Eksekusi

299 29 14
                                    

Ken memandang tubuh Rio yang kembali normal, semua lebam mengerikan yang kerap muncul beberapa hari ini sudah hilang lagi. Kondisi tubuh Rio kembali seperti semula, tapi sekarang ia masih terhanyut dalam mimpi. Saat ini pukul lima lagi, Ken baru sampai sekitar satu jam belakangan, sehabis menemui Jericho ia tak langsung mendatangi rumah sakit. Ken mendatangi rumah sambil memanggil beberapa orang kepercayaannya, ia merencanakan sesuatu di tengah malam gulita. Setelah selesai baru ia kembali ke rumah sakit lagi.

"Rio harus kita sembuhkan. Kalau seperti ini terus tubuhnya bisa tumbang." Pria yang sedari tadi menjaga Rio itu membuka suara. Ia mendekati Ken dan sama-sama memperhatikan keadaan Rio.

"Masalahnya dokter tidak tau dia sakit apa. Ini rumah sakit ke tiga, dan semuanya sama."

Tampak jelas wajah lelah dan frustasi di sana. Ken tak memikirkan bagaimana pagi nanti ia pergi bekerja dengan normal, fokusnya sedang berbagi-bagi, ditambah Jericho yang menggila.

"Dia..." Pria paruh baya itu memberi jeda ucapannya. Tampak ragu mengutarakan maksud kalimatnya yang sudah disusun rapih. Ia menarik napas pelan seraya menyentuh pundak Ken hati-hati. "Ken, Rio kena sihir. Ada orang yang mau mencelakainya."

Ken terdiam, keningnya mengernyit heran. "Sihir? Sihir apaan? Di zaman sekarang masih ada sihir? Jangan membual."

"Di zaman mana pun kita hidup, sesuatu yang ghaib itu ada. Saya bisa buktikan."

"Pak... Zaman sudah canggih sekarang, orang bodoh mana yang percaya sihir. Aku tak percaya ilmu hitam."

"Saya melihatnya langsung malam tadi. Ada belasan manusia kerdil mengelilingi Rio, manaiki badannya, menggigit dan menendang juga. Saya melihat itu berjam-jam sampai mereka menghilang sendiri."

"Hah? Manusia kerdil? Halusinasi apa ini?"

Lagi-lagi logika Ken menolak, ia dibesarkan dengan kemajuan budaya dan teknologi. Tak pernah sekalipun mendengar ilmu hitam dan bagaimana kekuatan ghaib itu bisa berbaur dengan manusia.

"Di dunia ini ada yang seperti itu. Siang nanti saya ajak bertamu ke orang pintar juga. Kita cari tau sama-sama."

"Orang pintar? Dukun?"

"Ya, sejenis itu."

"Tidak, aku tak percaya ilmu hitam, dukun, dan sihir itu."

Ken memang arogan dan keras kepala. Ia tetap menolak ajakan itu dan mengedepankan logikanya. Dua hari kemudian Rio masih mengalami hal yang sama, dan ia tetap membawa ke rumah sakit yang berbeda setiap hari. Hingga keesokan malamnya, saat Rio kembali sekarat, di saat itu Ken melihat banyak jejak kaki berukuran kecil yang keluar dari kamar mandi mereka menuju kasur.

Ia kebingungan di tempat, sementara Rio masih merintih kesakitan. Sekujur tubuhnya dingin, seperti es. Wajahnya pucat, persis seperti orang hampir mati. Ada perasaan tak nyaman di hati Ken malam ini, lebih gelisah dari biasanya. Kegelisahannya semakin menjadi saat tubuh dingin Rio mulai kejang-kejang. Ia berteriak lantang, memanggil para pelayan termasuk pria yang bekerja menjaga harimaunya.

Pria itu langsung mendekati Ken, "mau sampai kapan dibiarkan? Dia bisa mati Ken."

Kepala Ken penuh, logikanya menolak tapi batinnya resah. Ditatapnya lagi wajah Rio yang semakin memucat itu, "Rio... Hei, sialan." Akhirnya ia memaki.

Beberapa pelayan ikut berdiri di depan ranjang majikan mereka dengan sorot tatap yang sama. Hampir seminggu ini Rio yang dikenal ceria yang sehat mengalami penyakit aneh. Biasanya mereka melihat Rio berkeliaran di rumah tapi belakangan ini sang majikan terkapar di kasur.

"Kalian jaga Rio," ujar Ken. Ia menatap pria paruh baya yang mengajaknya tadi. Mau tak mau Ken menurut. Malam ini ia meninggalkan Rio yang sekarat di rumah ditemani beberapa pelayan.

THE EXECUTION | TAEKOOK - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang