28. Ibu atau Ummi?

49 8 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Selamat hari Jum'at.

Jangan lupa surat Al-Kahfi dan sholawatnya yaaa

––––—Happy reading———

Sekembalinya dari mushola tadi, Jagat dan laki-laki yang berjalan di belakangnya masih tetap diam. Duduk sedikit berjarak, dengan perasaan khawatir yang masih membuncah di dadanya. Ada apa sebenarnya? batin Jagat merasa penasaran. Melihat laki-laki yang sempat memunggunginya tadi, sekarang terduduk dengan tangannya yang senantiasa memegangi satu batang rokok di tangannya.

"Sudah melaksanakan kewajibanmu?" tanya laki-laki itu. Ketika menyadari kedatangan Jagat.

Jagat tetap diam. Tidak menjawab pertanyaan laki-laki itu——tetap diam dengan menunduk. Hanya memberi sebuah anggukan sebagai jawaban. Ia masih tak mengerti dengan apa yang tadi laki-laki itu bicarakan. Laki-laki itu terlalu misterius untuk Jagat yang penasaran.

"Sedikit banyaknya kisah kehidupan kamu, saya tahu bahwa kamu adalah seorang manusia yang berlarut-larut dalam sebuah penyesalan. Penyesalan yang mendalam terhadap apa yang telah kamu lakukan di masa lalu." katanya tiba-tiba.

Jagat akui bahwa apa yang telah laki-laki itu katakan memanglah benar adanya. Bahkan sangat benar sekali. Satu hal yang harus ia pertanyakan pada laki-laki itu, 'mengapa bisa dia mengetahui hal itu? Hal yang mungkin bisa dikatakan hal yang tak wajar diketahui oleh orang lain.

"Dari mana anda mengetahui hal itu?" Pertanyaan yang diajukan Jagat membuat laki-laki itu kembali tersenyum ke arahnya.

Laki-laki itu mengangguk, "Saya tahu apapun tentang kamu."

Namun, setelah ia mengatakan kata setelahnya, ia benarlah bingung dengan apa yang tengah laki-laki itu katakan. Jagat hanya mengangguk dan tetap terdiam. Memperhatikan gerak mulut laki-laki itu saat berbicara, dan mencoba untuk sabar, demi mengetahui tujuan laki-laki itu menculiknya dengan dasar ingin Jagat mengetahui sebuah kebenaran.

"Ibu yang selama ini membesarkan mu, dia bukanlah ibu kandungmu. Dia adalah wanita jahat yang telah membuat ibumu meninggal." Pria itu kembali mendekati Jagat. Hendak merangkulnya dengan perasaan empatinya terhadap Jagat.

Sesegera mungkin, Jagat menggelengkan kepalanya cepat. Menghempas perkataan laki-laki itu juga tangannya yang sempat menyentuh tubuh Jagat, enggan untuk mempercayainya dan enggan untuk disentuh, "Jangan berbohong! Saya tidak suka kebohongan!" tekan Jagat.

"Jangan pernah anda mengatakan hal buruk terhadap Ummi saya. Saya tidak suka, dan anda..." Jagat mengacungkan jari telunjuknya tepat pada wajah laki-laki itu. "tak pantas mengatakan hal buruk terhadap surga saya." kata Jagat. Penuh amarah.

Dari semua yang ingin ia ketahui, mengapa harus kebenaran itu yang terungkap? Jagat saat itu tak mampu berpikir jernih pun terus menggeleng mengusir kebenaran perkataan laki-laki itu.

"Apa kebenaran aku adalah pamanmu dan kakakku adalah ibumu tidak cukup untuk menjadi sebuah kebenaran yang ingin kamu ketahui, wahai keponakanku?" tanya laki-laki itu. Menengadahkan kepala Jagat dengan tangannya.

"Haruskah saya mempercayai tipu daya anda?" Jagat meragukan. "anda berbicara tanpa dilandasi oleh bukti. Lalu, bagaimana bisa saya mempercayai anda?"

BahiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang