BAB 7

199 3 1
                                    

NOTE : BAB 4 - BAB 6 dapat dibaca di KaryaKarsa. Link tertera di kolom komentar.

*****

Wade duduk di salah satu sudut meja bar yang cukup ramai di siang hari. Setidaknya, hiruk pikuk pengunjung mampu mengalihkan pikiran Wade dari kejadian memuakkan di ruang tidur Becca.

Sudah dua gelas wiski dan tiga botol bir ia habiskan sejak pertama kali tiba di bar. Semua itu ia lakukan demi mengusir rasa kesal dan menjernihkan pikiran agar dapat menciptakan baris demi baris lirik lagu yang ditugaskan Nico dua minggu lalu. Sayangnya, sudah berjam-jam Wade duduk berkutat dengan kata demi kata, tapi ia masih belum bisa menciptakan satu lirik pun.

Kepala Wade tertunduk tegang menatap notes bersampul biru tua, sementara pulpen dalam genggaman mencoba menuangkan kata demi kata dalam benaknya. Untuk yang ke sekian kali, Wade mencoret kesal kata-kata yang baru saja ia tulis, kemudian membalik halaman notes dan kembali menulis beberapa kata baru yang tersirat di benak.

Namun, kata-kata itu hanya bertahan beberapa detik saja di sana karena Wade kembali mencoret dan menggantinya dengan yang lain. Entah sudah berapa kali ia melakukan tindakan konyol tersebut hingga beberapa halaman terbuang sia-sia. Akhirnya, ia pun menyerah, lalu mengentak kesal pulpen ke atas notes yang telah dipenuhi coretan.

"Damn it! Dia pasti marah besar kalau tahu aku belum menciptakan satu lirik pun. Sial! Sial! Sial!" gumam Wade putus asa seraya mengacak-acak frustrasi rambutnya. "Oh, God! What should I do?"

Wade menghela pasrah, lalu mengusap kasar wajah dengan telapak tangan, benar-benar menyerah. Tak mampu lagi berpikir, ia menutup notes disertai perasaan putus asa, lalu memasukkannya ke saku jaket kulit. Setelah meneguk habis sisa bir dalam botol, Wade beranjak meninggalkan bar dan bergegas kembali ke kantornya yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Sekarang adalah hari Sabtu, tapi terasa seperti hari Senin yang sibuk dan penuh kepenatan. Biasanya, ia menghabiskan waktu bersama Simon demi melepas penat. Namun kali ini, Wade memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan hingga hari berubah menjadi malam.

Bulan bersinar cukup terang ketika Wade keluar dari kantor. Ia segera kembali ke kondominium yang berlokasi di Clovelly, New South Wales. Sebuah bangunan bertingkat di pinggir pantai yang menghadap langsung ke Gordons Bay.

Sesampainya di kondominium, Wade menghabiskan waktu dengan berendam sambil mendengarkan alunan lagu Lovesong milik The Cure yang terasa begitu menenangkan. Lagu ini begitu bersejarah baginya dan Tania.

Sejenak, ia mengenang kembali momen indah bersama Tania. Saat itu, mereka sedang makan malam romantis di pinggir pantai. Ia menyewa grup musik akustik, sementara hidangan mewah tersaji di meja. Tepat ketika matahari terbenam, Wade mulai menyanyikan lagu tersebut diiringi para pemusik. Di akhir nyanyian, Wade berlutut di hadapan Tania dan melamar wanita itu.

Masih segar di ingatan Wade akan raut bahagia dan air mata yang menggenangi mata indah Tania ketika menerima lamarannya. Semenjak itulah, Tania sangat menyukai lagu Lovesong dan sering melantunkannya setiap kali merindukan Wade.

Selama beberapa saat, Wade memejam, berusaha rileks dan membiarkan air hangat menenangkan setiap saraf di tubuhnya. Lambat laun, pikiran Wade mulai tenang dan lama kelamaan ia pun terlelap.

Tiba-tiba, Tania datang ke dalam mimpi singkat Wade. Wanita itu tersenyum hangat seperti biasa dan menatapnya dengan sorot penuh cinta yang selalu membuat Wade tak berdaya. Begitu merindukan Tania, ia terus memandangi wajah cantik itu.

Perlahan-lahan, Tania bergerak mendekat, lalu membelai lembut pipi Wade. Ia begitu merindukan belaian hangat itu, dan tak terasa air mata mulai menggenang. Tak ada yang tahu betapa besar harapan Wade agar Tania kembali dalam pelukannya. Sayangnya, itu hanyalah harapan yang tak akan pernah terwujud. Ia pun hanya bisa berduka dan terbiasa merasakan perih yang menyiksa batin setiap kali merindukan Tania.

Crazy Of You (21+) - The "C" Series No. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang