Toko Sepatu

13 4 0
                                        

  Rabu, 16 april

    "Hey, apakah kamu kenal Rafaela? Tetangga baru kita."

    "Ya, ada apa dengan dia?"

    "Aku dengar, dia mirip dengan orang yang telah menghilang seminggu yang lalu. Sampai sekarang orang itu masih menghilang"

    "Oh? Dia? Aku dengar dia datang ke kota setelah kejadian itu kan? Apakah itu mencurigakan?"

    "Sebenarnya siapa perempuan itu? Membingungkan"

    Aku mendengar pembicaraan orang yang berada di sekitar. Hal itu sudah menjadi perbincangan semua kota, mengapa mereka membicarakan hal itu, apakah benar? Aku sepertinya pernah melihatnya, toko tua itu...

    Membingungkan, kenapa semua orang meramaikan hal yang sebenarnya tidak penting. Seharusnya mereka meramaikan berita tentang sekolah, menyebalkan.. "Besok aku akan datang ke toko ini lagi." Aku keluar dari toko sepatu itu, karena karena aku tidak menemukan sepatu bagus di sana.

    Aku berjalan keluar, tanpa sengaja melihat banyak orang yang mendekati Rafaela. Namun ekspresi Rafaela tidak menunjukkan bahwa ia nyaman dikerumuni banyak orang seperti itu. Orang-orang itu membawa kamera dan bertanya-tanya kepadanya. "Berlebihan banget sih warga kota." Aku meremas tanganku, merasa kesal karena orang-orang itu.

    Aku berpikir sejenak apa yang harus ku lakukan. Dan terdapat satu hal yang terbenak dalam pikiranku, mungkin ini adalah satu-satunya cara. "Awas kalian wartawan liar, akan aku kasih pelajaran seumur hidup." Aku terkekeh, melepaskan salah satu sepatu dari kaki kananku, memasukkan sedikit pasir ke dalam sepatu itu. Dengan keras, aku melemparkan sepatu itu kepada satu satu wartawan dari kejauhan. Aku dapat mendengar salah satu dari mereka berteriak dan berlari pergi dari Rafaela.

    Di saat itu pula, aku menghampiri Rafaela. Mengambil sepatu yang baru saja aku lempar, aku membersihkan pasir yang berada di dalam sepatuku lalu kembali memasangkannya. "Tadi mereka buat kamu ga nyaman ya? Maaf ya soal itu," ucapku merasa gugup dan malu karena hal itu.

    "Aku maafin. Lagipula itu bukan salah kamu,"Rafaela tersenyum. Rafaela membungkukkan badannya, memberikanku  senyuman yang tidak asing. "Serafine. Apa cita-cita kamu kalau boleh tahu?" Ia bertanya kepadaku.

    "Aku ingin jadi tentara. Tapi rasanya kurang pantas bagiku  untuk menjadi tentara karena aku ga pernah sekolah, aku belajar hanya dengan buku. Aku tidak tahu rasanya belajar dengan guru," ucapku dengan tawa.

    "Kamu ga pernah belajar dengan guru? Sama sekali tidak?"Rafaela bertanya kepadaku dengan dengan rasa prihatin.

    "Mungkin besok, lusa dan kapanpun itu pasti bakal di ajarin," jawabku. Aku memegang tangannya yang dingin itu, mengajaknya untuk pergi bersamaku. "Aku pengen cari Nonarie, temenin ya?" ucapku.
Rafaela mengangguk, meremas tanganku dengan erat.

    Aku berjalan bersamanya. Di pinggir jalanan yang sejuk udaranya, aku juga melihat anak-anak yang baru saja pulang dari sekolah, bermain bersama teman-temannya. Semoga aku bisa merasakannya suatu hari nanti..

    Setelah berjalan sejenak, aku melihat Nonarie dari kejauhan. Merangkul lengan seorang lelaki. Nampaknya perbincangan mereka menyenangkan, aku menghampiri mereka. Sebelum aku berbicara, mataku terbuka lebar ketika aku mendengar Nonarie memanggilnya 'Papi'. "Nonarie!" Aku memanggil namanya.

    Nonarie menoleh dan wajahnya terlihat kebingungan. "Ada apa?" Nonarie bertanya kepadaku. "Itu siapa? Kok kamu panggil dia papi? Dia ayah kamu? Tapi kok dia lebih muda ya?" tanyaku, sangat kebingungan dengan lelaki itu.

    "Eh? Nama dia memang papi!" jawab Nonarie. Jawaban itu membuat rahangku terbuka lebar. karena itu pula, aku tertawa keras ketika mendengar nama seperti itu.
"Namamu unik ya, keren," Rafaela memuji lelaki itu sembari memijat dagunya.

    "Aku rasa nama asli aku bakal jadi bahan tawaan. Mungkin kalian panggil aku Apir saja." Wajah Apir memerah, memalingkan wajahnya tetapi tersenyum.

    "Serafine, kenapa kamu cari aku?" Nonarie bertanya kepadaku.

    "Oh, soal orang itu. Aku dengar orang itu selalu muncul di pantai. Dan dia suka menyendiri, mungkin coba kamu deketin orang itu. Mungkin kamu bisa mendapat informasi, Serafine," Nonarie memberikanku saran. aku mengangguk, menerima saran yang diberinya. Di saat itu pula, ada yang menarik bajuku dari belakang. Aku menoleh, melihat Rafaela yang nampak tidak seperti biasanya. Wajahnya berkeringat dingin, tubuhnya gemetar seperti sedang ketakutan yang tidak biasa.

    "Rafaela? Kamu baik-baik aja kan?" Aku bertanya kepada Rafaela, merasa aneh dengan perubahan emosi yang di alami olehnya. Namun Rafaela menggelengkan kepalanya. "Bolehkah kita ke Toko sepatu Ria?" Ia bertanya dengan suara yang bergetar, terlihat cemas.
Padahal aku baru saja keluar dari toko itu.

    "Nonarie, kita akan bahas ini nanti. Aku mau ke toko sepatu dulu ya." Aku melambaikan tanganku kepada Nonarie dan Apir. Membawa Rafaela pergi ke tempat itu lagi. Di sana, aku hanya melihat beberapa sepatu anak sekolah dan sepatu bot. Memang sepatu seperti itu sudah ada di pasaran.

    Aku tanpa sengaja melihat sepatu tali yang menarik perhatianku. Sepatu itu berwarna hitam dengan tali yang berwarna putih, aku ingin beli sepatu itu. Tapi ketika aku membuka isi dompetku, hanya tersisa empat koin di dalamnya. Aku boros juga ya ternyata.. Aku pengen sepatu itu..

    Aku menutup dompetku dan kembali menaruhnya di dalam bajuku. Aku berjalan sekitar di toko itu, aku tanpa sengaja menginjak sesuatu seperti kertas yang terlipat. Aku mengambil kertas itu, kertas itu kotor karena terinjak oleh sepatuku.

    Aku membuka lipatan kertas itu, terdapat hal yang bertuliskan 'Balas dendam itu mudah, tergantung cara kamu melakukannya. Tapi apakah itu akan membuatmu bahagia?' Aku membaca isi surat itu, penasaran dengan siapa yang menulis isi surat itu. Aku melihat sekitar, dan aku melihat seorang lelaki dari luar toko, dia terlihat seperti orang yang menghantui pikiranku. Orang itu hanya berdiri di luar toko, dan Ia pergi begitu sama dari pandanganku.

    Sepertinya aku harus menemuinya di pantai lusa. Aku menghela napasku sejenak kemudian menghembuskannya. Aku melipat kertas itu dan menaruhnya ke dalam lengan bajuku. Aku menoleh ke belakang, melihat Rafaela yang sibuk mengelilingi sekitar toko. Aku mendekati nya yang sedang melihat sepatu berwarna merah.

    "Rafaela! Aku pulang dulu ya, kamu mau ikut juga?" Aku bertanya kepadanya, tetapi ia menggelengkan kepalanya. "Aku mau di sini aja, banyak sepatu bagus di sini." jawabnya. Aku melambaikan tanganku padanya dan keluar dari toko itu.

    Aku berjalan menuju pulang. Di saat itu pulang, aku tanpa sengaja melihat sekolah dengan pagar yang terbuka, membiarkan murid-muridnya pulang. Mataku terfokus pada salah satu anak sekolah yang memeluk ayahnya. Alisku mengerut, menunduk ke bawah. Koma dikit ga ngaruh kok...

    Aku meluruskan pandanganku ke depan. Kemudian bibirku melengkung ke atas, kembali berjalan pulang.

---

Halo lagi semuanya, maaf ya nunggu 6 hari hehe
Btw gimana dengan chapter barunya? Semoga puas dan nyambung ya hehe. Tungguin aja kisahnya nanti (Minta review ya kalo bisa hehe)
Dan maaf jika ada kesalahan plss

Siapa itu Rafaela? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang