Chapter 14 : Instinct Must Save Lives

541 81 3
                                    

Di dalam kamar tidur Sakura, Naruto merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat ia duduk di samping Sakura, memperhatikan telapak tangannya yang lembut. Ia mencoba untuk tetap fokus pada tugasnya, tetapi tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan wajah Sakura yang begitu memesona di sampingnya.

Bulu mata Sakura yang merah muda terlihat begitu lembut, hampir seperti sayap kupu-kupu yang menyentuh pipinya dengan lembut setiap kali ia berkedip. Alisnya sedikit mengerut karena fokusnya yang tercurah pada luka di telapak tangannya, menciptakan ekspresi yang begitu menggoda bagi Naruto.

Namun, yang paling memukau bagi Naruto adalah bola mata Sakura yang berwarna emerald yang begitu indah. Setiap kali mata Sakura bertemu dengannya, rasanya seperti melihat ke dalam hutan yang hijau yang penuh dengan kehidupan dan misteri. Mata itu begitu dalam dan memikat, membuat Naruto merasa seperti terjebak dalam pesona yang tak terlukiskan.

"Nona, lukanya sangat dalam, maafkan saya," ucap Tenten di tengah keterpesonaan Naruto. Pelayan kecil itu tampak kembali ingin menangis, tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya atas luka di telapak tangan indah milik nonanya.

Sakura secara perlahan menegakkan kepalanya, ia berharap Tenten berhenti menangis dan berharap jika Naruto tidak menyadari situasi yang terjadi. Sakura tidak mau Sasuke sampai tahu karena begitu pria itu tahu, ia akan membuat peraturan menyebalkan yang menggangu rencana Sakura. Karena itu, Sakura melemparkan senyumnya ke arah Tenten. "Tenten, tenanglah."

Sementara Naruto yang tersadar berkat celetuk Tenten segera berdehem pelan, mencoba untuk mengalihkan perhatiannya kembali pada tugasnya yang sedang di depan mata. Naruto pun mengambil selembar kain bersih dan menyiramkan sedikit air ke atasnya. Dengan lembut, ia membersihkan luka di telapak tangan Sakura, memastikan bahwa tidak ada kotoran yang tersisa. Setelah membersihkan luka, Naruto mengambil salep yang telah disiapkan oleh Tenten sebelumnya dan mengoleskannya dengan hati-hati di sekitar luka.

Sakura duduk diam, memperhatikan dengan penuh kepercayaan pada Naruto saat ia merawat luka di tangannya. Meskipun sedikit sakit, ia merasa nyaman karena tindakan lembut Naruto. Setiap sentuhan, meskipun terasa dingin karena obat, memberinya perasaan hangat yang menyenangkan.

Setelah selesai, Naruto melilitkan perban putih yang bersih di sekitar luka, memastikan bahwa perlindungan tambahan diberikan untuk mempercepat proses penyembuhan. Sakura tersenyum lembut. "Terima kasih banyak."

"Tolong lain kali lebih berhati-hati lagi, Selir Haruno," ucap Naruto yang segera beranjak dari tempat duduknya bahkan Sakura belum sempat menyahuti ucapannya, pria itu seolah membuat batasan diantara mereka.

Naruto membungkukkan setengah tubuhnya, berpamitan dan lekas pergi menuju pintu. Namun begitu Naruto berbalik dan hendak menutup pintu, Tenten sudah ada di depannya. Naruto tidak bisa menyembunyikan ekspresi penuh keterkejutannya hingga Tenten menyodorkan pisau buah yang melukai Sakura.

"Bawa benda ini menjauh, Jenderal. Tolong," ungkap Tenten dengan cepat sebelum ia menutupi pintu dengan keras.

Untuk beberapa saat, Naruto sempat tersentak kaget karena Tenten yang menutup pintu dengan keras sampai secara perlahan kepalanya tertunduk. Bola mata sapphire biru Naruto menatap pisau di tangannya yang masih berlumuran darah. Saat Naruto bahkan belum sempat memutuskan apa yang harus ia lakukan, seorang pelayan datang dan menyuruhnya untuk segera menemui kaisar.

"Sebaiknya, kusimpan dulu," ucap Naruto yang segera menyelipkan benda tajam itu diikat pinggangnya.

Dengan langkah yang tenang, Naruto berjalan menyusuri istana menuju ruang belajar milik kaisar. Di sepanjang jalan, semua orang memperhatikannya, membisikkan kalimat-kalimat semacam dirinya adalah monster. Sejujurnya, Naruto merasa muak dengan hidupnya. Karena dia berbeda, karena dia tidak bisa merasakan rasa sakit, semua orang menganggapnya sebagai monster bahkan menjadikan dirinya orang di garis terdepan perang tanpa mempedulikan keinginannya.

Naruto amat benci, benda dengan semua hal yang ada di dunia ini. Naruto merasa dia hidup bukan sebagai dirinya, dia tidak pernah tahu apa arti dari dirinya sendiri. Mungkin pernah, ketika ia masih kecil dulu. Naruto ingat masa-masa itu dengan baik, bagaimana ia bisa tertawa lepas sampai akhirnya ia mengetahui jika ia berbeda dengan anak-anak lainnya.

"Hidup benar-benar tak terduga," gumam Naruto tepat ketika ia tiba di depan ruang belajar kaisar sampai suara lantang bergema, menyuarakan kedatangannya.

Naruto memasuki ruangan, bertemu dengan Sasuke yang tenang bersama sebuah gulungan di tangannya. Bola mata onyxnya itu tampak fokus membaca deretan huruf di gulungan yang ada di tangannya sebelum akhirnya ia melipatnya menjadi dua, menjatuhkan benda itu di atas meja sebelum akhirnya ia menatap Naruto dengan serius. Namun pisau buah yang masih berlumuran darah di ikat pinggang Naruto mengganggunya.

"Darimana kau mendapatkan benda itu?" tanya Sasuke dengan dingin, ia tampak tak suka akan kenyataan dimana Naruto berani menemuinya dengan membawa benda berlumuran darah.

"Maaf Yang Mulia, saya belum sempat menyingkirkannya. Tadi, saya tak sengaja mendengar suara teriakan Selir Haruno dan segera menemuinya karena khawatir ada penyusup yang datang namun ternyata Selir Haruno melukai dirinya sendiri. Pisau ini ad-" "Apa kau bilang?!" ucap Sasuke dengan wajah tegangnya, memotong ucapan Naruto begitu ia mengetahui jika Sakura melukai dirinya sendiri.

Begitu Naruto hendak membuka mulutnya guna menjelaskan lebih lanjut, Sasuke sudah berdiri dan pergi secara terburu-buru menuju ke Istana Musim Semi yang ditempati oleh Sakura. Pria itu tampak khawatir sekaligus marah dan tanpa menunggu lama, ia segera membuka pintu kamar Sakura tanpa menahan diri sama sekali bahkan Sakura yang seorang diri di dalam sana terkejut dibuatnya.

Kini onyx hitam kelam Sasuke menatap luka di tangan Sakura dengan tatapan tak menentu. Ia segera mendekat dan mencengkram tangan mungil itu. "Apa yang kau lakukan? Kudengar kau melukai dirimu sendiri?!"

"Jangan berlebihan," ucap Sakura dengan nada ketusnya, berusaha menarik pergelangan tangannya dari genggaman tangan Sasuke namun sayangnya Sasuke tak ingin melepaskannya dengan semudah itu.

Sasuke dengan rasa amarah yang membuncah di dalam dadanya, menarik pergelangan tangan Sakura sampai bola mata mereka saling bertatapan. "Dengar baik-baik Selir Haruno, aku tidak akan pernah membiarkan kau mati."

Di tengah-tengah situasi tegang itu, Kakashi tiba-tiba muncul, berada di balik pintu yang tertutup. Sasuke yang menyadari keberadaan Kakashi pun menolehkan sedikit kepalanya ke belakang seolah memberi kode untuk Kakashi mengatakan apa keperluannya.

"Kami menemukan tanda-tanda keberadaan Sabaku Gaara, Yang Mulia," ucap Kakashi membuat Sasuke tak bisa menyembunyikan senyuman kemenangan di bibirnya.

Sekali lagi, Sasuke menarik pergelangan tangan Sakura dan menatapnya dengan tatapan marah. "Aku menemukannya, Sabaku Gaara yang begitu kau cintai itu, pria yang membuatmu rela mati jika tidak bersamanya. Aku akan membunuhnya, Selir Haruno. Aku akan membawa kepala merah pria itu ke kehadapanmu."

"Ya?" ucap Sakura kebingungan, merasa ada sebuah kesalahpahaman besar di sini. Sejak kapan ia begitu mencintai Gaara bahkan rela mati jika tidak bersama dengannya? Mereka bahkan belum lama ini bertemu.

Sakura menggelengkan kepalanya pelan, itu tidak penting sekarang. Masalahnya adalah pria Uchiha di hadapannya itu hendak membunuh seorang manusia karenanya. Sakura tidak bisa membiarkan hal ini terjadi.

"Apakah menghilang nyawa bagimu semudah itu? Itu adalah nyawa, kau sudah gila?!" bentak Sakura yang justru membuat Sasuke semakin marah dan mendorongnya.

"Aku akan membawa kepala pria itu kehadapanmu!" ucap Sasuke yang lekas pergi bahkan tanpa peduli jika Sakura merintih kesakitan karena didorong olehnya.

"Sialan, aku harus melakukan sesuatu. Aku ini dokter, aku menyelamatkan orang bukan menjadi penyebab seseorang kehilangan nyawanya," ucap Sakura dengan panik.

Dalam keputusasaan yang memuncak, Sakura memutuskan untuk bertindak sendiri. Dengan hati yang berdebar kencang, ia menyelinap keluar dari istana khusus miliknya. Dengan hati-hati, ia mengendap-endap melewati penjaga-penjaga yang terjaga ketat, memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk menghindari deteksi.

Akhirnya, Sakura tiba di halaman istana di mana rombongan Sasuke sedang bersiap-siap. Dalam momen yang penuh ketegangan, ia mencari celah untuk menyelinap masuk ke kereta barang yang bersiap-siap berangkat. Dalam kegelapan kereta, Sakura merasa napasnya tersengal, tetapi ketekunannya tidak kendur. Ketika kereta itu mulai bergerak, Sakura memejamkan mata sejenak, merasakan getaran yang menyertainya. Ia tahu bahwa perjalanannya akan berbahaya, tapi ia sudah bertekad untuk menyelamatkan Gaara.

Mysteries of the MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang