[18] Persimpangan Dilema

94 10 0
                                    



BONUSSS!!




Duh, semalam lupa update dan enggak ada uang ngingetin 😭😭😭💔💔💔

Jangan lupa mampir ke KK karena kisah ini hampir selesai!!

Mumpung ada bonusan, please bantu ramein yaa sobat.

Semoga suka 😊



***



Setelah menjemput kekasihnya di tempat les, kini Bambang harus mengantar Cantika ke sebuah kafe yang baru saja diresmikan. Berkat kecanggihan teknologi dan kecepatan iklan di media sosial, akhirnya kafe baru Tama diketahui banyak orang. Bahkan Cantikan saja ingin menyicip minuman dan snack di sana.

Pintu kafe terbuka, Bambang menatap langit-langit kafe yang tampak kokoh dan tinggi. Bangunannya unik, ada lemari yang dipenuhi oleh buku-buku, kursi dan meja disusun sedemikian rupa hingga terlihat rapi sekaligus cozy. Suasanya terkesan hangat dan santai. Cocok untuk dirinya dan Cantika yang tidak terlalu suka keramaian.

Cantika berjalan lebih dulu setelah melepaskan kaitannya pada lengan Bambang. Dia memilih meja di bagian tengah, wajahnya dihiasi senyum cerah.

Bambang menyusul dengan langkah santai, menarik kursi di depan kekasihnya dan duduk di sana.

Sedetik kemudian seorang pegawai menyambangi meja mereka dan menyerahkan lembaran menu. "Hari ini kafe kami baru buka, jadi ada free satu minuman dan satu snack untuk tiap meja. Menunya bisa dipilih di sini, Kak."

"Baik," Cantika mengangguk senang.

Ketika mata Cantika sibuk memindai jenis minuman di depannya, sepasang mata Bambang malah terpaku pada sosok di seberang sana. Dia tampak kaget ketika melihat wajah Aya di sini. Rasanya sudah berbulan-bulan dia dan Aya tidak saling menyapa lagi lewat pesan atau telepon. Rasanya sudah cukup lama dia mencoba menjaga jarak dengan Aya, mantannya di masa lalu.

"Mas Bambang mau pesan apa?" pertanyaan Cantika membuat Bambang sadar.

"Kopi biasa aja," balas Bambang dengan tatapan kikuk ke arah Cantika. Untung saja kekasihnya itu tidak membaca ekspresi anehnya itu.

Cantika berbincang dengan pelayan kafe, sementara bola mata Bambang kembali tertuju pada gadis di sudut yang sedang membereskan barangnya. Kenapa kamu sampai segitunya sih, Ay? Enggak mau ketemu aku sampai harus buru-buru pergi kayak gini? Bambang bertanya-tanya dalam hati.

Bambang nyaris memelotot saat melihat meja Aya dihampiri oleh seorang lelaki tinggi, putih, dan terlihat maskulin. Aya tampak berbincang dengan sosok itu, terlihat akrab dan luwes. Bambang segera menatap hal lain setelah merasakan sensasi aneh dalam dadanya. Ada perasaan liar di dalam sana, rasa terbakar dan liarnya amarah tanpa sebab yang jelas.

"Mas Bambang kenapa?" Cantika menyentuh tangan Bambang yang sudah terkepal di atas meja. Bambang sendiri kaget karena reaksinya sangat aneh, sekaligus berlebihan. "Mas?" tanya Cantika lagi, ia merasa khawatir saat wajah Bambang terlihat kesal.

Bambang buru-buru menggeleng, lalu menunduk dalam-dalam. Dia pikir, dia sudah bisa melupakan Aya setelah percakapan malam itu, ternyata belum. Ternyata, sulit sekali melupakan seseorang yang pernah meninggalkan jejak dalam hidupnya yang singkat.

Aya sudah berpamitan pada Tama. Kini saatnya dia pergi meninggalkan kafe. Namun, ada yang harus dia lakukan sebelum benar-benar meninggalkan kafe, yaitu menyapa Bambang dan Cantika. Aya tidak menyangka bahwa dia akan kembali dipertemukan dengan pasangan teromantis-serasi-bikin iri di tempat ini.

Aya menggigit bibir bawahnya, dia harus melewati meja pasangan itu sebelum pergi, sebab Cantika memilih meja center. Cantika bisa melihat semua orang yang keluar maupun masuk ke kafe ini, sudah pasti dia akan melihat Aya pergi.

Aya berjalan dengan langkah pendek, ada rasa gugup yang menyelimuti hatinya saat akan menghampiri meja Bambang dan kekasihnya itu. Sebelum dia sampai di meja pasangan itu, Cantika sudah lebih dulu menoleh dan langsung berdiri demi menyapa kenalannya.

"Mbak Aya!" sapa Cantika ramah dan super ceria. "Ke sini juga?"

Aya mengangguk kikuk, "Iya."

"Kami juga baru aja masuk. Gabung, yuk!" ajak Cantika. Dia menoleh ke kanan kiri, mencari seseorang yang mungkin datang bersama Aya. "Kamu sendirian?"

Aya mengangguk lagi, "iya." Tidak ingin menjelasakan bahwa dia datang bersama Lia dan Aryo, dia malah ingin cepat-cepat pergi dari sini. "Aku udah mau balik, maaf ya," jelasnya kemudian.

"Oh, sayang sekali. Padahal kita bisa aja bareng." Cantika memanyunkan bibirnya, merasa kecewa. "Hei, Mas. Aya ini teman kamu, kok kamu malah diam sih?" ucapnya pada sang kekasih yang terlihat anteng.

Bambang tetap duduk, mengawasi Aya sekilas dan memberi pertanyaan pendek. "Dari jam berapa?" Dia sambil melirik ke arah meja bar, menatap sesosok laki-laki yang sempat Aya temui.

"Satu jam lalu," Dengan terpaksa Aya berbohong. Dia tidak ingin terjebak dalam penjelasan apa pun.

Bambang kembali memberi tatapan matanya pada Aya, dia tidak percaya begitu saja. Pasti ada sesuatu antara Aya dan lelaki barusan, pasti. Instingnya berkata demikian.

Untuk sesaat waktu seperti berhenti di satu titik, di kafe Tama. Yang paling merasakannya adalah Cantika, dia berdiri di antara Aya dan Bambang. Merasa ada sesuatu yang aneh, tetapi tidak mau ambil pusing. Hanya saja dia bisa membaca tatapan mata Aya dan Bambang, terlihat sama-sama menghindar dan canggung.

Setelah berbasa-basi seadanya, Aya memutuskan untuk pergi dari sana.

Tanpa Aya sadari, Tama memerhatikan interaksinya dengan pengunjung di meja tengah. Tama juga menyusul Aya saat gadis itu sudah keluar kafe.

"Naya!" panggil Tama, dia mencegat langkah kaki Aya.

Aya memilih diam dan menunggu apa yang ingin Tama sampaikan. Sebab isi kepalanya sedang tidak fokus, dia sibuk memikirkan tatapan Bambang barusan.

"Bukannya tadi itu Cantika?" Tama menunjuk ke dalam kafenya.

"Iya."

"Dan cowok tadi, dia teman kamu?" tanya Tama yang terlihat penasaran.

"Iya."

"Siapa nama cowok tadi?"

Sebelum menjawab, Aya memandang Tama dengan kernyitan di dahi. "Bambang."

Tama mengambil napas dalam-dalam, mengangguk. Akhirnya misteri itu terpecahkan, kini Tama tahu siapa sosok yang ada dalam hati Aya. Dia adalah Bambang.

Tama menemani Aya sampai gadis itu mendapatkan taksi, sebab mobilnya sudah dibawa oleh Lia. Ketika Aya sudah masuk ke taksi biru, Tama kembali masuk dan menyapa pelanggan yang sudah dia kenal, Cantika. Dia harus menyapa gadis itu beserta laki-laki yang sedikit dia cemburui.

Aya menyandarkan kepala ke jok, memejamkan mata, mengatur napasnya yang sempat terburu-buru. Oksigen di sekitarnya hampir habis saat dia berhadapan dengan Bambang.

Aya bingung dengan dirinya sendiri, selama ini dia tidak terlalu peduli dengan perasaannya pada Bambang, tidak merespons dengan benar. Harusnya perasaan itu hilang, tidak memengaruhi hidupnya, atau bahkan terkubur oleh banyak hal yang muncul di kehidupannya. Namun, kenyataan yang dialaminya berbeda. Perasaan itu tetap ada dan utuh. Bahkan saat ini, dia sedang benar-benar kangen dengan suara Bambang dan kehadirannya. Dia sedih ketika menyadari bahwa Bambang sudah punya tunangan.

Aya mengusap wajahnya setelah membuka mata, dia tidak boleh begini.

Ia harap hari-hari berikutnya tidak ada lagi intervensi dari Bambang. Kisahnya dan lelaki itu sudah berlalu, lama sekali.






MAU LANJUT NGGAK?

BURUAN SERBU KARYAKARSA YAAWWW

BREAKUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang