Bab 20

220 6 0
                                    

Baru kali ini Laura merasa menyesal karena pagi-pagi buta membuntuti John yang pergi sendirian tanpa didampingi oleh Griffin.

Dia benci pada John, sangat membencinya sampai ingin menghabisi pria itu sekarang juga. Tepat di depan makam Sofia—saudara kembarnya. 

Sekalipun pria itu menangis, Laura tetap membencinya. Jika memang pria itu mencintai Sofia, lalu kenapa bisa sampai tega menghabisi nyawanya?

Rentetan pertanyaan terus muncul di kepala Laura. Begitu banyak yang perlu dia dapatkan jawabannya. Tapi semuanya seolah tidak bisa dia ketahui.

Laura sudah tidak bisa berpikir positif jika menyangkut John pada Sofia. Meski hatinya menyangkal, tapi tetap saja dia tak bisa mengikuti kata hati. Karena sejak awal, John yang harus bertanggungjawab atas semuanya.

Laura masih harus menyusun banyak puzzle. Karena semua yang ada di depan mata, belum semuanya ada. Seperti yang dia pikirkan sebelumnya, banyak rahasia yang harus dia ketahui. Dan semua rahasia John tentu dipegang oleh Griffin. Satu-satunya orang yang begitu dekat dengan John.

"Shit!" umpatnya pelan saat hampir saja ketahuan. Sebab John mendadak balik badan tanpa aba-aba.

Laura kembali bersembunyi saat John bergerak meninggalkan tempat tersebut. Sebelum Laura mendekati pusara Sofia, dia lebih dulu melihat keadaan. Memastikan bahwa John benar-benar sudah pergi. Barulah dia keluar dari persembunyiannya dan mendekati pusara milik saudara kembarnya.

Laura masih berdiri menatap dengan penuh kekosongan. Dia tak tau apa yang John lakukan sebelumnya. Tapi Laura hanya melihat John berdiri hampir satu jam tanpa mengatakan apa pun. Sekali lagi, Laura tidak peduli.

Laura melirik ke arah bunga mawar putih yang masih segar. Dia tau jika John yang membawanya. Cukup lama dia memandangi itu, sampai akhirnya tersenyum getir.

"Apa kau senang?"

Laura menatap nisan bertuliskan nama Sofia dengan mata yang berkaca-kaca.

"Apa kau senang karena pria yang mencintaimu datang? Ck! Aku rasa tidak kan? Kau harus menjawab tidak. Untuk apa senang didatangi pria seperti dia?"

Sekali lagi, Laura tersenyum miris. Bagaimana bisa seseorang yang dicintai justru mengantarkan luka juga?

"Dia mengaku mencintaimu, tapi dia tega menghabisimu. Dia menawarkan surga, tapi dia juga yang memberikanmu neraka. Pria macam apa yang kau temui, Sofia? Seharusnya jangan dia. Jangan dia..."

Laura menyugar rambut panjangnya ke belakang. Menahan diri agar tidak keluar banyak perkataan yang mungkin akan menyakiti Sofia.

Meskipun masih ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang dia sampaikan pada Sofia. Dia juga ingin mengeluarkan kalimat demi kalimat umpatan untuk Sofia yang ceroboh memilih kekasih.

Laura kesal, bahkan sangat kesal pada Sofia. Dia ingin sekali memaki Sofia yang bodoh mencari pasangan. Kenapa harus seorang mafia? Kenapa harus orang yang berbahaya? Dan kenapa harus John?!

Namun, Laura sadar, percuma saja dia seperti ini. Percuma saja dia memarahi dan menyalahkan Sofia juga. Sebab Sofia tidak akan pernah bisa menjawab semua pertanyaannya atau bahkan membela diri saat dia memarahinya.

"Aku benar-benar bisa gila, Sofia."

Laura mulai menyeka buliran air matanya yang terjatuh. Menatap lekat kembali nisan tersebut sebelum akhirnya angkat kaki dari sana.

Namun, kemunculan orang asing membuat Laura harus tetap berdiri pada posisinya saat ini.

Tentu Laura menatapnya was-was. Bahkan dia sangat siap, jika saja diharuskan untuk melawan orang asing tersebut.

RANJANG PANAS MAFIA KEJAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang