CHAPTER 8

2.3K 364 24
                                    

Hari kedua latihan sebelum perlombaan, Arvis mendapatkan jadwal latihan lebih awal pagi ini.

"I have no problem with my seat position, I think everything is fine, Gab"

"Alright sir, let me know if you need something"

"Sure"

Gabriel meninggalkan Arvis yang sudah siap di dalam mobil. Ia adalah salah seorang teknisi dalam timnya.

Mobil berwarna merah dan hitam itu dinamakan Bluu oleh Arvis. Aneh memang.

Arvis menyalakan mesin mobilnya, setelah mendapatkan instruksi dari coachnya, ia menginjak pedal gas itu.

Bluu melesat dengan kecepatan tinggi memasuki sirkuit. Melakukan beberapa lap sebelum akhirnya mengambil jeda untuk istirahat.

"How's the machine, Arvis? Fine?" Tanya coach melalui intercom yang terhubung ditelinga Arvis.

Arvis memberikan kode dengan ibu jarinya.

Sejauh ini semuanya baik-baik saja.

Timnya terus memantau melalui layar.

Arvis kembali memasuki arena sirkuit untuk melanjutkan sisa lap terakhirnya.

Maro juga ikut mencatat waktu dan kecepatan Arvis. Ia mengangguk mantap, waktu yang dimiliki Arvis sudah lebih dari cukup untuk bisa mendapatkan setidaknya posisi tiga besar.

Arvis adalah pria yang ambisius dalam mengejar keinginannya. Bisa menginjakkan kakinya di sirkuit Monza adalah sesuatu yang sangat layak ia dapatkan atas usaha dan kerja kerasnya selama ini, meskipun bukan yang pertama kalinya ia melakukan perlombaam disana.

Monza baginya selalu memiliki cerita.

"Good job, stay focused! Keep your good record!" Ucap Coach lalu menepuk bahu Arvis setelah ia selesai melakukan latihan.

"Istirahat dulu aja, abis ini free deh terserah lo mau kabur kemana yang penting jangan macem-macem!"

Arvis terkekeh. 

Ia melepas helm lalu membuka baju seragamnya yang terasa sangat panas itu. Ia membiarkannya tergantung dipinggangnya.

Arvis duduk di kursi tunggu sambil sesekali memperhatikan tim lain yang sedang latihan.

Semua orang bersorak ramai ketika pembalap asal tim Red Bu*l bernama Leo itu keluar dari mobilnya.

Tampaknya tahun ini saingan beratnya adalah pria itu.

Sebenarnya ada dua tim yang menjadi saingan terberat Arvis nanti.

Ia melirik ke arah tim Leo lalu tak sengaja melihat sesuatu yang menarik disana.

Senyumnya merekah lebar, ia berdiri dari kursinya dan menyambar kemeja miliknya.

"Eh? Eh? Mau kemana lo???!"

"Cari angin!"

Maro hanya menggelengkan kepalanya.

***

Teriknya matahari Itali benar-benar membuat Ivy harus menggunakan topi kali ini.

"Lo udah gila ya, dar?! Kan gue bilang kemarin terakhir?? Kenapa masih nyamperin dia kesini?!"

"Vy! Pliss! Diem disini dulu temenin gue! Sebentar aja kok! Leo abis ini selesai kok! Nah! Tuh udah kelar! Wait yaaa! Tunggu sini!"

Ivy menunggu dibelakang tempat tim leo berada.

Ia rasanya ingin kabur dari sana dan duduk di tribun yang terlindung dari sinar matahari.

Ia rasanya ingin kabur dari sana dan duduk di tribun yang terlindung dari sinar matahari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Race In loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang