10

6 0 0
                                    

POV Author

Hari demi hari terlewati, tak terasa Fira sudah satu bulan berada di Bandung, ia sudah mulai terbiasa dengan lingkungan barunya, dari pertemanan hingga aktifitas harian nya. Fira mulai nyaman dengan dua kegiatan ekstrakurikulernya, yaitu Keagamaan dan Study Group. 

Fira banyak mengenal teman barunya dari berbagai kelas hingga kakak kelas dan adik kelas. Tak terkecuali dengan teman teman kelas nya dari seorang Ketua Umum eskul keagamaan yang diikutinya, yaitu kelas 12 Mipa 7. 

Semenjak kepo dengan kehidupan Ketua Umum itu, ia mulai timbul rasa yang berbeda, senyum senyum sendiri, detak jantung yang tak karuan ketika sudah mengobrol dengan nya, dan lainnya. Fira akui dia suka dengan dia, tapi ia akui juga bahwa ia sudah salah karena sudah berlebihan mengagumi manusia, cinta itu memang fitrah, wajar pada setiap manusia, tapi yang tak wajar adalah sampai menimbulkan zina, Fira sadar ia sudah hampir terjerumus, zina mata, zina pikiran. Tidak ada yang mengetahui bahwa ia mengagumi ketua umum itu, bahkan teman teman nya, ia belum siap. 

Dan sekarang ia sedang berada di taman sekolah bersama teman teman eskul nya, menunggu seseorang yang sejak tadi mereka tunggu kehadiran nya

"Assalamualaikum, maaf semuanya kalian udah nunggu lama ya?" ucap seseorang yang baru saja datang

" Waalaikumussalam Warahmatullahi" jawab mereka kompak

" belum lama kok kang, sekitar 10 menitan" tambah salah satu dari mereka

" Tadi akang sama pengurus lainnya sudah diskusi perihal takziah ke rumah Kang Adnan, jadi InsyaAllah siang ini kita ke Pesantren Al Uswah, dan takutnya kalian ada yang bertanya kenapa ke pesantren, jadi ibunya Kang Adnan itu adalah istri dari pemilik Pesantren Al Uswah itu, nah jadi akan dimakamkan di pemakaman milik pesantren itu" jelas Ketua Keikhwanan, Fadly Ahnaf

" Oh iya baik kang, berarti nanti siang kita kumpul lagi di sini kang? jam berapa kang perkiraan" tanya Vania

" iya betul kita kumpul lagi disini, bada dzuhur kita sudah kumpul di sini ya" titah Fadly

" okee baik kang" kompak meraka

Dan mereka mulai kembali ke kelasnya masing masing, kecuali dengan empat sekawan ini, Fira, Ira, Vania dan Sasa, mereka memilih untuk berdiam dulu di taman itu

" Bukannya kamu Pesantren ya di pesantren yang tadi kang Fadly sebutkan?" tanya Fira yang mulai penasaran

" Iya aku tinggal di pesantren Al Uswah, sama kaya Kang Adnan" jawab Ira

" Kok kamu gak cerita Ibu Kang Adnan itu Istrinya pemilik Pesantren itu, berarti Kang Adnan anak nya dong" sewot Sasa

" Aku lupa, waktu itu aku ingin cerita, tapi selalu aja nggak sempet, maafin" Ira memberikan alasan, yang memang benar adanya

"Yasudah ayo kita ke kelas, sebentar lagi jam nya Bu Fuji" Vania memilih mengajak mereka ke kelas, dari pada nanti lebih panjang perdebatan nya.

"Ayok" jawab Fira, Ira dan Sasa

                              🍀🍀🍀

Di Pesantren Al Uswah tengah sibuk dengan pelusaran jenazah Ibunda Adnan, Rosa. Setelah dimandikan, dikafani lalu disholatkan, ramai sekali yang menyolatkan Istri dari pemilik Pesantren itu, para Ulama ternama, Habaib dan lainnya banyak yang menghadiri pemakaman serta mengucapkan bela sungkawa kepada pemilik Pesantren Al Uswah itu, Buya Ja'far.

Di sisi lain, putra dari Almarhumah ; Adnan tengah berada di dalam kamar asrama dari satu jam yang lalu, ia belum siap dengan semua kenyataan ini, padahal baru saja kemarin ia menyuruh ibunya untuk meminum obat, padahal baru saja kemarin ia masih bercanda dengan ibunya, tetapi semua itu tidak akan terulang lagi, orang yang paling ia cintai, yang paling ia sayangi, yang selalu menanyakan hari nya sepulang sekolah nyatanya sudah pergi dari hidupnya untuk selamanya.

Tok tok tok...

" Adnan... ini saya Zhafran" terdengar suara dibalik pintu

"Saya izin masuk" Zhafran memasuki kamar asrama yang tidak dikunci itu

Adnan masih dengan posisi yang sama, duduk di atas kursi menghadap ke arah jendela yang terbuka, sudut mata yang kosong, sembab tampak terlihat oleh saudaranya itu

"Kehilangan orang yang paling kita cintai itu rasanya memang menyakitkan, saya memang tidak merasakan apa yang kamu rasakan saat ini nan, saya tidak mau munafik jika saya harus berkata saya mengerti apa yang kamu rasakan. Dari kamu lahir, hingga sekarang usiamu kamu bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu, kamu pernah merasakan rasanya cinta dari seseorang yang melahirkan mu, kamu bisa merasakan yang saya tidak pernah rasakan." Zhafran berhenti sejenak, menyekat air mata yang hendak keluar.

"Bukannya menyalahkan taqdir, tapi terkadang saya pernah berpikir, kenapa Allah mengambil Ibu saya disaat saya membutuhkan sosok nya, kenapa Ibu saya harus merelakan hidup nya demi sosok seperti ku, jika saat itu saya bisa memilih, saya lebih memilih ibuku yang hidup dari pada saya yang lahir ke dunia. Umurku yang sekarang, 23 tahun, saya belum pernah merasakan rasanya kasih sayang langsung dari ibu saya, rasanya masakan ibu yang kata orang masakan terenak di dunia, rasanya diurusi ketika saya lagi sakit, saya rindu akan itu semua. Tapi, satu hal yang saya tidak akan lupakan, yaitu Cinta darinya, Cinta dari seorang Ibu yang akhirnya saya bisa lahir ke dunia ini." Satu tetes air berhasil lolos keluar dari matanya

"Merindukan seseorang yang sudah tidak bisa kita genggam tangannya, memberikan hikmah kepada kita, jangan menyia-nyiakan orang yang ada di sekitar kita, karena rasanya kehilangan itu lebih tersiksa. Datang dan pergi adalah siklus perjalanan manusia, setiap orang ada masanya, dan setiap masa pasti ada orang nya. Saat ini Ibu mu meninggalkan kita semua, itulah masanya beliau pergi. Kita semuanya juga ada masanya untuk pergi dari dunia ini, entah itu kapan. Mengikhlaskan, melepaskan, dan mendo'akan adalah hal yang harus kita lakukan saat ini, InsyaAllah ibumu sudah lebih tenang di alam sana. Dan hikmah yang Allah berikan kepada mu saat ini adalah kamu agar lebih kuat lagi menghadapi cobaan ketika kehilangan di masa yang akan datang, mau tidak mau kedatangan dan kehilangan itu ada, kita harus siap dengan itu." Zhafran mencoba membuat Adnan mengikhlaskan dengan kejadian ini.

"Sudahi sedihmu, ayo keluar, yang lain sudah menunggu mu, ibumu tidak akan tenang jika kamu seperti ini, Almarhumah ingin pergi dengan tenang, kau jangan menghambat nya pergi" Titah Zhafran

Sedari tadi Adnan mencerna semua kalimat yang keluar dari lisan Zhafran, air mata nya sudah tidak tertahan, sekarang ia menangis berusaha mencoba untuk mengikhlaskan ibunya.

Zhafran meninggalkan Adnan sendiri, ia berharap semoga perkataan nya tadi tidak ada yang salah, dan semoga Adnan bisa berusaha untuk ikhlas dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan nya.

Kekuatan DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang