Bab 10 - Penyusup

321 6 0
                                    

John berdiri di depan cermin dalam keadaan bertelanjang dada. Dia begitu mengagumi bentuk tubuhnya yang atletis saat ini. Tubuh yang mampu menarik perhatian banyak wanita.

Tidak perlu bersusah payah untuk menggoda, sebab sudah banyak wanita-wanita yang mengincarnya. Berlomba-lomba untuk mendapatkannya atau sekedar mendesah di bawah kunkungannya.

John menyentuh bagian belakang telinganya. Dia memiringkan kepalanya dan mencoba untuk mengamatinya lebih jelas.

"Apa semalam aku benar-benar kecolongan?" seru pria itu sambil tersenyum miring, mendapati sebuah hickey di belakang telinganya.

John benar-benar tidak sadar jika semalam Laura bisa melakukan ini tanpa sepengetahuannya. Atau karena dia sendiri yang terlalu fokus pada hal lain?

Ah, John memperhatikan jemarinya yang panjang, lalu tersenyum penuh arti saat mengingat kejadian semalam. Dua jarinya bermain-main di sekitaran liang milik Laura. Meskipun tak diperbolehkan masuk dan mengorek-ngorek di dalamnya, tetap saja John mampu membuat Laura kalang kabut.

Bisa dibilang, semalam adalah kegiatan yang John ingin ulang kembali. Bahkan jika bisa, dia ingin lebih dari yang semalam. Namun, John tidak bisa bertindak lebih karena dia ingin mengikuti tarik ulur yang Laura lakukan. Ya, John bisa membaca itu dari sikap Laura padanya.

Lenguhan dari seorang Laura benar-benar tersangkut di dalam pikiran John. Bahkan sekarang saja, John seolah masih bisa mendengarnya.

Namun, ekspresi wajahnya mendadak berubah saat bayangan Sofia muncul secara tiba-tiba. Membuat John mengetatkan rahang dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Di saat dia sedang membayangkan Laura, selalu saja Sofia muncul dan selalu saja berhasil mengambil alih pikirannya. Kejadian malam itu terus saja terpatri di dalam benaknya. Membuat rasa bersalah yang John kubur kembali menjalar hingga ke relung hati.

Mendengar suara pintu kamarnya diketuk tak sabaran, John langsung menoleh dengan cepat. Tatapannya yang begitu tajam terus tertuju pada sosok yang segera muncul saat ini. Ketika pintu terbuka, dia mendapati Griffin berdiri di sana. Griffin tampak menundukkan sedikit kepalanya guna memberikan hormat sekaligus meminta maaf atas kelancangan yang sudah dia lakukan.

"Maaf, Tuan. Tapi kali ini sangat mendesak. Ada penyusup yang baru saja tertangkap pagi ini."

Tanpa mengatakan apa pun, John dengan cepat berjalan menuju tempat persenjataan yang sebagian dia simpan di dalam kamar. John mengambil pistol laras panjang dan terburu keluar masih dengan bertelanjang dada.

Maka dari itulah, Griffin mengambil bathrobe milik John dan segera menyusul tuannya menuruni tangga untuk menuju ke lantai bawah.

Griffin tau betul seperti apa tuannya jika sedang marah seperti ini. Pasti akan sangat murka dan orang-orang yang membuat masalah padanya sudah dipastikan tidak akan pernah selamat.

Sesampainya di lantai bawah. John langsung berdiri tepat di hadapan pria yang sedang berlutut. Ada banyak luka di sekitaran wajahnya dan matanya sekarang terlihat membengkak akibat pukulan. John yakin jika para anak buahnya sudah menghajar pria penyusup itu habis-habisan.

John menyentuh dahi pria itu menggunakan pistolnya yang laras panjang tersebut. Menekannya sampai membekas pada dahi pria tersebut. John tersenyum menyeringai saat mendapatkan tatapan penuh kebencian dari orang tersebut.

Dari tatapannya saja, John sudah dapat memastikan jika pria itu adalah orang yang setia. Akan sulit bagi John untuk membuat penawaran balik dengan menyuruh orang tersebut menjadi mata-mata urusannya.

"Aku benci melihat kedua matamu yang melotot itu." ujar John dengan jujur. "Apa jadinya jika aku menembakmu tepat pada pupil matamu itu? Duarr! Pecah."

RANJANG PANAS MAFIA KEJAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang