09. Sepenggal Kata

184 19 2
                                    

Bibirku kelu untuk mengatakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bibirku kelu untuk mengatakan.
Lidahku kaku untuk menjelaskan.
Namun, hatiku selalu beranggapan kau masih milikku.
Nyatanya, semua itu hanya angan.

***

“Hari itu, hari dimana aku ninggalin kamu. Ibuku meninggal, Zi.”

Seharusnya, Arsen mengatakan alasannya mengapa ia meninggalkan Azizi tiga tahun lalu. Azizi harus tahu. Tetapi, mengapa lidahnya begitu kaku untuk membuka suara? Arsen harus menjelaskannya kepada Azizi. Ia meninggalkan Azizi bukan karena tidak mencintainya lagi. Bukan karena selingkuh dari Azizi. Azizi adalah satu-satunya wanita di hatinya.

Sungguh, Arsen tidak bisa.

Hujan semakin deras tak terkendali. Tubuh keduanya sudah basah kuyup.

Azizi semakin kesal, karena Arsen sejak tadi hanya diam. Sebenarnya, pria itu ingin menjelaskan apa padanya? Sehingga rela datang kemari dan membuat kekacauan tak berarti seperti ini?

Petir yang menyambar membuat Azizi ingin pergi dari sana.

Setidaknya, sudah setengah jam mereka berdiri disana hujan-hujan tanpa sepatah kata pun.

Lalu, sebuah mobil yang familiar datang. Seseorang keluar dari mobil membawakan payung untuk Azizi.

Daffa.

Pria itu baru saja pulang dari butik. Ia mengira Azizi sudah pulang. Namun, saat melewati tempat Azizi bekerja, Daffa terkejut melihat Azizi berdiri di bawah derasnya hujan. Dan lagi, bersama dengan Arsen.

“Zize,” panggil Daffa lembut. Dia sudah ingin bertanya berbagai hal. Seperti mengapa Arsen ada disana. Untuk apa mereka berbicara berdua? Tetapi, saat ini Daffa hanya ingin membawa Azizi cepat-cepat pulang.

“Daffa?” Azizi terkejut. Begitu pula Arsen yang sejak tadi membelakanginya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Daffa.

“Kamu ngapain hujan-hujanan gitu? Basah semua baju kamu. Yuk, pulang,” ajak Daffa. Meski terlambat, dia tetap memayungi Azizi agar tidak terkena air hujan lebih banyak lagi.

Azizi nampak bingung harus menjelaskan darimana. Membuat Daffa meraih tas Azizi yang juga basah.

“Udah yuk, pulang. Nanti kamu masuk angin.”

Azizi mengangguk. Ia pun mengikuti Daffa menuju mobil pria itu. Daffa membukakan pintu untuk Azizi.

Arsen melihat semua itu. Seperti dia dan Azizi di masa lalu.

Ketika hendak memutar untuk duduk di bangku kemudi, Daffa melayangkan tatapan tajam untuk Arsen.

Daffa memperingatkan Arsen untuk tidak mengganggu Azizi kembali.

Arsen hanya diam membeku melihat mobil itu membawa Azizi pergi. Tanpa penjelasan apapun. Membuatnya hanya seperti seorang pecundang sejati.

Lagi dan lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Kita Dipertemukan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang