Memijat kepalanya sendiri, Sakura benar-benar merasa pusing. Ini lebih rumit daripada soal di ujian masuk perguruan tinggi karena jawabannya benar-benar tidak masuk akal. Sebagai seorang dokter yang berpikir logis berdasarkan hal-hal ilmiah, Sakura bahkan tidak percaya jika hantu itu ada namun apa yang baru saja ia dengar bahkan alami benar-benar tidak masuk akal, melenceng dari ilmu pengetahuan apapun.
Pada intinya, Sakura terlempar ke dimensi lain dimana dirinya adalah seorang selir bernama Haruno Sakura yang baru saja menikah hari ini. Setidaknya itu menjelaskan siapa pria bengis dan tak bersahabat yang mengangkutnya dan membuangnya seperti anak kucing malang sebelumnya. Pria itu Uchiha Sasuke, Sang Kaisar dan tak lain adalah suaminya.
"Ayah, Ibu, Kak Saso!! Saku mau pulang!!" jerit Sakura frustrasi, mencengkram rambutnya sendiri disaat seorang wanita yang sebelumnya menjelaskan tentang situasinya meringis melihatnya.
"Nona, Yang Mulia sungguh tidak memukul Anda?" tanyanya khawatir, ia benar-benar khawatir jika otak nonanya itu bermasalah karena dipukul oleh kaisar sampai lupa diri.
"Tenten!" ucap Sakura, memanggil nama wanita itu, segera mencengkram kedua lengannya seolah dirinya bersiap untuk menyatakan kebenarannya. Namun melihat bola mata Tenten yang menatapnya dengan ekspresi kebingungan Sakura memilih untuk tidak mengatakannya karena sepertinya wanita itu tidak akan mengerti.
"Sudahlah aku menyerah," ucap Sakura pasrah, melepaskan cengkraman tangan dari kedua lengan Tenten sampai tubuh mungilnya itu ambruk di atas kasur, menatap langit-langit kamar dengan helaan nafas panjang.
"Aduhh Nona, ini bukan saatnya tidur," ucap Tenten berusaha menarik tubuh Sakura untuk berdiri namun Sakura tak bergeming, setia pada posisinya sampai Tenten menyerah.
"Benar, tidur. Ini pasti hanyalah mimpi buruk yang sangat random. Karena itu jika aku tidur kembali, semua akan kembali normal," ucap Sakura berusaha menyakini hal tersebut dan segera membenamkan tubuhnya di dalam selimut, bersiap untuk tidur dengan cantik.
Tenten yang melihat kelakuan nonanya itu pun menghembuskan nafasnya kasar, memijat kepalanya sendiri yang pening. "Sudahlah, saya menyerah. Saya akan meninggalkan Nona istirahat."
Setelah kalimat pasrahnya, Tenten pergi meninggalkan kamar tidur Sakura membiarkan wanita itu untuk beristirahat. Sakura yang ditinggal sendirian pun segera memejamkan matanya untuk pergi tidur, berharap jika mimpi anehnya itu segera berakhir namun ketika ia terbangun keesokan paginya semuanya tetap sama.
"Sialan!!" teriak Sakura sekencang-kencangnya bahkan suaranya terdengar sampai ke lorong. Tak hanya berteriak, Sakura bahkan sampai mengacak rambutnya frustrasi membuat Tenten yang melihatnya meringis.
"A-ano Nona, disaat seperti ini Anda harus segera bersiap," ucap Tenten sedikit gelagapan, berusaha mendekati Sang Nona namun ia ragu. Tentu saja, siapa yang berani mendekati seseorang seperti anjing gila yang menggonggong kencang itu.
"Apa? Kenapa? Memangnya apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku harus bersiap?" ucap Sakura dengan nada jengkelnya, melemparkan tatapan tidak senangnya ke arah Tenten.
Tenten berdehem pelan. "A-ano Nona, Anda harus sarapan pagi bersama Yang Mulia karena ini adalah pagi pertama Anda dan Yang Mulia sebagai pasangan suami-isteri."
"Benar, dia pria brengsek tidak sopan yang mengangkut aku seperti kucing jalanan," ucap Sakura menutupi setengah wajahnya menggunakan telapak tangannya, mengingat kejadian buruk yang menimpanya semalam.
"Nona....," panggil Tenten setengah berbisik, berusaha memperingatkan Sang Nona yang mengucapkan kalimat tidak sopan kepada pria yang memiliki otoritas paling tinggi di negeri itu.
"Tidak, aku tidak mau mengakuinya. Dia itu bukan suamiku, aku ini seseorang yang memutuskan untuk melajang seumur hidupku. Kalaupun aku punya anak pasti itu dari rahim istri Kak Sasori," ucap Sakura yang kembali menarik selimut, bersiap untuk tidur kembali karena ia tak berniat melakukan apapun.
"Nona tolonglah jangan seperti ini, bagaimana jika Yang Mulia memenggal kepala Nona karena melewatkan sarapan pagi bersama?" tanya Tenten dengan panik namun Sakura sudah bersikukuh dengan pendiriannya untuk tidak menemui pria berhati dingin bernama Uchiha Sasuke itu. Dia sudah pernah mati sekali lalu apa salahnya mati untuk kedua kalinya.
Ya, setidaknya itu pendirian Sakura semenit sebelum perutnya berbunyi lantaran lapar sampai akhirnya ia berakhir duduk berhadapan dengan pria berhati dingin bernama Uchiha Sasuke. Namun Sakura tak terlalu mempedulikannya, bersemangat saat melihat para pelayan meletakkan makanan di atas meja makan.
"Apakah kau tidak ingin mengatakan sesuatu Selir Haruno?" tanya Sasuke dengan suara dinginnya, bermaksud untuk menerima permintaan maaf dari wanita merah muda yang bersiap dengan sumpitnya untuk makan.
Lima menit kemudian berlalu, onyx hitam kelam Sasuke pun sudah memelototi Sakura sampai matanya perih karena tidak berkedip sementara wanita itu dengan anteng memasukkan makanan ke mulutnya sampai mulutnya mengembung seperti ikan buntal. Saat ini harga diri Sasuke sebagai seorang kaisar tercoreng sampai ia berdehem kencang.
"Apha?" tanya Sakura dengan nada jengkelnya, menegakkan kepalanya untuk menatap wajah Sasuke sekaligus memperlihatkan wajah ikan buntalnya yang membuat amarah Sasuke mereda karena terlalu lucu alhasil pria itu berusaha mati-matian menahan tawanya sampai sudut bibirnya sedikit bergetar.
Glek. "Kau tidak mau makan itu?" tanya Sakura setelah ia meneguk makanannya, menunjuk makanan di mangkuk Sasuke yang belum disentuh sama sekali menggunakan sumpitnya.
"Selir Haruno, kau sepertinya benar-benar ingin mati," ucap Sasuke yang kembali melemparkan tatapan tajamnya, menatap emerald hijau Sakura yang berkedip saat ditatapnya.
"Akan lebih baik jika mati setelah perut kenyang, biarkan aku makan dahulu," ucap Sakura menahan Sasuke namun pernyataannya itu membuat Sasuke melotot, memangnya ia sedang menjual ikan hingga boleh ditawar-menawar seperti itu?
"Sel-" Sasuke belum sempat memanggil selirnya itu kembali namun sumpit selirnya itu sudah bergerak, mencomot semua makanan yang ada di mangkuknya hingga habis dan kali ini Sasuke sampai tak bisa berkata-kata, hanya bisa melihat gerakan sumpit Sang Selir yang terus mencomot makanannya.
"Baiklah, aku sudah siap," ucap Sakura yang kemudian menyingkirkan beberapa mangkuk makanan di atas meja lalu meletakkan kepalanya di atas meja, memberikan posisi yang layak dimana kepalanya bisa dipotong. Setidaknya Sakura sudah bersiap untuk mati.
"Lebih baik mati daripada menikahi orang aneh," gumam Sakura pelan dengan helaan nafas kasar. Sakura pikir gumamannya itu tidak didengar oleh Sang Kaisar namun sayangnya Sang Kaisar adalah seorang ahli pedang yang memiliki pendengaran tajam.
Sesaat Sasuke benar-benar merasa buruk, harga dirinya terluka untuk kedua kalinya karena wanita itu bahkan rela mati dibandingkan menikah dengan pria sepertinya. Itu artinya wanita itu benar-benar menganggap buruk dirinya dan itu menjawab alasan dirinya nekad menerobos masuk ke kamar tidurnya yang mana konsekuensinya adalah kematian. Jadi, sejak awal wanita itu sudah bersiap mati sangking jijik menikah dengannya.
"Aku tidak akan memujudkan keinginanmu dengan mudah Selir Haruno. Hiduplah selamanya," ucap Sasuke datar, segera beranjak dan pergi meninggalkan ruangan itu membuat Sakura yang menegakkan kepala setelah kepergiannya menampilkan ekspresi bingung.
"Sepertinya ia sudah gila," gumam Sakura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysteries of the Moonlight
Fiksi PenggemarDokter muda berbakat, Sakura terpaksa pulang larut malam karena operasi darurat di rumah sakit. Berpikir untuk segera menjumpai kasur di rumahnya Sakura justru secara mengenaskan terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawanya. Saat bulan bersinar...