba, isakan tangis Glenca pecah. Suara tangisnya yang penuh keputusasaan membuat hati Lasmita terenyuh.

"Maafkan, Bu! Maafkan aku! Seharusnya aku..." Glenca tergugup, perasaan campur aduk membuatnya semakin frustrasi atas keputusan yang telah diambilnya.

Isak tangis Glenca yang menyayat hati membuat Lasmita ikut merasakan kesedihan yang mendera menantunya. Tangannya yang semula menggenggam dot susu, kini beralih untuk menepuk-nepuk pelan punggung Glenca, berusaha menenangkan.

Lasmita menatap Glenca dengan sorot mata yang melembut. Dengan gerak lembut, ia menepuk-nepuk pelan punggung Glenca, berusaha menenangkan.

"Sudahlah, maafkan Ibu. Jangan menangis, nanti anakmu ikut menangis!" ujar Lasmita dengan nada yang penuh kasih. "Sekarang, istirahatlah. Biar Ibu yang akan menidurkan bayi ini ketika ia sudah mengantuk."

Glenca mengangguk pelan, lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya, berusaha menenangkan diri.
Sementara itu, di luar rumah, Elkairo duduk termenung di sebuah kursi kayu. Pandangannya menerawang ke kegelapan malam, ditemani suara jangkrik yang mengisi kesunyian.

Pikirannya dipenuhi kegelisahan dan kebingungan, mencoba memahami segala yang terjadi.

Tiba-tiba, seorang lelaki paruh baya dengan postur tinggi dan tubuh berisi datang, mengenakan sarung. Ia duduk di kursi kayu yang berada di sebelah Elkairo, di dekat meja bundar.

Daniswara menatap Elkairo dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya bertanya, "El, naha maneh teh bisa bertindak gegabah! terus kumaha kadituna? geus ngabejaan ka orang tuana mih datang jadi wali"

Elkairo menundukkan kepalanya, mencoba menyusun kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan sang ayah. "Teu acan, Pak. Orang tua Glenca masih di Korea."

Mendengar jawaban itu, kernyit kening Daniswara semakin dalam. "Korea? Naha meuni jauh.. sugan jadi TKW?" tanyanya dengan nada keheranan.

Elkairo menggelengkan kepala perlahan. "Sanes kitu Pak, Glenca teh keturunan Blasteran,Ibuna orang Jakarta bapakna orang Korea,samisal ngawartosan gen moal pasti datang"
Raut wajah Daniswara berubah,

campuran antara kekecewaan dan kemarahan terpancar dari sorot matanya."Ya Allah Elkairo! bisa-bisana maneh ngarusak gadis kota mana blasteran deuih! engke kumaha ngajeulaskeun nana mun papanggih bapak na, geus lah biar besok bapak nu neangan batur mih bisa jadi wali nikah Glenca!" omelnya sembari beranjak dari kursi,

mengajak Elkairo untuk segera melaksanakan shalat Isya.
Beberapa menit setelah melaksanakan shalat Isya, Daniswara tampak tertidur pulas di atas sofa ruang tengah, mulutnya terbuka lebar.

Di sisi lain, Elkairo terlihat serius memilah-milah nama untuk sang bayi baru lahir, mencoba menggabungkan saran-saran dari sang ayah.

Jevariel Fabio Beltrame, begitulah tertulis di atas selembar kertas yang digenggam Elkairo, disertai dengan arti-arti dari nama tersebut. Dari arah tangga, Lasmita turun perlahan, lalu duduk di samping Elkairo.

Rumah untuk Jevariel [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang