Langkah Kaisar Uchiha Sasuke terdengar samar-samar di lorong istana yang sunyi. Dengan langkah yang pasti dan tanpa cela, ia memasuki kamar tidur Sakura. Wajahnya yang dingin dan datar seperti batu tidak mengungkapkan apa pun, tetapi bola mata onyxnya menatap tajam ke arah Sakura dengan intensitas yang mengancam, seperti mata elang yang tidak pernah melepaskan mangsanya bahkan untuk sekejap pun. Cahaya lembut dari luar jendela menyinari wajahnya yang tampan, menciptakan bayangan yang misterius di sekitarnya.
Di belakangnya, beberapa pengawal berdiri tegak, siap untuk bertindak segera setelah sang kaisar memasuki ruangan. Mereka menunjukkan kehadiran mereka dengan keheningan yang menakutkan, menambah aura tegang di udara. Seorang pelayan wanita mengikutinya, membawa sebuah keranjang berukuran sedang yang berisi berbagai macam buah-buahan segar.
Sementara Sakura tampak malas dan tidak peduli dengan kedatangan sang kaisar, berbeda dengan Tenten yang bersikap sopan dengan membungkukkan tubuhnya. Sakura hanya memandang mereka dengan sikap acuh tak acuh, emerald hijaunya menunjukkan jika dirinya tak berminat melihat wajah pria itu. Hingga mereka duduk saling berhadapan di meja bundar, suasana ruangan menjadi tegang dan terdiam, namun Sakura tetap mempertahankan sikap acuh tak acuhnya.
Saat itu juga Tenten bergegas pergi setelah mendapat lirikan tajam dari Sasuke, meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan itu. Keranjang buah yang ditinggalkan di atas meja memancarkan aroma segar yang menyegarkan udara ruangan, menambah nuansa yang menarik dalam pertemuan mereka. Sementara bola mata onyx hitam Sasuke tetap memandang tajam wajah Sakura, tanpa sedikit pun melemahkan intensitas pandangannya. Dibalik wajah yang tenang dan tak terbaca, tersembunyi kekuatan yang dalam dan tekad yang kuat.
"Ehem!! Ehem!!" Suara deheman Sakura secara tiba-tiba memecahkan keheningan. Dengan wajah malasnya wanita merah muda itu meliput tangannya di depan dada, memandang wajah Sasuke dengan malas.
"Apa yang ingin kau katakan? Cepatlah," desak Sakura karena baginya, menghirup udara yang sama dengan pria itu begitu menyebalkan.
Dalam desakan Sakura, Sasuke menyadari jika pipi ikan buntal Sakura sudah hampir benar-benar menirus. Hal itu pun mendorong Sasuke untuk mengambil buah apel dari dalam keranjang buah dan mengulurkannya ke depan wajah Sakura. "Makanlah."
Buah apel yang Sasuke sodorkan tampak begitu bagus, warnanya merah sempurna membuat Sakura teringat akan warna merah rambut kakaknya yang tak ayal membuat ia segera menangis kencang. "Merah.... huahhh!! Kak Sasori.... hiks... hiks... Kakak!!"
"Berani-beraninya." Sasuke merapatkan giginya emosi mendapati nama Sasori kembali terdengar di telinganya, keluar langsung dari bibir wanita merah muda di hadapannya itu. Sasuke benar-benar marah sampai-sampai ia meremukkan apel di tangannya.
Sasuke menggebrak meja dengan kuat, segera menumpahkan rasa amarahnya. Dengan langkah tegap, ia meninggalkan kamar tidur selirnya tanpa berkata sepatah kata pun. Sementara itu, Sakura yang ditinggalkan masih terduduk di tempatnya, menangis sesenggukan merindukan kakaknya. Namun, di tengah tangisannya itu, tangannya masih bergerak secara otomatis, meraih sepotong pisang dari dalam keranjang dan membukanya. Dengan gemetar, ia memakan pisang itu sambil terus menangis, mencoba meredakan rasa sakit yang memenuhi hatinya.
Melihat kaisar yang keluar dari kamar tidur nonanya dengan ekspresi penuh amarah, Tenten bergegas untuk kembali masuk ke dalam, mendapati sang nona tengah menangis sambil makan pisang. Dalam situasi ini Tenten tidak tahu harus bersikap seperti apa, ia sedikit panik namun bisa-bisanya sang nona makan pisang.
"Nona, sebenarnya ada apa?" ucap Tenten kebingungan, menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali lantaran bingung, memperhatikan sang nona yang kini tinggal sesenggukan.
Kali ini giliran Sakura yang menggebrak meja usai pisangnya habis. "Uchiha Sasuke sialan itu, bisa-bisanya setelah ia membangunkan aku dan memisahkan aku dengan Kak Sasori masih sempat datang dan membawa apel yang warnanya mirip dengan rambut Kak Sasori, tidak tahu malu!!"
"Ah?" sahut Tenten kebingungan.
Sementara itu di dalam kamar tidurnya, Sasuke menghancurkan barang-barang dengan geram, membiarkan pecahan-pecahan kaca dan serpihan kayu berserakan di lantai. Suasana tegang itu terputus saat Kakashi tiba untuk menghadapnya. Bola mata Kakashi bergulir sedikit, memperhatikan keadaan sekeliling dengan waspada, namun ia tidak memiliki keberanian untuk bertanya apa yang terjadi atau apa yang membuat suasana hati sang kaisar begitu buruk.
"Bagaimana hasil penyelidikanmu?" tanya Sasuke mengulirkan bola matanya tajam, memandang Kakashi yang baru saja menegakkan tubuhnya usai menunduk untuk melapor.
"Dalam penyelidikan, saya tidak menemukan keberadaan pria bernama Sasori yang dimaksud oleh Selir Haruno. Selir Haruno juga tidak pernah menjalin hubungan lain selain dengan seorang pria bernama Sabaku Gaara. Sebelum aksi pemberontak Kerajaan Okiya, diketahui jika Selir Haruno bertunangan dengan pria ini," terang Kakashi dengan lugas.
"Sabaku Gaara?" gumam Sasuke, menggumamkan nama pria yang terdengar asing itu.
"Benar Yang Mulia, Sabaku Gaara merupakan seorang jenderal besar di Kerajaan Okiya. Usianya masih muda karena itu ia mendapat banyak perhatian dari masyarakat terutama karena wajahnya yang tampan dengan rambut merahnya," ucap Kakashi menyampaikan informasi lebih lanjut yang ia dapati selama penyelidikan.
"Rambut merah? Mungkinkah dia Sasori yang Selir Haruno maksud? Pria itu.... bagaimana namanya bisa berbeda?" ucap Sasuke sembari mengepalkan tangannya, penuh dengan amarah dan kebencian terhadap pria yang bahkan tidak ia ketahui seperti apa wajahnya.
"Mungkinkah Sasori adalah panggilan kesayangan Selir Haruno untuknya?" ucap Kakashi menebak-nebak, memperkeruh suasana dengan spekulasinya padahal kenyataannya Sasori dan Gaara tentu adalah dua orang yang berbeda.
"Dimana dia?" ucap Sasuke dengan kilatan amarah yang terpancar dari bola mata onyx hitam kelamnya itu.
"Mohon maaf Yang Mulia, selama peperangan dengan Kerajaan Okiya pada saat itu beliau berhasil melarikan diri namun saya sudah membagi dua pasukan secara terpisah untuk mencarinya," ucap Kakashi yang segera mengepalkan tangannya memberikan hormat.
"Aku mengerti, pergilah," ucap Sasuke membuat Kakashi menganggukkan kepalanya, segera membungkukkan tubuhnya dan meninggalkan ruangan itu sebelum ia menjadi sasaran dari suasana hati pria bergelar kaisar yang tengah buruk itu.
"Jenderal Hatake?" Suara lembut segera terdengar, menyapa Kakashi di depan pintu dan orang tersebut adalah Hyuga Hinata, selir ketiga kesayangan kaisar yang datang bersama pelayan membawakan teh yang masih hangat di atas nampan.
"Ah, Selir Hyuga," ucap Kakashi sedikit terburu-buru, segera membungkukkan tubuhnya dengan hormat walau sejenak hingga bola matanya melihat nampan yang di bawa oleh pelayan wanita Hyuga itu.
"Apakah Selir Hyuga bermaksud menemui Yang Mulia?" tanya Kakashi membuat Hinata segera menganggukkan kepalanya bersama dengan senyuman lembutnya yang terkesan anggun.
"Akhir-akhir Yang Mulia kurang tidur karena memikirkan rakyat, aku hanya ingin meringankan beban Yang Mulia walau sesaat. Katanya teh ini bisa membantu Yang Mulia untuk tidur lebih nyenyak," ucap Hinata sambil melirik teh yang dibawa oleh pelayannya.
"Mohon maaf Selir Hyuga, sebaiknya Anda kembali terlebih dahulu. Suasana hati Yang Mulia sedang tidak baik, takutnya...." Kakashi menggantungkan kalimatnya, melihat guratan kekecewaan di wajah Hinata.
Hinata berusaha tersenyum. "Baiklah, terima kasih Jenderal Hatake karena sudah memperingatkan aku. Kalau begitu aku akan kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysteries of the Moonlight
FanficDokter muda berbakat, Sakura terpaksa pulang larut malam karena operasi darurat di rumah sakit. Berpikir untuk segera menjumpai kasur di rumahnya Sakura justru secara mengenaskan terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawanya. Saat bulan bersinar...