02. Dia Jagat

181 11 40
                                    


Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya.

Hadist riwayat al-Bukhari dari Utsman bin Affan.

✨Happy reading ✨

Nyatanya, menghabiskan beberapa menit di penghujung malam dengan membaca kitab, belum benar-benar bisa menyejukkan hati, jiwa, maupun pikirannya. Laki-laki dengan Koko putih itu bangkit, mengambil gelas yang berisi setengah susu dan tiga butir kurma.

Laki-laki berkulit sawo matang, dengan potongan rambut ala-ala oppa Korea itu menghabiskan penghujung malam hari dengan beberapa kitab yang ia baca. Ditemani dengan segelas susu hangat dan tiga butir kurma, sudah menjadi kebiasaan lama yang hingga kini masih lekat padanya.

Abi sudah menemukan wanita yang baik, untukmu, Nak.

Ulangan kata serta kalimat itu terus berputar di kepalanya. Bukan hanya sekali, melainkan berulang kali. "Abi-Abi, entah kapan, Abi akan berhenti menjodohkan Jagat. Jagat masih sama dengan berpegang teguh pada prinsip Jagat, untuk menunda pernikahan."

Terdengar, helaan napas pasrah dari mulut laki-laki itu. Ia mengusap wajahnya kasar. Berat rasanya untuk menolak kembali tawaran sang Abi untuk menikahkan ia dengan wanita pilihan Abi-nya.

Setelah beberapa lama ia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk mencari ketenangan dengan berada di dekat sang Rabb. Bukan hanya hati yang tenang yang ia dapat, tetapi juga jiwanya.

Pikiran laki-laki itu selalu berat, saat berbicara bahkan membahas tentang pernikahan. Topik yang seharusnya terkesan hangat dan ramah itu berbeda ditelinganya, menjadi topik yang amat menakutkan dan sangat dihindari.

"Lebih baik, saya ke masjid saja. Menunggu waktu subuh tiba," ucap Jagat menutup pintu ruangan.

Kerumunan anak-anak kecil di pekarangan masjid menyambutnya, membuat Jagat tersenyum dan merasa hangat saat didekat mereka.

Berkeinginan untuk menjadi Ayah di usia muda dengan dua orang anak merupakan cita-citanya sejak lama yang tertunda, bahkan hingga saat ini.

"Kakak, mau ajarkan kita membaca Al-Qur'an?" tanya seorang anak menghampiri Jagat.

Jagat tersenyum. Berjongkok, menyetarakan persamaan tinggi dengan seorang anak itu. "Memangnya, guru Tahsin di Pesantren Darul Jannah ke mana?"

Pesantren Darul Jannah? Bukankah itu Pesantren yang di pimpin oleh Gus Azam, lalu mengapa Jagat berada di sana?

Ya, benar kini Jagat atau Muhammad Jagat Nataprawira putra itu tengah berada di pesantren Darul Jannah. Bukan tanpa sebab, ia berada di sana melainkan karena satu dan lain hal yang membuatnya harus menetap tinggal di sana.

Salah satu anak mengerucutkan bibirnya gemas, "Jadi, Kakak ngga mau ajarin kami Tahsin? Sungguh sayang sekali." ucapnya memalingkan wajahnya.

"Astagfirullah," Jagat mengusap wajahnya, tersenyum. Tak kuasa melihat tingkah laku anak itu.

"Kamu itu, menggemaskan." ucapnya Jujur. "Kakak mau, hanya saja tidak kali ini, karena Kakak harus mengumandangkan azan terlebih dahulu."

"Ooooo... Kakak pengganti muadzin subuh ini, ya?" tanya seorang anak laki-laki yang bernama Habie.

Mata besar milik Habie itu benar-benar membuat Jagat gemas. Pipi yang mengembang bersemu kemerahan, dengan badan yang berisi, manusia mana, yang takkan gemas melihat anak itu. Ditambah, dengan bibir membulat sempurna, lucu sangat.

"Muadzin?" Alis Jagat bertaut. Ia bingung sekaligus heran dengan pertanyaan anak itu.

Anak itu mengangguk. "Iya, Gus Azam bilang, muadzin subuh ini udzur, karena sakit, jadi beliau tidak ada."

BahiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang