Popularity merupakan cerita yang mengangkat kisah siswa SMA Negeri Pelita Bangsa yang berusaha keras untuk mendapatkan popularitas. Berbagai hal mereka lakukan agar keberadaan mereka dapat terlihat. Mulai dari selalu menjadi bintang kelas bahkan bin...
"Stop confusing me. I'm not a string that can be pulled around. Even without you, I can still survive."
*** HaloooVren! Gimana hari Minggunya? Asik, ngga?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Motor Zavas membelah jalan ibu kota dengan kecepatan tinggi. Seakan tidak ingat jika ada seseorang yang mengisi jok motornya di belakang. Livi hanya bisa mendengus kesal. Jika tau akan dibawa sengebut ini, lebih baik menunggu Leo meskipun cukup lama. Setidaknya dia aman, tidak seperti sekarang. Livi akhirnya bisa bernapas lega saat motor Zavas berhenti di lampu merah. Zavas diam-diam mengintip Livi dari balik spion. Pipi putih Livi berubah merah akibat paparan sinar matahari.
"Are you okay?" tanya Zavas tiba-tiba, membuat Livi cengo seperti orang bodoh.
"Hah?" tanya Livi reflek karena tidak tau harus menjawab apa.
"Budek." Mendengar Zavas yang mengatainya demikian, Livi langsung menonyor kepala Zavas. Bisa-bisanya Livi dibilang budek. Dia hanya kaget saja.
"Sorry ya, gini-gini gue udah biasa naik motor ngebut. Lo ngga usah ngeremehin gue."
"CK! Siap si paling badas."
Tanpa disadari, diam-diam ada yang mengawasi pergerakan mereka. Dia adalah Arkan. Arkan yang sudah keluar dari rumah sakit tidak sengaja melihat Zavas dan Livi. Arkan yang tau kedekatan Livi dan Leo mengikuti keduanya untuk memastikan bahwa Livi tidak menyakiti perasaan kakaknya. Arkan pun mengambil gambar keduanya untuk dikirimkan ke Leo.
"Lo mau mampir beli sesuatu ngga?" tanya Zavas dengan sedikit menengok ke samping.
"Ngga."
Zavas kembali menancap gas saat lampu telah berubah menjadi hijau. Cepat-cepat Livi berpegangan sebelum dirinya jatuh terbawa angin. Dasar Zavas gila.
Sesampainya di depan rumah Livi, Livi segara turun seraya mengembalikan helm cadangan milik Zavas.
"Thanks."
Zavas tersenyum meremehkan.
"Cih, gitu doang?"
"Lo mau gue bayar berapa? Nih, dua puluh ribu." Livi memberikan selembar uang dari dalam sakunya kepada Zavas. Zavas menatap Livi seraya menaikkan satu alisnya.
"Motor keren gue cuma lo hargain segitu? Hah, penghinaan."
"Terus lo maunya berapa? Biar gue transfer. Ribet lo ya!"