***Mataku terbuka, melihat aku sedang berada di dapur. Aku berjalan membuka isi kulkas. terdapat beberapa potongan roti, daging dan telur. Mungkin aku akan membuat roti lapis sederhana, aku memasaknya dengan sedikit minyak dan aku tumpuk menjadi sebuah roti lapis. Aku menyajikannya di meja dan mengambil kursi untuk duduk.
Makanan ini sederhana, hanya menggunakan roti, telur dan daging murahan. Aku mencicipi makanan itu dengan satu gigitan, rasanya lezat tapi memang tidak sebanding dengan makanan mahal di luar sana. Aku benar-benar ingin makan enak, hidupku terasa kurang. Tanpa sekolah dan tanpa makanan mahal yang lezat.
Tapi bersyukurlah karna hari ini aku masih bisa makan. Semoga negara ini tidak sengsara karena pemikiran bodoh. Aku melanjutkan makananku sampai habis, lezat. Terdengar suara ketukan pintu dari luar rumah, aku bangkit dari kursi dan membuka pintu. "Halo, Serafine," Ternyata itu adalah Nonarie dengan kamera miliknya.
"Hari yang cerah, mari kita keluar rumah," ucap Nonarie dengan tersenyum, Ia menarik tanganku pergi keluar. Tapi anehnya aku melihat pantai ketika aku keluar dari rumah, rumahku seharusnya tidak berada di pantai. Nonarie berjalan dan memotret pemandangan pantai. Aku melihat Nonarie berlari ke Apir. Ketika Apir melihat padaku, tatapan sinis namun terdapat air mata di matanya. Karena itu pula, Ia memalingkan pandangannya.
Mataku mulai terfokus pada perempuan yang berada di bebatuan, aku pernah melihat orang itu sebelumnya. Aku mendekatinya dan menyentuh pundaknya. "Halo?"
Perempuan itu menoleh ke belakangnya, salah satu kakinya di beri rantai. "Ya? Kamu Zita ya?" tanyanya padaku. Itu adalah Arunika, perempuan yang selalu aku temui dalam koran. Aku juga mengingat kalung yang terlihat bersinar bagiku berada di lehernya.
"Aku Zita, kamu kok bisa tahu nama aku siapa?" Aku bertanya kepadanya, aku jelas terkejut karena tidak mungkin orang seperti pernah bertemu denganku sebelumnya.
"Kita pernah bertemu. Zita," ucapnya dengan senyuman, kemudian Ia berdiri dari bebatuan itu. Menggenggam tanganku, membawaku berjalan di sekitar pantai. Mataku selalu terfokus pada rantai di kakinya. Rantai itu tidak memberhentikannya berjalan jauh dari bebatuan. Angin yang sejuk memang yang terbaik jika berada di pantai. Matahari tenggelam dari barat, memang indah.
Apakah ini mimpi? Aku benar-benar dapat bertemu dengannya. Arunika, aku bertemu denganmu. "Zita, apa tujuan hidupmu?" Ia bertanya padaku. Aku hanya bisa tersenyum. "Aku sebelumnya ingin sekolah, tapi ya kelemahan aku itu. Keluargaku tidak punya cukup uang untuk seragam. Tapi setidaknya aku bisa membantu ibuku untuk berbagi makanan," Aku menjawab pertanyaannya sembari tertawa.
"Itu hebat, Zita." jawabnya dengan tersenyum. Aku memang akhirnya mendapatkan apa yang aku inginkan sekarang, tapi mengapa sekarang terasa aneh? Apakah ini dunia mimpi?
Arunika berhenti berjalan. Seperti ada yang sesuatu yang akan terjadi. "Zita, apa kamu bisa berjalan tanpa aku? Aku tidak ingin berjalan saat ini." Arunika melepas genggaman tangannya dari tanganku. Tapi anehnya, aku kembali berjalan walaupun aku sebenarnya tidak berniat untuk melangkahkan kaki sama sekali.
Kakiku berjalan pergi ke toko serba ada. Aku memasuki toko itu, aku melihat om Sal yang sedang menggendong bayi. "Loh, katanya anak om balita," ucapku.
"tapi kan bener, anak om masih kecil," jawabnya terkekeh.
"Balita itu untuk bayi lima tahun, itu masih tiga tahun. Om," Aku tertawa ketika mendengar hal itu.
"Tahu aja kalau anak om masih tiga tahun," jawabnya terkekeh, berjalan menghampiri kursi dan mendudukinya. "Jadi, kamu mau ngapain ke sini? Zita?" om Sal bertanya kepadaku. Aku berpikir sejenak, melihat sekitar rak yang di penuhi dengan alat dan makanan kebutuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa itu Rafaela?
Short Story"Kamu siapa?" menceritakan tentang perempuan bernama Zita yang bertemu dengan orang baru, orang baru itu terkenal pula di kota itu pula. Tetapi orang itu mengingatkan Zita tentang orang yang pernah Ia temui. Sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kita...