Haii! Aku update lagii, nih!
Always vote sebelum baca, ty!
____________________
Jika biasanya suasana makan malam antara ibu dan anak itu di temani dengan bincang-bincang kecil, hari ini tidak sama sekali. Rosa menyadari bahwa putranya itu sedang banyak pikiran, melihat dari piring makan nya yang masih penuh dengan lauk saja membuatnya tahu akan hal itu.
Wanita itu lantas meneguk air putih di sebelahnya sebelum memulai pembicaraan dengan sang anak sulung yang kini terus-menerus memainkan makanannya, tanpa berniat makan di iringi dengan desahan sedih yang keluar dari mulut anak lelakinya itu.
"Abang, kok, makanannya di mainin gitu? Kenapa? Masakan Bunda nggak enak, ya?" tanya wanita itu yang sontak membuat Artha-anak lelakinya-menggeleng dengan cepat.
Tidak mungkin itu alasannya, masakan Rosa selalu enak di mulut Artha, bahkan di hari-hari biasanya ia sangat lahap makan. Hanya saja, ia tak berselera untuk makan saat ini. Seingatnya, terakhir kali ia mengunyah sesuatu adalah saat di sekolah tadi, itupun makanannya juga tidak habis dan masih tersisa.
"Nggak gitu, Bun. Artha cuma nggak selera makan aja." Rosa mengangguk paham, ia lalu menelisik raut gelisah anaknya itu. Seperti menyembunyikan sesuatu darinya.
Sedetik kemudian, Artha berucap pelan. "Bun, Artha boleh cerita?" tanyanya yang di angguki langsung oleh wanita itu.
"Cerita aja nggak pa-pa, Bunda dengerin, kok."
Artha menarik napasnya dalam-dalam sebelum mulai bercerita. Sebenarnya ia ragu untuk menceritakan ini, tetapi mulutnya tak bisa menahan hal itu. Jika dengan Rosa, Artha memang selalu terbuka.
"Jadi gini, Bun ...." Artha lantas memulai ceritanya. Ia menceritakan awal mula hal itu terjadi, hingga kemarahan Khanza pada Haidar, dan keduanya yang menjadi partner olimpiade yang tentunya sudah di ketahui oleh Rosa lebih dahulu.
Siang tadi, ia mendapatkan informasi mengenai putranya yang akan mengikuti olimpiade antar sekolah dari Artha langsung, membuat nya senang bukan main.
"Gitu, Bun. Menurut Bunda gimana?" tanya Artha meminta pendapat wanita itu.
Rosa menghembuskan napas pelan. "Abang udah jadi orang yang bertanggungjawab, kok, dengan mau minta maaf atas kesalahan Abang. Tapi, nggak dengan maksa gitu caranya, apalagi kejadian itu juga bikin cewek itu malu dan kesel. Haidar juga, nggak boleh ceplas-ceplos tentang hal kayak gitu."
"Bisa aja, hal yang Abang sama Idar anggap sepele dan kecil, tapi nggak dengan anggapan cewek itu, Bang. Dia juga nggak mau di cap cewek nggak baik sama orang lain yang pastinya bakal bikin sakit hatinya. Bunda juga pasti kalau jadi dia bakal marah, apalagi harga dirinya sebagai perempuan kayak di injak-injak."
"Nggak semua orang punya pendapat yang sama. Haidar salah, Abang juga salah, jadi wajar aja cewek itu kebawa emosi. Soal permintaan maaf Abang yang di tolak, Abang tenang aja. Yang namanya manusia pasti punya perasaan bersalah juga, sama kayak Abang. Minta maaf nya pelan-pelan aja, tapi bukan berarti Abang nggak bertanggungjawab dengan nggak mau minta maaf, lho, Bang," jelas Rosa panjang kali lebar.
Artha mengakui ucapan Bunda nya barusan, ia juga setuju pastinya. Seharusnya ia lebih bersabar untuk mendapatkan maaf dari gadis yang kini berstatus sebagai partnernya dalam perlombaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Mistake ★
FanfictionDari ribuan kesalahan yang pernah Artha lakukan, ada satu kesalahan yang tak pernah ia sesali melakukannya. Pertemuan tak terduga nya dengan sang Sekretaris Osis, Khanzasa Vienna Audya. Pertemuan yang melibatkan perasaan pribadi antara keduanya.