Chapter 06 : A Doctor's Natural Calling

701 113 8
                                    

Di pagi yang cerah di kekaisaran Himura, kegaduhan menyelimuti udara seiring dengan persiapan menyambut kedatangan Jenderal Uzumaki Naruto yang akan kembali dari medan perang. Orang-orang sibuk bergerak di sepanjang jalan menuju gerbang istana, mempersiapkan diri untuk menyambut sang pahlawan yang berhasil memenangkan perang bersama rombongan pasukannya.

Para prajurit berkumpul dengan gagah di lapangan, mengibarkan bendera kekaisaran dengan bangga dan mengasah pedang mereka sebagai tanda kesiapan untuk menyambut sang jenderal yang dihormati. Di sepanjang jalan menuju istana, penduduk setempat berkumpul dengan antusias, menyambut kedatangan pahlawan mereka dengan sorak sorai dan senyum yang tulus.

Di dalam istana, para pelayan sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan Jenderal Uzumaki Naruto. Meja makan dipenuhi dengan hidangan lezat, minuman yang menyegarkan disajikan dalam gelas-gelas cantik, dan bunga-bunga indah diatur sedemikian rupa untuk menciptakan suasana yang meriah dan hangat.

Akhirnya, dengan suara gemuruh dan sorakan yang menggetarkan, pasukan Jenderal Uzumaki Naruto tiba di gerbang istana. Sang jenderal memasuki istana dengan gagahnya, diikuti oleh rombongan prajuritnya yang penuh semangat. Wajahnya berseri-seri melihat sambutan meriah yang diberikan oleh rakyat dan prajurit kekaisaran.

Saat langkahnya memasuki halaman istana, para musisi memainkan lagu kehormatan dan para pelayan memercikkan bunga-bunga di jalannya. Kedatangan sang jenderal tidak hanya menyemarakkan suasana, tetapi juga memenuhi hati semua yang hadir dengan rasa kebanggaan dan penghormatan terhadap pahlawan mereka. Namun, di antara keramaian tersebut, Sakura diam-diam menyelinap dan kabur, membuat Tenten yang mengawasinya menjadi cemas.

"Nona, bukannya menyelinap keluar seperti ini tidak baik? Kalau ketahuan oleh Yang Mulia bagaimana? Yang Mulai apakah akan memotong leher kita?" tanya Tenten dengan cemas, memperhatikan sang nona yang tengah mengawasi keadaan sekitar melalui tembok-tembok bangunan.

Gerakan Sakura terhenti sejenak, segera mengulirkan bola matanya ke arah Tenten sembari menghela nafas. "Kau ini, kenapa begitu takut padanya? Dia itu bukan tuhan. Sudah tenang saja."

"Tapi Nona...., sebenarnya kita mau kemana?" tanya Tenten, suaranya masih penuh dengan kekhawatiran yang mengganggu pikirannya. Bukannya apa-apa tapi ia tak punya keberanian sebesar nonanya itu yang bahkan rela mati kapan saja.

"Tentu saja menemui jenderal itu," sahut Sakura.

"Ah?" sahut Tenten dengan ekspresi bingungnya. Tenten benar-benar tidak mengerti mengapa nonanya berniat bertemu dengan pria bergelar jenderal yang baru saja memenangkan peperangan itu terlebih mereka tak saling kenal.

Saat rasa penasarannya sampai pada puncaknya, Tenten tak bisa lagi membendung rasa penasarannya hingga akhirnya ia bertanya. "Namun Nona, mengapa harus menemuinya?"

"Kau masih belum mengerti juga? Dia itu sakit Tenten," ucap Sakura membuat Tenten semakin bingung, cukup membuat ia sampai memiringkan kepalanya untuk mengekspresikan kebingungannya.

"Bukannya dia tidak bisa merasakan sakit?" tanya Tenten kebingungan karena itu memang faktanya.

Sakura menghela nafas panjang setelah mendengarnya. "Kau ini, tidak bisa merasakan rasa sakit itu juga sakit. Aku curiga ia mengidap Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis, di mana seseorang tidak bisa merasakan sensasi sakit seperti orang kebanyakan."

"Nona, Nona," panggil Tenten dengan suara yang penuh ketakutan, menepuk pelan bahu Sakura yang mengintip lewat dingin membelakanginya. Namun tepukan Tenten sepenuhnya diabaikan oleh Sakura sementara Tenten semakin keringat dingin pasalnya Sasuke berdiri di belakang mereka sambil menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya bersama tatapan mengerikannya itu.

"Tenten tenanglah, kau percaya saja padaku. Ini semacam panggilan seorang dokter, lihat sebentar lagi pengawalnya akan berganti, saat itu kita bisa lari menuju bangunan selanjutnya," ucap Sakura yang menanggapi tepukan Tenten sebagai bentuk kecemasan wanita itu.

"Hn." Sahutan dengan suara rendah itu tiba-tiba terdengar membuat kening Sakura berkerut, ia kebingungan karena suara Tenten berubah seperti suara pria hingga ia secara perlahan membalikkan tubuhnya.

"Kau....!!" Sakura menunjuk wajah Sasuke menggunakan jari telunjuknya, begitu terkejut akan kehadiran pria yang kini menaikan satu alisnya seolah tengah mengejeknya hingga Sakura mengulirkan bola matanya, menatap Tenten yang berjarak tiga langkah kaki darinya.

"Bagus Selir Haruno, kau berani membantah laranganku," ucap Sasuke dengan bengis, melemparkan tatapan tajamnya di saat Sakura melipat tangannya di depan dada sembari memalingkan wajahnya.

"Kenapa aku harus menuruti larangan? Kuberi tahu padamu! Bahkan larangan keluar di atas jam sepuluh malam dari Kak Sasori saja berani kulanggar, memangnya siapa kau?" ucap Sakura menggerutu sementara Sasuke yang mendengarnya segera melotot, emosi karena lagi-lagi mendengar nama Sasori.

"Kau ikut denganku," ucap Sasuke menyeret kerah baju Sakura seperti ia tengah menyeret kucing yang langsung meronta-ronta. Namun seperti apapun ia meronta, tentu ia tak sebanding dengan kekuatan Sasuke.

Pada akhirnya, Sakura berada di aula perjamuan yang ramai, menyambut kedatangan Jenderal Uzumaki Naruto bersama pasukannya yang kembali dari medan perang. Dia duduk di kursi yang terletak di sisi kiri dan kanan aula, saling berseberangan dengan para selir Sasuke. Di seberangnya, Karin dan Ino menatapnya dengan pandangan penuh penilaian, mencerminkan perasaan campur aduk mereka terhadap Sakura. Sementara itu, Hinata duduk di kursi di sampingnya, menatap Sakura dengan tatapan yang tak terbaca, membuatnya merasa tertegun oleh misteri yang tersembunyi di balik ekspresi wanita itu.

Sejenak kemudian, pintu besar ruangan itu terbuka perlahan, mengungkapkan sosok Naruto yang masuk dengan langkah tegap, diikuti oleh aura kebangkitan dan kemenangan. Sasuke memandangnya dari kursi kebesarannya, ekspresinya tenang namun penuh dengan rasa hormat dan penghargaan.

"Jenderal Uzumaki," panggil Sasuke dengan suara yang terasa mengisi seluruh ruangan. "Kemenangan ini takkan pernah dicapai tanpa keberanianmu di medan perang."

Naruto menatapnya dengan penuh kebanggaan, mengakui ucapan itu dengan anggukan ringan. "Kami semua berjuang bersama, Yang Mulia. Tak ada yang perlu diucapkan terima kasih."

Sasuke mengangguk, memahami sentimen itu, namun ketegasannya tak terelakkan. "Namun, aku tak bisa menyembunyikan rasa terima kasihku. Peranmu dalam kesuksesan kita takkan pernah terlupakan."

Onyx hitam kelam Sasuke kemudian bergulir, melirik seorang pria paruh baya yang segera menganggukkan kepalanya, segera membacakan isi gulungan pergamenta yang dipegang erat di tangannya. "Dengan penuh kehormatan mengumumkan bahwa atas kontribusi luar biasa Jenderal Uzumaki Naruto dalam memenangkan perang, Yang Mulia Kaisar dengan ini memberikan penghargaan yang sesuai dengan keberanian dan pengorbanannya."

"Jenderal Uzumaki Naruto dianugerahi medali kehormatan untuk keberanian yang telah ditunjukkan di medan perang, sebagai tanda penghargaan atas ketabahan dan keteguhannya dalam menghadapi bahaya. Selain itu, Jenderal Naruto juga akan menerima hadiah berupa harta yang berlimpah. Ini termasuk sejumlah besar emas dan perak, permata langka dari wilayah kekaisaran, dan barang-barang mewah lainnya sebagai pengakuan atas pengabdian dan jasa-jasanya," lanjut pria itu sebelum akhirnya ia kembali menggulung pergamenta di tangannya.

"Yang Mulia bijaksana!!" seru semua orang sembari memberikan penghormatan. Seruan itu terdengar lantang membuat Sakura yang duduk sambil menopang dagunya terkejut bukan kepalang, menjadi satu-satunya orang yang tak berdiri.

Mysteries of the MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang