Bab 19

214 5 0
                                    

Malam ini, mansion John hampir saja kecolongan lagi seorang penyusup. Tapi beruntungnya sudah lebih dulu diketahui pergerakannya oleh Griffin.

Lagi dan lagi, penyusup yang dikirim selalu saja tutup mulut. Benar-benar datang hanya untuk mengantarkan nyawa jika gagal melakukan perintah.

John sampai stres sendiri memikirkan siapa dalang dibalik semua penyusup yang sering masuk ke kediamannya. Seingat John, musuh terberatnya sudah mati ditangannya tahun lalu. Dia sudah memastikan musuhnya benar-benar hancur dan tersiksa sebelum ajalnya menjemput. Sebagai balasan untuk dendamnya yang begitu besar.

Sekarang, John pusing memikirkan siapa yang berpotensi ingin menghancurkannya. Hanya ada beberapa orang yang tau keberadaannya di negara tersebut. Jadi John berpikir bahwa orang yang berniat buruk padanya adalah orang-orang yang sudah mengenalnya. Bahkan seluk beluk setiap ruangan yang ada di mansion nya.

Bukan hanya memikirkan soal hal tersebut saja, John juga dibuat pusing oleh Kim Naen yang marah-marah tidak jelas karena dia meninggalkannya di club begitu saja.

John sangat rakus jika mengenai uang, keuntungan, dan kekuasaan. Jelas dia tak mau rugi meskipun tak akan terlalu membuatnya rugi sangat parah. Jadi terpaksa dia menuruti persyaratan yang diberikan oleh Kim Naen.

Segelas whiskey tengah berada di tangannya. John menggoyangkan gelasnya pelan, sebelum meneguknya. Rungunya menangkap sebuah langkah kaki yang mendekat. Tentu saja dia langsung menoleh ke samping dan meletakkan gelas minumannya ke atas meja saat tau Laura datang mendekatinya.

"Kenapa bangun? Ada yang menganggu tidurmu?"

Alih-alih menjawab, justru Laura balik melayangkan pertanyaan. "Sejak kapan kau berada di sini?"

"Jawab pertanyaanku, Laura. Jangan balik bertanya."

"Kau minum apa? Whiskey? Sudah berapa gelas?" tanyanya lagi sembari melirik ke arah gelas John yang masih tersisa sedikit isinya. Benar-benar mengabaikan ucapan John sebelumnya.

"Tiga,"

Laura menatap John dengan lamat, begitu pria itu menjawab pertanyaannya. Tidak ada lagi yang harus Laura tanyakan. Tangannya justru mengambil alih gelas milik John dan menenggak sisa whiskey yang ada di gelas tersebut.

John sendiri juga masih diam memperhatikan Laura saat ini. Dia belum memahami Laura saat ini. Wanita itu, terlalu abu-abu untuknya. Namun mampu membuatnya terus merasa penasaran.

"Aku biasanya tak pernah mengulangi pertanyaan. Tapi kau justru yang membuatku sering untuk mengulangi pertanyaan."

"Contohnya?"

"Barusan, beberapa saat yang lalu."

"Apa? Pertanyaan yang mana?"

"Kenapa kau bangun? Ada yang menganggumu? Atau kau terbangun karena tidak ada yang memelukmu?"

Laura mendecih pelan saat melihat bagaimana senyuman tengil John muncul. Padahal beberapa saat yang lalu, ketika dia datang, jelas sekali raut wajah pria itu nampak kusut. Seperti sedang ada beban yang dipikirkan.

Meskipun begitu, bukan berarti Laura khawatir pada John. Justru dia penasaran dengan apa yang terjadi. Siapa tau ketika dia mengetahui penyebab John sampai sekusut itu, bisa dia jadikan sebagai senjata juga untuk mengalahkan John. Membuat John menderita sebelum kematiannya tiba adalah tujuan utama Laura. Dan semuanya akan dia mulai sebentar lagi.

"Anggap saja begitu. Rasanya sedikit ada yang kurang?" sahut Laura. Dia tertawa kecil, lalu kembali melanjutkan, "aneh, padahal baru semalam kau memelukku. Dan malam ini terasa ada yang kurang."

RANJANG PANAS MAFIA KEJAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang