Roti buaya

17 4 2
                                    


    "Ini benar-benar membosankan, tidak ada yang menyenangkan." Aku menganti semua siaran membosankan yang muncul di televisi.

    Sembari meneguk secangkir kopi susu. Aku tanpa sengaja melihat siaran tentang sekolah baru yang kini sudah terbuka. Betapa bahagianya anak-anak itu di dalam siaran.

    Aku menghembuskan napasku. "Aku juga ingin merasakan sekolah, hanya dengan membaca buku itu akan sangat membosankan. Aku ingin merasakan sekolah. Coba saja sekolah tidak terlalu jauh dari rumah." Aku memijat dahiku, kembali meneguk secangkir kopi susu itu sekali lagi.

    Lalu, aku mendengar suara teriak yang memanggil namaku. "Sera! Sini ke dapur!" teriak ibuku. Aku bangkit dari sofa dan berjalan menuju dapur. Aku melihat meja dapur berserakan dengan tepung. "Ibu lagi ngapain?!" Aku berteriak kepada ibuku. Terkejut dengan tepung yang berserakan.

    "Nak, bantuin ibu bersihin tepungnya ya, Ibu mau bikin roti bentuk buaya" Ibuku terkekeh, menggaruk kepalanya.

    Aku menghembuskan napasku, dan mengambil sapu untuk menyapu tepung yang berjatuhan di lantai. Setelah itu, aku mendekati ibuku. Melihat cara dia membuatkan roti buaya.
 
    "Nak, menurut kamu mending rasa keju atau coklat?" tanya ibuku.

    "Buat tetangga baru kah? Aku rasa sih. Rasa keju. Orang itu kayaknya suka keju. Ya! Keju!" Aku menjawab, pergi mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mengambil sebatang keju yang terletak di meja dan memotongnya dengan ukuran kecil.

    Ibuku membuatkan adona seperti buaya dan aku membantunya dengan memasuki keju di beberapa bagian adonan. Ibuku mengambil beberapa adonan itu ke dalam oven.

    Beberapa menit kemudian, ibu ku mengeluarkan adonan yang kini sudah menjadi roti itu dari oven. Meletakkan beberapa roti di wadah, menutupnya dengan tutup wadah. Lalu ibuku memasukkan wadah itu ke dalam kantong plastik.

    "Emang buat siapa, Bu?" Aku bertanya padanya.

    "Oh, buat tetangga baru kita, Nak. Itu loh si rafaela yang sekarang jadi perbincangan warga kota," jawab ibuku.

    Tetangga baru itu jadi perbincangan warga kota? Kenapa?...  Aku hanya mengangguk. Mengambil kantong plastik itu dan pergi keluar dari rumah. "Bu, rafaela emang pergi ke mana sekarang?" Aku bertanya kepada ibuku terlebih dahulu.
Ibuku memijat dagunya, berpikir sejenak. "Kayaknya, dia ada di pantai deh. Perginya pake sepeda ya, Nak."

    Aku hanya mengangguk, mengeluarkan sepeda dari dalam rumah. Kakiku mengayuh pedal sepeda dan pergi menggunakan jalan yang biasa digunakan untuk pergi ke pantai.

    Di saat aku mulai memasuki pantai, aku melihat sosok yang tiba-tiba saja berlari di depanku. Ia berlari mendekati perairan.

    Tanpa ku sadari, halusinasi itu membuatku hilang keseimbangan. Aku tidak tahu harus mengarahkan sepedaku ke mana. Dan roda sepedaku tanpa sengaja menabrak seseorang dari depan yang membuatku akhirnya terjatuh juga.

    "Sakit banget..." Orang itu mengelus pinggangnya.

    Aku bangun dari sepeda itu. Dan mendekati orang yang berada di depanku. "Kamu baik-baik aja kan?!" Aku mengusap bagian bajunya yang kotor. "Kameraku..." Perempuan itu merengek kehilangan kamera miliknya.

    Aku meraba-raba pasir, berharap bisa menemukan kamera milik perempuan itu. Pada akhirnya, aku menemukannya di dekat perairan. Aku membersihkan pasir dari kamera itu dan memberikannya kepada perempuan itu.

    "Ini kamera punya kamu kan?" tanyaku.

    Perempuan melirik, melihat kamera miliknya yang sedang aku pegang. Aku mengambil kamera itu dan memeluknya dengan erat. Ha... Ternyata ada saja orang yang cinta mati sama benda

    "Terima kasih," ujarnya.

    "Nama kamu siapa?" Aku bertanya padanya.

    "Nonarie, namaku Nonarie." Ia menjawab.

    Nonarie, perempuan yang terlihat seperti sungguh sayang pada kamera miliknya. Apakah dia seorang pemotret gambar? "Nonarie, apa kamu lihat perempuan dengan rambut ikal di sekitar pantai ini?" Aku bertanya kepada Nonarie, tanganku masih menggenggam kantong plastik.

    "Kalau boleh tahu, kenapa bisa ya tetangga baru beberapa hari ini menjadi perbincangan warga kota?" Aku bertanya kepada Nonarie, memohon jawaban darinya.

    Nonarie menghembuskan napasnya. "Kata mereka, rafaela itu mirip dengan perempuan yang telah hilang seminggu yang. Ia datang di esok hari setelah kejadian kebakaran yang menimpa kota kecil ini. Itu sih yang aku dengar dari mereka," ucap Nonarie.

    Aku menengok ke belakang. Dengan beberapa kedipan, aku melihat Rafaela yang sedang berdiri di dekat perairan pantai. Aku berlari mendekatinya, menepuk pundaknya. "Akhirnya aku ketemu kamu," ucapku, terengah-engah.

    "Oh?" Rafaela memutar badannya untuk menghadapi aku. "Halo, kamu ngapain ke sini?" Ia bertanya kepadaku dengan suara yang lembut.

    "Uhm," Aku mengeluarkan wadah besar dari dari kantong plastik. "Iku aku bikinin roti buat kamu, semoga kamu suka ya." ucapku dengan gugup. Rafaela tersenyum, mengambil wadah besar itu dan membukanya. Ia terkekeh ketika melihat roti berbentuk buaya itu. Ia mengambil sepotong dari roti itu, mencicipi rasa dari roti itu.

    "Ini keju ya? Enak banget!" Bibirnya miring ke atas, merasa bahagia ketika memakan roti itu.

    "Rafaela, kamu suka lihat pantai ya?" Aku bertanya kepadanya, merasa penasaran karena ia selalu melihat lautan yang indah itu. "Oh, aku suka laut. Karena aku cinta ikan-ikan, dan kesukaanku adalah bintang laut. Aku menyukai bintang laut." Ia menjawab dengan terkekeh sembari mengambil gigitan dari roti bentuk buaya itu.

    Di saat sedang memiliki interaksi dengan Rafaela, aku tanpa sengaja melihat orang misterius itu. Lelaki dengan gelang manik pergelangan tangannya. Ia melihat ke laut, seperti sedang melihat sesuatu. Siapa orang itu? Ia terlihat tidak asing. Apakah dia yang membunuh perempuan itu? Apa tujuan dia ke sini? Menjengkelkan. Aku menatapnya dengan tatapan sinis. Orang itu terlihat memiliki niat jahat. Apakah dia akan membunuh perempuan lagi?

    Terdengar seperti seseorang melangkah di sebelahku. Itu Nonarie, Ia terlihat seperti memotret sesuatu ataupun seseorang. "Rie, kamu ambil gambar siapa?" Aku bertanya kepada Nonarie.

    "Orang itu aneh, aku pernah melihatnya di waktu kejadian itu. Dia terlihat seperti membawa seseorang berjalan menggunakan jalan pantai," jawab Nonarie. Mataku terbuka lebar ketika mendengar jawaban Nonarie, ternyata dia melihatnya juga.

    "Kamu juga lihat?" Aku bertanya kepadanya. Nonarie mengangguk, memperlihatkan gambar seorang lelaki yang sedang mengangkat tubuh seseorang di sebelah api yang membara. Aku akan mencari tahu siapa orang itu...

    Aku tertawa puas, menepuk pundak Nonarie. "Kamu benar-benar pintar, Nona." Aku tersenyum lebar.

---

Hehe, bagaimana dengan chapter kedua? Semoga enjoy dan ngerti ya kalo ga ngerti pikirin aja sendiri :p

Penasaran dengan kelanjutannya? Ya di tunggu + follow, aku pengen dengerin review kalian biar bisa berkembang lagi hehe.
See you next time!

   

Siapa itu Rafaela? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang