Chapter 07 : Inviting Enemies' Interest

677 99 6
                                    

Dalam penjagaannya yang hati-hati, Sakura menyelinap keluar dari aula perjamuan yang mulai lengang setelah berakhirnya acara. Langkahnya cepat, gesit, seperti seekor kucing yang berusaha menghindari bahaya yang mengintainya. Sakura berusaha menghindari tatapan tajam Sasuke yang mungkin mengintainya dari kejauhan.

Saat melangkah keluar dari pintu yang terbuka, Sakura melihat Naruto berjalan di lorong yang sunyi. Langkahnya bergegas menyusul, hatinya berdebar dalam ketegangan. Ketika Naruto berhenti, Sakura berani menghadangnya. Meskipun mereka tidak pernah bertemu sebelumnya, mata mereka bertemu dalam kebingungan dan rasa asing yang tak terucap.

Naruto, dengan naluri yang tajam, segera mengenali Sakura sebagai salah satu selir baru Sasuke. Meskipun agak enggan, dia memberikan hormat dengan membungkukkan tubuhnya, mengisyaratkan rasa penghargaan dan kesopanan. Mata mereka saling bertaut, penuh dengan ketidakpastian dan keheningan yang menyelubungi lorong yang sepi.

"Selir Haruno, mohon maaf. Apakah saya menyinggung Anda?" tanya Naruto pada akhirnya setelah dirinya menegakkan tubuhnya, mengungkapkan spekulasinya atas tindakan yang dilakukan oleh wanita merah muda itu.

Sakura buru-buru menggelengkan kepalanya. "Bukan, bukan. Aku hanya ingin berteman denganmu!!"

Suara Sakura terdengar riang, memancarkan keceriaan yang menular dalam setiap kata yang diucapkannya. Naruto tidak bisa menghindari pandangannya terpaku pada kecantikan Sakura yang memukau. Rambut merah muda yang mengalir lembut, hidung mancung yang menambah kesan anggun, dan bola mata emerald hijau yang bersinar seperti lautan pohon pinus pada pagi hari. Wanita itu memancarkan aura keanggunan dan kelembutan yang membuat Naruto tak bisa berhenti memandanginya.

Meskipun hatinya berdebar karena pesona Sakura, Naruto memilih untuk menahan diri. Kecantikan yang memikat itu hanyalah bagian dari keseluruhan pesona Sakura sebagai seorang wanita yang ceria dan hangat. Meskipun tergoda untuk melupakan segala etika dan memberi dirinya terbawa arus perasaannya, Naruto tetap memilih untuk tetap menjaga sikap sopan, menghormati kedudukan Sakura sebagai selir kaisar.

Naruto tersadar akan fakta bahwa mereka berada di pihak yang berseberangan, terikat oleh kedudukan yang sudah ditetapkan oleh kekaisaran. Karin, kakaknya, juga merupakan salah satu selir kaisar, sehingga Naruto merasa tidak pantas untuk membangun hubungan lebih lanjut dengan Sakura.

"Dengan segala hormat, Selir Haruno," ucap Naruto dengan suara yang penuh pertimbangan, "saya harus mengatakan bahwa hubungan semacam ini tidaklah pantas bagi saya."

"Mengapa begitu?" ucap Sakura penuh tanya namun Naruto hanya menggelengkan kepalanya, membungkukkan tubuhnya hormat lalu bergegas pergi membuat Sakura merasa kecewa karena upaya pendekatannya pada pasien sudah gagal.

Setelah kepergian Naruto, sebuah suara langkah kaki yang cukup ramai tiba-tiba terdengar, cukup untuk membuat Sakura membalikkan tubuhnya dan melihat tiga orang wanita asing yang sebelumnya ia lihat di aula perjamuan. Ketiga wanita itu tak lain adalah Hinata, Ino dan Karin yang memimpin jalan paling depan.

"Ah Selir Haruno, akhirnya kita bertemu," ucap Karin dengan suaranya yang terdengar angkuh, menyembunyikan senyuman sinisnya dibalik kipas merahnya yang berkibar.

Melihat sikap angkuh Karin di hadapannya, Sakura merasakan firasat yang buruk merayapi pikirannya. Meskipun jarang menyaksikan drama kolosal, ia cukup familiar dengan plot perebutan cinta di istana yang sering dipertontonkan dalam serial tersebut. Namun, Sakura sama sekali tidak berniat untuk terlibat dalam drama semacam itu.

"Aku....," ucap Karin menggantungkan kalimatnya, segera melipat kipasnya dan memamerkan senyuman sinisnya sebelum akhirnya ia meneruskan ucapannya, "Uzumaki Karin, selir pertama Yang Mulia."

"Salam Selir Haruno, aku Yamanaka Ino, Selir kedua Yang Mulia," ucap Ino yang ikut memperkenalkan diri, memamerkan senyumannya yang penuh ejekan itu.

Namun berbeda dengan Karin dan Ino, Hinata justru memamerkan senyuman manisnya yang penuh dengan kepalsuan, memperkenalkan dirinya dengan ramah. "Salam Selir Haruno, aku Hyuga Hinata, selir ketiga Yang Mulia. Semoga ke depannya kita bisa akur."

"Aku Haruno Sakura, salam kenal semuanya," ucap Sakura dengan sedikit malas, pasalnya pernyataan akur yang Sakura dengar dari Hinata cukup untuk membuatnya mencibir dalam hati, ia tahu mereka tak mungkin bisa akur.

"Kalau begitu aku permisi," ucap Sakura buru-buru berbalik, sebelum dirinya terlibat dalam drama perebutan cinta para selir lebih lanjut. Faktanya, Sakura bahkan tak mau terlibat dengan Sasuke, ia hanya ingin pulang.

"Selir Haruno begitu terburu-buru, bagaimana jika kita minum teh bersama terlebih dahulu?" ucap Karin kembali mengibarkan kipasnya dan tawarannya itu pun berhasil membuat Sakura menghentikan langkah kakinya.

Sejenak, Sakura mengambil nafasnya dalam-dalam dan bersiap untuk menolak tawaran itu. Namun saat Sakura berbalik, Tenten tiba-tiba muncul di sisinya bersama wajah tak terimanya dan berseru dengan lantang. "Tentu, Nona sudah sangat menantikan saat-saat ini."

Sakura melongo mendengar pernyataan Tenten dan berbisik kepadanya. "Apa yang kau lakukan?"

"Nona tenang saja, kali ini Nona harus menunjukkan otoritas Nona, tidak boleh kalah," balas Tenten berbisik membuat Sakura yang mendengarnya ingin berteriak, siapa juga yang peduli pada otoritas? Ia hanya ingin pulang.

"Baik, mari Selir Haruno," ucap Karin dengan senyuman kemenangan yang kini terukir di bibirnya.

Pada akhirnya, dengan langkah yang lesu, Sakura berjalan melalui lorong-lorong istana menuju gazebo kayu bersama Karin, Ino, Hinata, dan Tenten yang berada di belakangnya. Saat tiba di sana, ia bergabung dengan para selir untuk duduk di sana, meskipun hatinya masih dipenuhi oleh rasa malas yang mengganggu. Sakura mencoba menyembunyikan perasaannya di balik senyum dipaksakan, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa tidak bersemangatnya ia dalam pertemuan tersebut.

Para pelayan istana bergerak dengan gesit, membawa nampan-nampan berisi teh panas dan kue-kue kecil yang lezat ke gazebo kayu tempat para selir berkumpul. Dengan gerakan yang terampil, mereka menata segalanya dengan indah, menciptakan suasana yang hangat dan ramah di sekitar meja. Dengan penuh perhatian, mereka menawarkan segelas teh kepada masing-masing selir, sementara senyum ramah terukir di wajah mereka.

"Cobalah Selir Haruno, ini teh yang sangat bagus, sangat sulit mendapatkannya karena langka dan harganya yang sangat mahal. Selir Haruno harus mencobanya," ucap Karin dengan senyuman mengejeknya, seolah menyerang Sakura sebagai putri kerajaan yang sudah jatuh dan miskin.

Sementara Karin melemparkan ejekan sarkastik pada Sakura, Ino ikut tersenyum mengejek, menangkap suasana dengan cermat. Namun, kegembiraan mereka tidak berlangsung lama karena kedatangan Sasuke mengubah dinamika ruangan secara tiba-tiba. Karin, Ino, dan Hinata pun segera berdiri, membungkukkan tubuh mereka dengan rasa hormat yang tulus. Sakura, di sisi lain, tetap duduk dengan acuh tak acuh, menikmati tehnya tanpa memberikan reaksi berarti. Bahkan ketika Sasuke memelototinya dengan wajah bengis, Sakura tetap tidak tergoyahkan.

"Ternyata para selir sedang berkumpul," ucap Sasuke dengan suara baritonnya yang terdengar datar dan sedikit serak, namun memiliki daya tarik yang memukau bagi para selir. Suaranya yang mempesona itu membuat Karin, Ino, dan Hinata tersenyum manis, terpikat oleh pesona sang kaisar.

Sementara itu, Sakura hanya berpura-pura ingin muntah mendengarnya. Meskipun suara Sasuke memang memiliki daya tarik bagi yang lain, baginya itu hanyalah suara biasa yang tidak memiliki arti khusus. Dalam hatinya, ia hanya bisa merasa jijik dengan pertunjukan yang terjadi di hadapannya.

"Yang Mulia mari ikut duduk," tawar Ino yang bersuara lebih dulu, mengalahkan Karin yang segera memasang tampang tidak senang, melihat Ino yang secara aktif menuntun sang kaisar untuk duduk.

Mysteries of the MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang