1. Hari ayah.

672 22 3
                                    

Gus azzam bersiap untuk pergi mengajar sekolah, Ya. Hari ini ia mulai kerja dengan kerjaan barunya, menjadi seorang guru sekolah dasar.

Gus azzam merapikan pakaiannya yang sedikit kusut, ia naik ke atas motor. Sebelum berangkat ia membaca doa dulu. Gus azzam mengendarai motornya dengan kecepatan cukup tinggi, ia tidak mau telat dihari pertamanya mengajar.

Kurang lebih tiga puluh menit gus azzam sampai di sekolahan, ia langsung memarkirkan motornya di parkiran guru. Berjalan masuk ke ruang guru. Ada banyak orang tua murid yang berdatangan untuk menghadiri acara, hari ayah.

"Assalamualaikum." Salam gus azzam.

"Waalaikumsalam, pak azzam." Jawab mereka tersenyum.

"Saya tidak telat kan?." Tanya gus azzam.

"Tidak." Jawab mereka.

"Anak saya tadi malam membuat puisi untuk saya. Saya benar-benar terharu banget." Ucap bapak-bapak tersenyum menatap semua guru.

Deg

Gus Azzam diam beberapa detik. "Seandainya saya tidak membuat kesalahan yang mengakibatkan aqila dan aisyah pergi, mungkin sekarang saya sedang menghadiri aisyah, mendengarkan puisi hasil Aisyah." Batin azzam sedih.

"Ayok kita keluar, acara akan segera dimulai." Ucap kepala sekolah.

Azzam menatap anak-anak kecil saling berpegangan dengan ayahnya masing-masing, azzam iri melihat itu. Ia ingin diposisi mereka. Namun. Ia tidak tahu anaknya sekarang tinggal dimana.

Aisyah menangis tersedu-sedu di pelukan aqila, ia tidak mau ke aula. Ia malu karena. Ia tidak membawa ayah, hanya dirinya yang tidak bersama ayah.

"Ais, ayok dong masuk kan ada bunda." Ajak aqila kesekian kalinya.

"Hiks, buna ais tidak mau sekolah. Ais mau pulang saja hiks. Ayah baik tidak datang hiks." Isak aisyah.

"Ais, ayah baik lagi sibuk. Sama bunda aja ya, nak." Bujuk aqila.

"Tidak mau, buna. Ais mau sama ayah, hiks." Isak aisyah.

Aqila meraup wajahnya kasar. "Ya Allah, hamba harus apa?." Batin aqila bingung. "Ais, kamu buktikan sama bunda kalau kamu bisa tanpa ayah. Dari kecil bunda yang jaga kamu, yang rawat ka-----"

"Ais juga dirawat ayah eka, hiks. Kenapa ayah eka meninggalkan kita bunda?. Ayah eka janji tidak akan meninggalkan kita, tapi kenapa ayah meninggal dunia hiks." Isak aisyah.

Aqila menganggam tangan aisyah. "Kamu ingat kan pesan ayah eka. Kalau kamu tidak boleh cengeng, kamu harus kuat, tanggung, seperti ayah eka. Kamu harus buktikan sama ayah eka kalau kamu anak yang baik, dan pintar." Aqila berusaha menguatkan aisyah. Walaupun dirinya sangat rapuh.

Aisyah yang mendengar itu langsung mengangguk pelan. "I-iya, ais mau."

Aqila tersenyum tipis ia langsung menuntun aisyah ke aula, tempat acara dilaksanakan. "Kau pasti bangga melihat anak kau pintar seperti ini." Lirih aqila.

Mereka masuk ke aula semua anak bersama ayah dan ibunya, sedangkan aisyah hanya ada ibu, tidak dengan ayah. Hati aqila rasanya perih, ia tidak iri dengan mereka, namun ia kasihan melihat aisyah yang menatap mereka dengan tatapan iri.

MC mulai membacakan urutan acara, sampai tibalah acara pembacaan puisi untuk ayah. "Keni silahkan bacakan puisi untuk ayah kamu, setelah keni Aisyah putri." Ucap MC.

Keni langsung berjalan naik ke ata panggung, ditemani kedua orangtuanya.

"Buna, ais tidak mau maju." Cicit aisyah.

"Harus maju, kan kamu sudah buatkan puisi untuk ay----"

"Tapi ayah ais tidak ada buna." Cicit aisyah.

"Ayah kamu ada." Ucap aqila.

"Aisyah putri, silahkan maju bersama kedua orangtuanya." Ucap MC.

Disini lain

Felix panik ia terjebak macet, pesan ojek pun tidak bisa semuanya penuh. "Astaga! Acara aisyah pasti sudah dimulai." Lirih felix.

Ia turun dari mobil menelpon anak buahnya. "Sial! Mereka juga terjebak macet." Umpat felix. "Masih ada waktu 10 menit lagi, sekolah aisyah juga lumayan dekat. Saya harus segera sampai di sekolah Aisyah tepat waktu." Lirih felix.

Tanpa ba-bi-bu felix langsung berlari meninggalkan mobilnya begitu saja, ia tidak mau membuat aisyah dan aqila kecewa. Ia juga sudah janji pada aisyah untuk datang ke acara. Keringat bercucuran membasahi tubuhnya, namun semangatnya tidak berkurang.

"Sebentar lagi." Lirih felix.

"A-assalamualaikum, teman-teman perkenalkan nama aku Aisyah putri, biasa dipanggil ais. Aku disini bersama bunda aku, biasan aku panggil buna itu nama panggilan kesayangan aku untuk bunda-----"

"Aisyah, amna ayah mu? Ko tidak ikut naik?." Tanya teman aisyah menatap polos Aisyah.

Air mata aisyah mengalir. "A-ayah aku d-dia tidak da-----"

BRAK

Semua orang menoleh kaget ke arah pintu yang dibuka paksa, aisyah dan aqila kaget melihat felix.

"A-ayah baik." Kaget aisyah.

"P-om felix." Cicit aqila.

"M-maaf, s-saya telat." Ucap felix. Ia berjalan sempoyongan, ia naik ke atas panggung duduk lemas di samping aisyah. "M-maaf ayah telat, tadi ayah kejebak macet."

Aisyah tersenyum lebar. "Ayah datang? Yeyyyy terimakasih ayah." Aisyah memeluk leher felix. "Ais kira ayah tidak datang."

Felix membalas pelukan aisyah. "Ayah sudah janji sama kamu akan datang, jadi ayah datang."

"Kenapa kamu keringetan gini?." Tanya aqila.

"Nanti saya ceritain, Kita dengerin puisi Aisyah dulu." Jawab felix.

Gus Azzam yang baru keluar kamar mandi mendongak menatap anak kecil yang mirip dengan anaknya. "A-aisyah." Cicit gus azzam, ia berjalan mendekat memastikan kalau yang ia lihat aisyah. Walaupun ia terpisah cukup lama, namun wajah Aisyah masih ia ingat dengan jelas.

Aisyah menganggam tangan felix. "Teman-teman ini ayah aku namanya felix dan ini buna aku namanya aqila, oh, ya. Sebenarnya ayah aku sudah masuk surga lebih dulu, aku sedih karena ayah aku sudah meninggal. Tapi aku juga senang karena aku punya ayah baru yang sama-sama baik, oh ya teman-teman aku mau membacakan puisi untuk ayah eka, dan ayah felix."

Felix tersenyum tipis.

Aisyah menatap aqila dan felix. "Ayah felix dan ayah eka, kalian berdua yang aku cintai dan aku sayangi. Kalian berdua adalah ayah terbaik aku, untuk ayah eka yang sangat aku cintai dan sayangi. Terimakasih sudah hadir dalam hidup ais dan buna, terimakasih sudah mau menemani ais bermain, dan melukis. Terimakasih sudah menyemangati ais. I love you ayah eka. Dan untuk ayah felix, yang sekarang ini di depan ais, yang tangannya bisa ais genggam, yang tubuhnya bisa ais peluk. Terimakasih sudah mengantikan peran ayah eka, terimakasih sudah menyanyagi ais. I love you ayah felix."

Prok-prok-prok......

Felix memeluk aisyah. "Ayah bangga sama kamu." Bisik felix, mencium seluruh wajah Aisyah. Rasa capeknya hilang begitu saja setelah mendengar puisi aisyah.

"Bunda bangga sama kamu nak." ucap aqila memeluk aisyah.

DEG

Tubuh gus azzam mematung melihat mereka, melihat aqila dan aisyah yang saling berpelukan. "A-aqila, a-aisyah." Cicit gus azzam.

***

Bismillah pilihanku (Season2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang