03. Buka Hati untuk Orang Baru

129 22 12
                                    

Membuka hati untuk orang baru tidak semudah membalikkan telapak tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Membuka hati untuk orang baru tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Jika itu gagal lagi, kau akan kembali patah hati dengan orang yang berbeda.
Pada akhirnya, kau akan berpikir semua pria sama saja.

***

"Zize, kamu kenapa?"

Pertanyaan yang sama ia dapatkan dari Rema. Pertama, ibunya yang terlihat cemas melihat kantung mata kehitaman Azizi. Semalam, Azizi tidak bisa tidur dengan nyenyak. Entah mengapa, foto Arsen dan Yola membuatnya kepikiran. Tetapi, untuk apa sebenarnya dia memikirkan hal seperti itu? Ah, entahlah.

Azizi menatap Rema yang sudah menata kotak bekalnya seperti biasa. Rema memang gemar membawa bekal.

"Aku kurang tidur, Rem," sahutnya.

Di kantor, tidak ada yang tahu bagaimana masa lalu Azizi. Ia tidak ingin menceritakannya karena itu hanya masa lalu.

"Banyak-banyak minum air putih, Zi. Makan buah sama sayur jangan lupa!" peringat Rema.

Jujur, Azizi sudah bosan mendengarnya.

Azizi hanya membalas terkekeh.

Menjelang akhir pekan, tidak membuat pekerjaan melonggar sedikitpun. Azizi lagi-lagi menegakkan punggungnya yang terasa pegal. Galih nampak menyemangatinya, memberikan sebungkus roti untuk di makan saat istirahat nanti.

Tak terasa, waktu kerja berakhir di sore hari. Azizi menelungkupkan kepalanya di atas meja ketika customer terakhir keluar pintu. Dia lelah. Begitu pun, Rema. Rekan kerjanya itu bahkan sudah langsung berlari ke kamar mandi.

“Zi, mau kemana?”

Pak Broto bertanya ketika melihat bawahannya sedang berkemas. Seperti biasa, Azizi akan langsung pulang.

“Mau pulang, Pak,” jawab Azizi.

“Eh, langsung pulang? Nggak ikut makan-makan dulu?”

Pak Broto sebagai atasan memang gemar mentraktir karyawannya makan-makan sepulang kantor. Setidaknya, setiap bulan. Beliau orang yang baik, namun keras jika menyangkut pekerjaan. Azizi pernah dimarahi ketika menjadi karyawan baru.

“Iya, Zi. Ikut, dong yuk?” ajak Tian.

“Nggak usah, Pak. Sebelumnya terima kasih banyak.”

“Beneran? Nggak ikut kamu, Zi?” Galih ikut nimbrung. “Jatah kamu nanti buat saya, ya!”

Azizi terkekeh. Rema mendengus tidak percaya pada sepupunya itu.

Ketika Kita Dipertemukan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang