"mama papa!" Raungan kesedihan dari anak kecil yang baru saja menginjak usia sepuluh tahun, hujan yang mengguyur turun tidak menutup suaranya.
Saat ia sadar bahwa orang tuanya tidak ada gadis kecil menangis, kenapa mika ditinggalkan? Kenapa orang tuanya tidak ada saat ia bangun? Hanya raut kesedihan mengingat bahwa ia sendiri.
"Nak apa kamu baik-baik saja? Dimana orang tuamu?"
Pria paru baya berlari melewati hujan, ia khawatir lokasi yang mungkin terjadi adalah tempat dimana keluarga sering pergi piknik.
Yang di lihat adalah anak kecil menangis seorang diri dekat dengan aliran sungai yang meluap.
"Nak," pria paruh baya melihat sungai yang coklat tidak lagi bening.
"Mama dan papa menghilang, hwaaaa!"
Pria paruh baya menggendong gadis kecil menutupinya dengan jaket yang ia kenakan, "mulai hari ini kamu akan bersama paman kita akan cari manisan bagaimana?"
Ia tidak bisa meninggalkan seorang gadis kecil sendiri, seperti juga harus langsung menelpon tim pencari untuk orang tua si gadis kecil. Tidak adanya perlawanan ataupun Isak tangis yang menyedihkan, mengintip sedikit setelahnya bernafas lega ternyata gadis kecil tertidur karena lelah menangis.
Membawa pulang ia disambut dengan istrinya, sang istri langsung menangis mendengar bahwa gadis kecil sebatang kara saat ini.
"Anata, jika nanti ayah dan ibunya tidak ditemukan apa kita akan mengirimkannya ke panti asuhan? Aku tidak mau gadis kecil ini tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup."
"Itu yang aku pikirkan, kita akan merawatnya."
Hari demi hari berlalu si gadis setiap harinya selalu murung tidak mau tersenyum. Sampai hari dimana para petugas datang gadis kecil mengintip.
Petugas menggelengkan kepalanya mereka bahkan tidak menemukan jasadnya.
"Mika ayo bibi akan pergi ke pasar kita akan beli sayuran untuk sarapan."
"Tidak mau! Mika ingin dengan mama!"
Wanita paruh baya memandang sedih.
Sampai waktunya makan malam ia mengetuk pintu kamar si gadis kecil, "mika bibi punya manisan apel."
Mendengar makanan kesukaannya gadis kecil mengintip dari balik kamarnya, desain kamar umum yang diisi dengan beberapa boneka lembut.
"Tapi Mika harus makan malam terlebih dahulu, bibi akan berikan dia permen apal bagaimana?"
Tawaran yang begitu menggiurkan bagi gadis kecil pencinta manisan, mengangguk setuju si kecil keluar dengan malu-malu mengikuti bibi. Paman yang melihat tingkah lakunya hanya terkekeh geli.
++
Empat tahun ia tinggal bersama paman dan bibi yang mengasuhnya umurnya yang hampir memasuki sekolah menengah harus pintar agar tidak menyulitkan keluarga barunya.
Orang tuanya juga tidak pernah datang, mika yang sadar bahwa ayah dan ibunya yang tidak lagi menyayangi tidak lagi pernah bertanya pada paman dan bibi. Jika mereka meninggalkanku seharusnya aku juga bisa melupakan mereka, semangat!
"Mika, ingin melanjutkan sekolah di mana?"
"Mo, paman aku masih setahun lagi…"
"Ayolah setidaknya paman bisa mencarikan beberapa hal agar mika terlihat lebih cantik."
"Paman."
Mendengar rengekan penuh kepasrahan dari Mika pasangan paru baya itu tertawa, sudah lama ya mereka merawat gadis kecil ini?
Pasangan yang sejak awal tidak memiliki keturunan itu merawat Mika layaknya putri mereka. Mengeluarkan kenangan gelap yang memanipulasi pikiran si gadis kecil, mereka sadar tentang satu hal.
Mika, si gadis kecil tidak ingat bahwa orang tuanya tenggelam dan hanyut terbawa arus. Gadis kecil itu beranggapan bahwa orang tuanya meninggalkannya, meskipun sudah diberi nasihat tidak ada yang berubah.
Mika melupakan siapa dan apa yang terjadi, dan yang terburuk adalah gadis itu tidak ingat bahwa ia hidup dengan taruhan nyawa kedua orang tuanya.
Setelah diperiksa dokter yang menangani psikologisnya
++
Mukami bersaudara berpencar mencari Mika, setiap orang mengikuti mata angin dengan radius tiga kilometer dari rumah.
"Nee-chan jangan tinggalkan kami lagi,"
Kepala kuning, kou Mukami mengalami kecemasan. Berlari dengan liarnya, ia menajamkan seluruh indranya sekiranya mungkin kakak perempuannya itu berada didekatnya.
Sisi lain Ruki menyusuri jalan arah mulainya dari jendela kamar kakaknya, sehingga ia terus berjalan lurus mengikuti insting. Ah bukan, ia mengikuti bau darah khas yang sangat ia kenali. "Tapi kenapa arahnya kesini?"
Setidaknya ada jarak sekitar tiga puluh meter didepannya adalah hutan. Wilayah vampir yang bisa berubah wujud menjadi serigala, tempat dua bersaudara murni tinggal.
"Aku harap iblis itu tidak membahayakan hidupmu," Ruki perlu mengatur ulang strategi mencari kakaknya jadi ia berbalik kembali kerumahnya.
Memberikan telepati kepada saudara-saudaranya agar kembali ke rumah.
++
Hening melanda.
Rasa canggung antara pria diruang tamu tidak membuat mereka memulai apapun, Yui tidak ingin membuang waktu mika juga saudaranya.
…
Sret
Sulung Sakamaki berdiri dari duduknya, masih dengan earphone yang melekat ditelinga Shu tidak mengindahkan panggilan dari adiknya.
Hanya duduk diam tanpa melakukan apapun tentunya tidak akan membuahkan hasil, apalagi ia bahkan belum mendapatkan kabar tentang Mika. Apakah gadisnya sudah bangun? Apa makanya teratur?
Memindahkan dirinya ke kamar Mika.
"Kenapa sepertinya aku akan gila."
Tubuhnya sengaja dijatuhkan diatas kasur si gadis, semerbak harum mawar melekat di setiap sudut. Shu merindukan bau ini, sangat merindu meski baru seminggu tidak berjumpa.
Menghela nafas dia memutar tubuh menghadap langit-langit, "aku lapar… ah aku merindukan darahnya sekarang."
"Shu kita pergi menjemput gadis itu, ini permintaan langsung dari ayah."
Apakah ini saatnya, malas berteleportasi Shu membuka pintu melihatnya. Saudara seibu, Sakamaki Reiji.
++
Merendahkan diri sendiri atau direndahkan orang lain, mika kecil tau bagaimana rasanya. Saat anak-anak lain dijemput disambut dengan pelukan juga ciuman hangat, mika hanya bisa menatap penuh iri.
Sampai salah satu anak meliriknya dengan sinis, berkumpul bersama teman-temannya.
"Lihat itu, aku dengan ayahnya tidak mencintainya sehingga dia dibuang."
"Ehh begitu kata temanku yang sekolah dasar dengannya, ibunya yang tidak menyukainya sehingga dia ditinggalkan."
"Bagaimana jika kita berteman dengannya teman-teman?"
Salah satu anak laki-laki membelanya tapi dengan cepat ia terbuai juga dengan suasana sekitar.
"Mui jika kamu berteman dengan anak sepertinya nanti kamu ditinggalkan, ibuku bilang orang seperti itu sangat tidak berguna."
Ingin sekali memberikan ceramah, memarahi bahkan mika bisa saja berkelahi. Tidak, mika memikirkan kerja yang dilakukan paman dan bibi yang sudah merawatnya. Jangan menyulitkan mereka Mika, paman dan bibiku orang baik.
Yah seperti ini hidupnya.
Tidak terima tapi tidak bisa melakukan apapun.
Merugikan dirinya sendiri jika mika nantinya membuat anak-anak lain babak belur karena perkelahian tidak seimbang.
Apalagi jika nantinya berakhir dipindahkan atau dikeluarkan dari sekolah.
… Abaikan saja.
Bertahan sendiri juga baik-baik saja. Keluarganya yang sekarang menyayanginya, paman dan bibi tidak akan meninggalkannya. Seharusnya, benarkan?
Menggenggam erat seragamnya Mika berlari menuju rumah, belum sampai ia berhenti dibawah spot favoritnya. Dibawah pohon sakura yang sedang mekar, membawanya ke pemikiran baru.
"Yosh!! Semangat Mika, mereka orang-orang bodoh pasti akan berhenti karena lelah. Argh! Semangat!!"
Langsung berlari penuh semangat menuju rumah, tempat dimana ia disambut dengan pelukan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diabolik lovers [fanfiction]
Vampiro[HIATUS.] Takanashi Mika menatap jalanan sepi, mobil yang dinaiki melaju menuju sebuah mansion milik keluarga Sakamaki. Komori Yui. Protagonist dalam anime Diabolik lovers, anime dengan genre vampir ini adalah dunianya sekarang. Dan sudah 11 tah...