Rumah : End

375 30 21
                                    

Halaman seluas beberapa meter yang permukaannya ditutupi oleh susunan batako menjadi akhir dari langkah kaki Rio hari ini. Ia datang kembali ke rumahnya, tempat di mana ia tumbuh besar, tempat yang menjadi saksi bisu masa kecil hingga dewasanya. Rumah ini akan selalu istimewa meskipun sekarang banyak bagian cerita yang Rio lupakan di tempat ini. Cidera berat di kepala tempo bulan lalu, tak membuatnya mengingat kembali memori yang terlupa. Orang-orang umumnya punya teori, jika penderita amnesia bisa mengingat jika mereka mengalami cidera kepala lagi.

Teori itu tak berlaku bagi Rio, ingatannya masih sama seperti sebelum kecelakaan itu terjadi. Dan Rio juga enggan mengulangi kecelakaan yang sama; mengorbankan kepalanya demi memori masa lalu. Kata dokter, tidak boleh ada cidera kepala lagi. Pria itu tampak was-was dan serius. Dan ada sosok yang lebih was-was lagi, dia Ken.

Ah, Rio mengingat akhir perpisahan mereka beberapa hari lalu. Tepatnya di sebuah taman dekat terminal bus. Saat itu Ken mendatanginya tergopoh-gopoh, pria itu langsung menariknya ketika hendak menaiki bus yang ia tunggu-tunggu. Ken seperti penculik, membawa menjauh hingga mereka masuk ke areal taman. Kemarin itu musim gugur, banyak daun-daun terbang ke bawah. Cantik sekali, tapi Ken tak minat mengagumi keindahan itu.

Pria itu menatap Rio kecewa, frustasi, sampai mendesis pelan. "Rio, apa-apaan ini?" katanya langsung mengomel.

Lalu Rio hanya mengulas senyum tipis, ia sudah menduga kalimat tanya itu. "Pulang ke rumah, aku mau pulang Ken. Ke rumahku."

"Kenapa? Apa yang kau cari di sana?"

"Di sana rumahku, ada adikku, aku mau pulang."

"Bawa adikmu ke sini."

Rio menggeleng yakin, "tidak. Aku mau rumahku. Aku mau hidup damai di sana."

"Rio." Ken semakin frustasi sampai kedua tangannya meraih bahu kecil milik Rio. "Kondisimu tidak sebagus itu, ada banyak larangan Rio."

"Iya aku tau. Aku bisa jaga diri Ken."

"Kau sering celaka sendirian."

"Iya, karena banyak orang jahat di sekitarku. Di rumahku tidak ada yang jahat Ken. Aku lebih aman di sana."

Ken terdiam. Sebelumnya mereka pernah mendebatkan ini, tentang keinginan Rio pulang ke rumah dan memulai hidup baru di sana. Pemuda itu tak menerima tawaran Ken untuk memulai hubungan. Tak ada penawaran yang diterima Rio.

"Ken..." Rio berujar lirih, ia menarik napas pelan, "sejak awal hidupku dan hidupmu memang berbeda. Aku kesulitan, rumahmu bukan tempatku. Aku berterimakasih, banyak sekali. Tapi... Maaf, biarkan aku pergi. Sejak awal kita memang asing."

"Kita bisa memulainya, Rio."

"Tidak ada yang bisa dimulai, Ken. Garis hidup kita berbeda."

"Kau mempermasalahkan hartaku? Jabatanku?"

Rio menunduk sebentar, ia kembali menatap Ken lembut. "Ken... Kau memang sering menyelamatkan hidupku. Tapi... Kau juga sering melukaiku. Biarkan aku pergi, ada banyak gadis cantik di luar sana."

"Rio... Ini bukan tentang gadis cantik. A-aku tidak pernah ditolak."

"Sekarang jadi pengalaman pertama." Rio mulai melepaskan cekalan tangan Ken di bahunya. "Ken... Aku melewati banyak pengalaman pertama yang buruk karenamu. Biarkan aku pergi ya?"

Ken mengalaminya lagi, momen di mana ia dihadapkan pada perpisahan. Ia tak bisa merangkai kata-kata manis atau bertindak dramatis untuk mencegah langkah kaki Rio yang kian menjauh. Ia hanya menatap lurus dengan sorot hampa bersama derap langkah Rio yang semakin luput dari pendengarannya. Pemuda itu pergi setelah berhasil mengacaukan hatinya.

THE EXECUTION | TAEKOOK - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang