Dapur itu terlihat berantakan, seperti rumah yang baru saja terkena Tornado. Bi Sri pasrah, memilih duduk di kursi sambil mencetak nastar bulat di depannya. Setelah semuanya selesai, ia akan mengajak sang majikan dan Lia membereskan semua barang yang tergeletak di sembarang tempat.
"Hahaha, tenang aja, Bi. Nanti kita bantu nyuci peralatan yang kita pakai!" seru Lia, dia tidak tahan melihat wajah Bi Sri yang terlihat murung. "Kapan lagi, kan, dapur Mbak Aya seberantakan ini?"
Aya hanya menyengir, dia menutup pintu oven listrik yang suhunya sudah diatur sedemikian rupa. Tangannya yang terkena adonan ia tepuk-tepukkan ke apron yang sedang dipakainya. Ia terlihat santai sekali, hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Rambutnya diikat tinggi, seperti buntut kuda.
Dengan iseng, Lia memotret penampakan kakak sepupunya dan mengirim gambar itu pada Tama. "Sudah dilihat, pasti dia syok deh lihat kelakuan kamu yang superkucel gini!" ledek Lia.
"Lia! Tega banget sih kamu. Awas aja nanti," ancam Aya kemudian. Lia benar-benar jail setengah mati. "Lagian aku enggak kucel banget kok, udah mandi dan wangi. Apronnya aja yang kena minyak dan adonan tadi."
"Kamu tuh kucel dan jorok, Mbak!" Lia tidak mau mengalah, dia menunjuk bekas cap tangan di depan dada Aya. "Lihat tuh, jorok banget sih. Tadi aku lihat kamu lap ke situ."
Aya mengibaskan tangannya, tak peduli. "Yang penting makanannya enak dan bersih. Ini cuma masalah kecil aja, jangan dibikin ribet deh!"
Bi Sri menggeleng, merasa pusing mendengar percekcokan antara kakak dan adik sepupu. "Mbak Aya sama Mbak Lia jangan masak-masak dan bikin kue lagi deh. Bi Sri pesenin aja sama langganan, atau Bi Sri telepon sama Ibu di Jakarta, minta dikirim dari sana. Ya?"
Aya menggeleng keras, "kenapa sih, Bi? Aku, kan, lagi berkreasi. Siapa tahu bisa buka toko kue, atau kirim kue ini ke kafenya Tama sekalian."
"Ngayal. Masak aja enggak becus!" cerocos Lia lagi, "Mbak Aya tuh mandorin toko aja, jangan main di dapur! Dapur itu bukan passion kamu deh, tapi passion-nya Bi Sri."
"Ngaca! Kamu juga enggak usah ikut-ikutan terjun bikin kue dan masak-masak kayak kemarin. Udangnya keasinan, sausnya masa manis, apaan tuh? Untung aja Bi Sri bisa ngolah ulang, jadi udangnya enggak kebuang sia-sia," omel Aya yang kesal karena stok makanan di kulkasnya habis oleh Lia dan dirinya sendiri hari Sabtu kemarin. Niatnya ingin bereksperimen, tetapi apa daya, malah kebablasan dan hasil masakan mereka kacau sekali.
"Aduh, Mbak. Jangan pada ribut! Bibi sudah pusing lihat meja berantakan begini, mumet beresinnya, malah ditambah pada teriak-teriak. Bibi ikhlas deh suruh masak bolak-balik, asal dapurnya enggak kayak kapal terkurap begini." Bi Sri meremas gelungan di rambutnya, gemas sekali pada dua gadis yang masih terlibat cekcok.
"Iya, iya," sahut Aya akhirnya. Lebih baik mengalah dari pada melihat Bi Sri ngambek dan minta pulang ke rumahnya. "Ini yang terakhir ... di bulan ini!" sahutnya dengan cengiran lebar.
Lia memijat-mijat bahu Bi Sri, merayunya. "Biarin deh Mbak Aya belajaran masak, biar pas sudah ada suami dia enggak bego-bego amat urusan dapur!"
Mendengar itu bola mata Aya langsung memelotot, "mulut kamu, Lia. Disekolahin enggak sih?" Dia hampir saja memukul lengan Lia dengan centong besi, tetapi gerakannya tertahan oleh suara bel.
Suaya nyaring itu membuat mereka bertiga saling tatap. Sampai akhirnya Lia mengalah untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang.
Lia sampai di ruang tamu, lalu mengintip tamu dari jendela. Dia tidak mengenali laki-laki yang hanya menampakkan punggungnya saja, potongan rambut pendek, memakai kemeja pendek warna hitam dan celana jeans yang keren.
"Cari siapa, Mas?" tanya Lia setelah pintunya terbuka.
Lelaki itu menoleh dengan cepat, wajahnya terlihat segar dan ramah, senyum dibibirnya terlihat manis dan hangat.
Hampir saja Lia terpesona, "Masnya nyari siapa ya?"
.
.
.// MAU TAHU TAMUNYA NYARI SIAPA?
HAYOOO KITA KE LAPAK SEBELAH YA
SO SORRY KARENA AGAK REPOT HARUS NYEBRANG PULAU
INI DEMI KELANGSUNGAN HIDUP SAIYA *NYENGIR AJAH //
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAKUP
RomanceAya, menjelang 29 tahun malah diputusin pacarnya, impian menikah tahun ini pun gagal, ekspektasinya runtuh, hidupnya benar-benar surut. Dia ingin menepi sejenak, sampai akhirnya dia bertemu dengan para pria ini; Bambang dan Tama. Karena seumur hidup...