[7] Ini Masalah Atau Rezeki?

188 29 6
                                    

Apa ada yang mau nebak jalan ceritanya?

Aya bakal berakhir sama siapa yaaa... atau single sampai 30 an?



Banyaknya cowok yang datang, tidak menjamin pelaminan akan diraih dengan mudah. Iya, kan?



---



Bi Sri membawa alat pel dari lantai dua, keningnya dipenuhi keringat setelah selesai membersihkan lantai atas yang jarang dikunjungi oleh pemilik rumah itu.

Aya memang jarang pergi ke atas, kecuali kalau mau mengambil beberapa barangnya, kalau mau membaca buku dengan tenang, dan kalau mau melihat langit di malam hari sambil melamun di balkon. Melamunkan Devan sambil bertanya pada gelapnya malam.

"Kenapa harus gini sih, Van. Padahal aku menaruh harapan besar padamu." Seperti itu kira-kira.

Bi Sri menghampiri majikannya setelah meletakkan peralatan bersih-bersihnya ke belakang. Saat itu Aya sedang duduk di tepi kolam renang usai mandi sore, dia pulang lebih awal dari tokonya karena merasa agak capek.

"Mbak, kamar yang di atas mau disewain aja enggak?" Bi Sri duduk di kursi lain, tanpa diminta ia pun memijat kaki Aya yang sedang selonjoran.

Aya meletakkan buku bacaannya di meja samping dan serius menatap Bi Sri. "Sewain? Kenapa memangnya?"

Bi Sri tersenyum sesaat. "Kalau ruang kosong lama-lama ada penghuninya, Mbak," ungkapnya penuh maksud. "Jadi horor gitu," lanjutnya.

"Biarin aja, siapa juga yang mau sewa. Rumah ini enggak deket sama kampus mana pun, perkantoran juga lumayan jauh." Aya duduk tegak dan menggulung rambutnya yang setengah basah.

"Tapi kalau ada yang minat boleh enggak disewakan?" tanya si Bibi sambil menekan-nekan kaki Aya.

"Minat? Tahu dari mana di sini ada kamar kosong?" balas Aya terheran. "Lagian aku enggak pasang papan di depan." Dulu, Aya sempat ingin menyewakan dua kamar di atas untuk siapa saja yang berjenis kelamin perempuan. Namun, niat itu tidak pernah terlaksana karena dia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.

Bi Sri menghentikan pijatannya, tersenyum bersalah. "Maaf ya, Mbak. Bibi enggak bilang dulu kalau sebenarnya Bibi iseng-iseng pasang iklan lewat Facebook...," akunya mengejutkan.

Aya mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Terus? Ada yang mau gitu sewa kamar di sini?" ucapnya waswas. Ampun, dia kecolongan.

Bi Sri mengangguk kecil. "Iya, katanya dua Minggu. Orangnya dari Jakarta."

"Jakarta?" suara Aya terdengar lantang. "Bukan mantan aku, kan, Bi?" tanyanya lebih waswas lagi.

Cepat-cepat Bi Sri menggeleng. "Bukan, Mbak. Mas Devan enggak punya FB, sudah Bibi cari buat stalking."

"Ih, iseng deh!" entah mengapa Aya merasa sangat lega.

"Kan, awalnya dia bakal jadi majikan Bibi juga ...," bela Bi Sri.

"Enggak lucu!"

"Ini mau diterima enggak, Mbak? Orangnya sudah minta alamat lengkapnya." Bi Sri menatap wajah Aya yang gelisah, menunggu jawaban. "Bibi juga sudah kirim foto kamarnya, dia kayaknya suka sama tempatnya dan serius mau sewa. Terus kita udah chatting-an lewat WhatsApp, Mbak."

Aya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Aduh, pusing aku! Bibi enggak bilang dulu sih sebelumnya. Makanya jangan main FB terus dong," omelnya gemas. "Kalau dia punya niat jahat gimana? Kita, kan, enggak kenal sama dia. Ada-ada saja!"

"Iyaaa, maaf, Mbak." Bibi memasang raut bersalah. Ia terlalu aktif bermain di media sosial hingga akhirnya menimbulkan masalah baru. "Belakangan Bibi nggak ada hiburan, jadi kebanyakan main Facebook. Maaf ya, Mbak Aya. Enggak marah, kan...?"

BREAKUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang