Jeruji

267 22 5
                                    

Apa yang terjadi setelah pengakuan dua teman kerjanya benar-benar diluar kendali Rio. Ia tak bisa membela diri atau setidaknya mempertahankan harga dirinya agar tidak berakhir diseret menyedihkan oleh Ken. Pria itu menatapnya nyalang, seolah ada kobaran api hebat dalam tatapannya yang siap membakar Rio.

Di hadapan Ivana dan Eric ia diseret paksa; sampai terjungkal dari kursi besi tempat dirinya duduk tadi. Bahkan Rio tersandung kakinya sendiri; ia meringis menahan ngilu, tapi sosok Ken sama sekali tak menaruh iba padanya. Rio seperti karung bekas yang ditarik tidak manusiawi.

Pikirnya ia akan dibawa ke gudang; seperti yang terjadi dalam adegan film pada umumnya. Dimana para tersangka akan dieksekusi, disiksa hingga tewas. Rio sudah membayangkan itu, bahkan ia sudah memikirkan skenario pembunuhan macam apa yang akan dihadapinya nanti, apakah mutilasi? digantung? ditembak? dibakar? atau ditabrak mobil? atau lebih buruk dari itu?

Rupanya Rio dibawa masuk ke dalam sebuah mobil hitam mengkilap, desain khas orang kaya, dan Rio tau betul mobil yang membawanya ini adalah mobil mahal. Baru saja didudukan, ia sudah berimajinasi lagi, 'oh sepertinya aku akan dieksekusi di tengah hutan, atau tempat terpencil lain, atau di rumah kosong lalu dimutasi.' Tak ada satupun pikiran positif dalam otak Rio sekarang.

Ken mendekat, memasangkan sabuk pengaman dengan paksa, lalu menarik pergelangan tangan Rio. "Kau harus diborgol," ujarnya. Lalu Rio bisa merasakan jika kulitnya bersentuhan dengan sesuatu yang dingin, ia benar-benar diborgol ternyata. Tinggal penutup mata saja, maka semuanya sudah lengkap.

Tapi Ken tak kunjung menutup wajah tangkapannya. Ia justru melanjutkan kemudi, pria ini benar-benar tak terduga, jarang bicara, auranya dingin. Suasana mencekam ini benar-benar menguji jantung Rio. Terlebih ketika akhirnya Ken membuka mulut dan menanyakan pertanyaan mengerikan.

"Dimana alamat orang tuamu?" tanyanya tanpa memandang wajah Rio yang sudah gemetar. Rio takut, takut sekali. Bagaimana jika Ken turut menyentuh keluarganya? Ia tak bisa membayangkan itu. Akhirnya Rio diam.

"DIMANA KELUARGAMU!?" Ken membentak, kali ini menatap Rio jengkel. Sedang pemuda yang ketakutan itu masih bungkam. Tatapannya sudah berkaca-kaca sambil menggeleng pelan.

"J..jangan libatkan mereka. Aku saja." Suara Rio putus-putus, bibirnya ikut gemetar. Tatapannya semakin berkaca-kaca. "Aku saja, aku saja. Jangan mereka," ulangnya lagi.

"Oh? Kau yakin?"

Rio semakin ketakutan. Air matanya pun jatuh. Ia langsung membayangkan senyum ceria adik perempuannya, Laura. Gadis kecil itu menjadi satu-satunya hal yang Rio sukai di rumah. "Ya. Aku yakin. Lakukan sesukamu t-tapi jangan libatkan mereka."

"Kau kira aku iba?" Ken tertawa lalu mengatupkan kembali bibirnya, "Helma itu keluarga bagiku, kau membunuhnya. Nyawa keluarga harus dibalas dengan nyawa keluarga."

"Tidak! Aku saja! LAKUKAN APAPUN TAPI JANGAN LIBATKAN MEREKA!" Rio berteriak tanpa sengaja, napasnya memburu, ia langsung menangis. Melihat itu justru membuat Ken terhibur, ia tertawa.

"Kau berteriak?"

Rio menggeleng buru-buru, seolah memohon agar Ken memberinya setitik rasa iba. Tapi Ken yang dingin dan arogan itu tak bisa ditembus hanya dengan air mata ketakutan, ia kembali mencerca Rio dengan pertanyaan yang sama.

"Dimana mereka tinggal? Ha? Jawab!"

Rio masih menggeleng, ia suda berkomitmen untuk tidak membocorkan alamat keluarganya. Meskipun hubungannya dengan sang ayah dan ibu tidaklah baik, tetapi ia menaruh hidup pada adik perempuannya, Laura.

"Sialan! Dimana?!" Ken tak tahan dengan kebungkaman Rio. Disiramkannya suspensi kopi pekat yang sudah dingin ke wajah Rio. Seketika Rio tersentak tapi buru-buru ia menunduk kembali.

THE EXECUTION | TAEKOOK - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang