Desember rain.

282 12 0
                                    

Rumah yang besar, harta berlimpah, deretan kendaraan mewah, barang barang brand ternama

Apa arti semua itu jika rumah mewah hanya terisi 2 manusia yang sama sama sibuk dengan dunianya, bangunan itu dingin dan senyap tak ada kehangatan yang dulu menyelimuti.

Kaki berbalut snackers putih hitam itu melangkah menapaki tanah yang sembab karena kota baru saja di guyur hujan deras

Langkah itu terhenti di depan sebuah gundukan tanah terawat dengan rumput hijau yang rapi menghiasinya

Setangkai mawar putih ia letakkan pada marmer bertuliskan [Nakamoto Sakuya], senyuman manis itu terbayang kembali membesitkan sebuah kenangan hangat nan manis

Sudah 1 tahun sejak dia mengatakan satu kata sebagai penutup 'Abang'.

Jika di ingat kembali semuanya terasa terlalu cepat, entah mengapa Tuhan lebih memilih mengambil bayi manis mereka.

"Hee...., mana ada kelahiran 2007"

Awalnya saat ia menatap tak percaya pada sebuah bayi dengan pipi ke merahan dalam box transparan rumah sakit.

Entah itu Kucil atau Kuya dia dan anak bernama Jeno berebut memberi panggilan sampai sang Ayah melerai.

"Namanya Nakamoto Sakuya, Sakuya"

Ia mengangguk sambil bergumam
'Sakuya wah'

Saat untuk pertama kalianya ia melihat secara langsung bayi kelahiran 07 di depan matanya.

2016, saat pertama kalianya ia di obati dan di perhatikan oleh bayi kecil itu.

"Lain kali harus buru buru di obatin, nanti infeksi" ekspresi serius yang manis.

"Abang jangan tinggalin Sakuya sendiri ya ??, Kuya takut"

Namun kenapa rasanya tak adil jika malah dia lah yang meninggalkan bahkan tanpa pamit.

"Baiklah tapi Sakuya ingin abang jadi apa ??"

"Apapun, t-tapi jangan jadi artis nanti Sakuya gak bisa bertemu abang"

"Abang juga jaga kesehatannya lihat kurus kering gitu untung ganteng, abang juga gak boleh ngilang ngilang lagi, adek gak suka"

Ia Jaemin pria dengan kemeja satin yang kini mengusap sudut matanya yang mulai meneteskan bulir bening.

"Adek are you ok ??, adek hebat abang bangga

Kapan ya terakhir kali kita tertawa ??, kapan ya terakhir kali abang lihat senyumanmu ??, kapan abang bisa mendegar suaramu lagi hmm ??, bisakah kamu kembali ??"

"Abang tau berat hidup di dunia tapi sayang abang belum se ikhlas itu melapas adek pergi, adek ninggalin abang tanpa satu katapun keculi kata abang, sakit dek kenapa kalian ninggalin abang sendiri di sini abang gak bisa, bunda dan bang Han ninggalin abang

Kenapa adek ninggalin abang juga ?, abang gak suka sendirian, abang gak suka sepi, rindu itu nyata dan memang se berat itu merindukan sosok yang tak mungin untuk di temui kembali, abang mengharapkanmu yang fana, kenapa bunda bawa kamu yang gak akan pernah bisa abang lepaskan ??"

Isakkan itu teredam oleh deras hujan yang tiba tiba kembali mengguyur kota, dingin menyelinap kontras dalam sepi.

Tetesan langit itu tak terasa hingga saat mendongak ia menemukan sebuah payung hitam yang di gengam erat oleh seorang pria dengan stelan hitam

"Jangan gini dia gak akan suka, ikhlaskan yang sudah pergi, biarkan bahagia tanpa merasa berat untuk pergi, jika kamu terus seperti ini akan semakin sulit baginya untuk bahagia" pria itu berjongkok di samping Jaemin

"Jaemin, di sekitarmu mereka juga merindukan sosokmu yang dulu"

Pria itu tampak tak asing tapi ada yang aneh, bagaimana mungkin begitu mirip.













Berdirilah di tengah hujan karena hujan mampu menyamarkan tangisanmu.

Lihatlah langit malam dan biarkan dinginnya memelukmu dalam ketenangan.

Perhatikanlah bulan karena di mana ada bulan di sana pasti ada bintang, kamu tidak pernah sendiri.

Lihatlah dirimu kamu cukup pantas untuk di banggakan.

Debu aja ada manfaatnya jadi sudah pasti setiap manusia punya manfaat.

Semuanya terasa cepat, pertemanan mereka terbangun karena pertemanan sang Kakak.

"Aku Sakuya lebih muda beberapa bulan dari Ryo, aku suka roti dan hal imut"

Perkenalan yang singkat menciptakan kenangan yang hebat.

Julukan itu selalu sama dan tak ada gantinya.
'Jika Yushi itu seperti Haechan maka, Sakuya itu seperti Jaemin dan sebaliknya'

Pendengar yang baik bagi yang lainnya selalu menjadi tempat curhat ternyaman karen akan di terima baik dan di beri nasihat terbaik.

Langit adalah objek terbaik dalam pembahasan mereka.

"Sunrise datang memberi kehangatan dan kebahagiaan sedangkan sunset pergi untuk meninggalkan kenangan yang tak bisa di ulang dan memberi malam yang menenangkan"

"Dulu kamu menjadi Sunrise sekarang sudah abadi sebagai Sunset" kembali ia memandangi langit sore.

"Jadilah seperti langit yang penuh keceriaan di siang hari dan menenagkan serta memberikan keindahan di malam hari, saat siang dia harus terus tersenyum dan saat malam dia bisa saja menanggis saat langit di tutupi awan gelap yang siap menirunkan rintik tangisnya."

"Kamu selalu menjadi langit kami Little Anggle"

"Jika tidak lagi dapat bersinar maka kita harus bisa menjadi lentera bagi mereka"

"Lenteraku kini lelah menyinari maka aku yang akan menyinari mereka sekarang, terimakasih"

Masih terngiang dengingan mesin monitor itu di setiap malam entah mengapa begitu sakit dan sesak, mereka tak satu darah tapi rasanya seperti memiliki ikatan bati yang kuat.




"Sakuya aku kangen kapan kamu mau datang ke mimpiku ??" Ryo memandangi gantungan kunci bintang pemberian Sakuya saat kelas 5 SD.

"Jangan ragu memulai langkahmu karena setiap manusia sudah memiliki jalan nya masing masing"

Menanggislah, berteriaklah, tertawalah, jangan pernah memaksa diri menahan sehalanya atau kau akan rusak lebih cepat, tertawa untuk bahagia bukan hanya saat sedang bahagia agar kamu lupa kalau kaku sedang berpura pura bahagia"

"Jika aku menangis apa kamu akan datang ke mimpiku ??, maaf Sakuya aku selalu membuatmu berat karena ke tidak ikhlasanku melepaskanmu"

Senyum manis itu selalu tampak bagai mentari yang berhasil menarik magnet bagi orang orang di seitarnya untuk mendekat.

"Aku berharap kebahagiaanmu di sana"

Ryo memandangi jaket hitam yang menggantung di dekat meja komputernya.

"Kami sudah membuat mereka menyesali perbuatannya padamu, kami mungkin terlihat kejam tapi mereka jauh lebih kejam padamu" jari lentiknya mengikuti lekuk logo Dark itu.

"Apapun untuk keluargaku walau nyawa taruhannya"

[2] Dear Anggle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang